Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

ANALISIS YURIDIS GERAKAN NASIONAL WAKAF UANG (GNWU) DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF Muhammad Idham Kholid Lubis; Mustamam; Adil Akhyar
Jurnal Ilmiah METADATA Vol. 4 No. 1 (2022): Edisi bulan Januari 2022
Publisher : LPPM YPITI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Wakaf tunai adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, dan lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. Juga termasuk kedalam pengertian uang adalah surat-surat berharga, seperti saham, cek dan lainnya. Rumusan masalah dalam tesis ini adalah bagaimana pengaturan wakaf uang dalam perspektif Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, bagaimana mekanisme pelaksanaan wakaf uang menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, bagaimana pengelolaan dan legalitas pemanfaatan dana wakaf uang oleh pemerintah menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf dan Hukum Islam Penelitian ini menggunakan metode telaah pustaka (library research) untuk mentelaah data-data sekunder dengan melakukan pendekatan yuridis normatif. Jenis data penelitian ini adalah data sekunder. Bahan hukum primer dan sekunder disusun secara sistematis dan dianalisis secara kualitatif. Kesimpulan dari pembahasan adalah pengaturan wakaf tunai dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Para Ulama mendasarkan disyariatkannya wakaf pada dalil Al-Quran, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas yang sangat banyak sekali, dan tujuan wakaf tersebut difungsikan bagi upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat yang beragama Islam dimana uang hasil wakaf tersebut diinvestasikan dalam usaha bagi hasil (mudharabah), kemudian keuntungannya disalurkan sesuai dengan tujuan wakaf. Pelaksanaan wakaf tunai sudah sesuai dengan UndangUndang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang wakaf dengan alasan bahwa pelaksanaan wakaf tunai tersebut dilakukan berdasarkan fiqih Islam dan juga ketentuan perundang-undangan nasional yang mengatur perihal wakaf. Kendala bagi nazhir dalam pelaksanaan wakaf tunai adalah belum mempunyai nazhir yang profesional dan belum kreatif dalam mengelola wakaf tunai tersebut yang diharapkan manfaat dari wakaf tunai dapat memberi kesejahteraan pada umat, dan biaya pengelolaannya terus-menerus tidak tergantung pada zakat, infaq dan shadaqah masyarakat, karena pengelolaan wakafnya secara produktif dan peraturan pelaksanaan belum diatur secara terperinci.
HAK WARIS SAUDARA LAKI-LAKI KETIKA BERHADAPAN DENGAN AHLI WARIS ANAK PEREMPUAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM (Studi Penetapan Pengadilan Agama Medan No. 40/Pdt.G/2017/PA.Mdn) Mhd. Nanda Amransyah; Mustamam; Adil Akhyar
Jurnal Ilmiah METADATA Vol. 4 No. 1 (2022): Edisi bulan Januari 2022
Publisher : LPPM YPITI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengadilan Agama memiliki kewenangan mengadili terhadap perkara warisan yang salah satu wewenangnya adalah mengeluarkan Penetapan Ahli Waris. Rumusan masalah dalam tesis ini adalah bagaimana pengaturan hukum hak waris saudara laki-laki ketika berhadapan dengan ahli waris anak perempuan menurut Kompilasi Hukum Islam, bagaimana dinamika hukum waris terkait kedudukan anak perempuan dalam putusan pengadilan, bagaimana dasar pertimbangan hakim dalam menyelesaian perkara waris dalam penetapan Pengadilan Agama Medan Nomor 40/Pdt.P/2017/PA.Mdn. Jenis penelitian ini adalah penelitian dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka, dimana bahan atau data yang diperoleh akan disusun secara sistematis dan dianalisa dengan menggunakan prosedur logika ilmiah yang sifatnya kualitatis. Hasil penelitian diharapkan akan dapat menjawab permasalahan yang diteliti, dan pada akhirnya akan dapat memberikan saran dan solusi terhadap permasalahan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan hukum hak waris saudara laki-laki ketika berhadapan dengan ahli waris anak perempuan menurut Kompilasi Hukum Islam adalah berdasarkan ketentuan rumusan Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam di Indonesia yang menentukan bahwa ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam, dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris. Dinamika hukum waris terkait kedudukan anak perempuan dalam putusan pengadilan adalah para ahli waris baik secara bersama-sama atau sendiri-sendiri dapat mengajukan permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta warisan. Jika ternyata ada ahli waris yang tidak setuju, maka bersangkutan dapat mengajukan upaya hukum ke Pengadilan yang berwenang untuk dilakukan koreksi terhadap penetapan. Dasar pertimbangan hakim dalam menyelesaian perkara waris dalam penetapan Pengadilan Agama No. 40/Pdt.G/2017/PA.Mdn adalah anak kandung baik anak laki-laki maupun anak perempuan maka hak waris dari orang-orang yang masih mempunyai hubungan darah dengan sipewaris akan menjadi tertutup (terhijab) kecuali orang tua, suami dan isteri .
Reinterpreting Ḥifẓ al-nasl in Contemporary Marriage Contracts: Navigating Islamic Normativity and State Law Mustamam; Danialsyah; Nurasiah Harahap; Mega Arum Saputri; Lutter Ariestino
MILRev: Metro Islamic Law Review Vol. 4 No. 2 (2025): MILRev: Metro Islamic Law Review
Publisher : Faculty of Sharia, IAIN Metro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32332/milrev.v4i2.11158

Abstract

This study aims to reinterpret the concept of ḥifẓ al-nasl (protection of lineage) within contemporary marriage contracts in Indonesia by examining the relationship between the normative framework of Islamic law and the state legal system. Traditionally, ḥifẓ al-nasl, as one of the primary objectives of Islamic law (maqāṣid al-sharī’ah), emphasizes the preservation of lineage legitimacy through the institution of marriage. However, in the modern Indonesian socio-legal context—characterized by a dual legal system of religious law and state law—its implementation reflects a dynamic interplay between these frameworks. This research employs a qualitative approach, including field studies at several Offices of Religious Affairs (Kantor Urusan Agama or KUA), in-depth interviews with marriage registrars (penghulu), religious leaders, and married couples, as well as an analysis of marriage contract documents. The findings reveal a shift in the meaning of ḥifẓ al-nasl, which is no longer understood solely in terms of lineage legitimacy but also encompasses the protection of reproductive rights, family planning, and legal certainty within marriage contracts. These findings indicate that, while Islamic normative values remain a foundational reference, the application of state law in Indonesia—particularly through the legalization of marriage contracts and state oversight—has contributed to a new interpretation of the principle of ḥifẓ al-nasl. The study recommends strengthening the integration between maqāṣid al-sharī’ah and the positive legal system in formulating marriage policies that are adaptive and responsive to contemporary challenges. The academic contribution of this research lies in offering a new conceptual framework for contextually understanding ḥifẓ al-nasl, one that integrates the objectives of Islamic law with Indonesia’s positive legal system.