Dalam proses implementasi kebijakan pencegahan dan pemberantasan perdagangan orang terutama perempuan di Kota Pontianak khususnya yang dilaksanakan oleh gugus tugas pada Badan Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (BP3AKB) masih ditemukan terdapat beberapa pernasalahan didalam proses implementasi kebijakan tersebut, diantaranya adalah masih tingginya angka masalah perdagangan orang serta belum efektifnya peran gugus tugas dalam melaksanakan proses implementasi kebijakan pencegahan dan pemberantasan perdagangan orang (trafficking) terutama perempuan di Kota Pontianak.Kebijakan pencegahan dan pemberantasan perdagangan orang memiliki maksud sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Barat No 7 Tahun 2007 adalah untuk pencegahan, penindakan terjadinya perdagangan orang terutama perempuan dan anak yang dapat menimbulkan penderitaan, kesengsaraan baik fisik, psikis, seksual maupun ekonomi. Dengan tujuan untuk menghindari secara dini terjadinya korban dengan melakukan tindakan pencegahan, pelayanan, rehabilitasi serta reintegrasi sosial guna memberikan perlindungan hukum serta menyempurnakan perangkat hukum yang lebih lengkap dalam melindungi setiap orang terutama perempuan dan anak dari berbagai bentuk tindakan kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. Penelitian ini menggunakan teori Van Meter dan Van Horn dalam Agustino (2006:145) merumuskan bahwa implementasi kebijakan sebagai tindakan yang dilakukan baik oleh individu, pejabat atau kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada pencapaian tujuan-tujuan yang telas digariskan dalam keputusan kebijakan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Adapun hasil dari penelitian ini menunjukkan ada beberapa variabel yang mempengaruhi proses implementasi yang antara lain sumber daya yang belum maksimal, koordinasi dan komunikasi yang tidak efektif. Kata-kata Kunci :         Implementasi, Kebijakan, Pencegahan dan Pemberantasan Perdagangan Orang (trafficking)