M. Zulfa Aulia
Fakultas Hukum Universitas Jambi

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Undang: Jurnal Hukum

Hukum Progresif dari Satjipto Rahardjo: Riwayat, Urgensi, dan Relevansi M. Zulfa Aulia
Undang: Jurnal Hukum Vol 1 No 1 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (158.845 KB) | DOI: 10.22437/ujh.1.1.159-185

Abstract

This article attempts at discussing the so called Hukum Progresif (the Progressive Law), a legal thought indtroduced by Satjipto Rahardjo. The idea was beckgrounded with the concerns about the macro application of law in Indonesia, including after the 1998 reforms, which seemed to have failed to meet its ideal direction, namely to make people prosper and happy. What happens with law-enforcement is a downturn and decline, among others seen in the judicial mafia, commercialization, and commodification of the law. To overcome such circumstances, according to Satjipto Rahardjo with hukum progresif, the punishment method must dare to break out of conventional ways and the status quo. The legal texts that have been prioritized should be regarded as being destined for humans and humanity. Law actors must dare to interpret legal texts by freeing themselves from the logic of the law alone, making the leap, so that problems in a dynamic society can be answered and resolved by “containers of static law”. This article shows that the hukum progresif can be a panacea in solving corruptive legal problems due to the limitations and attachments of legal texts, with the requirements of law actors behaving well. However, the mention of hukum progresif in the judgment or the determination of the law of a particular case is also very vulnerable to cause its own problems because it can be pinned speakers arbitrarily to identify the punishment which (as long as it is) out of the text of the law. Abstrak Artikel ini mendiskusikan Hukum Progresif, sebuah gagasan atau pemikiran hukum yang diperkenalkan Satjipto Rahardjo. Gagasan tersebut bermula dari keprihatinan terhadap kehidupan berhukum secara makro di Indonesia termasuk setelah reformasi 1998 yang tidak beranjak ke arah yang ideal, yaitu menyejahterakan dan membahagiakan rakyatnya. Apa yang terjadi dengan kehidupan berhukum justru suatu keterpurukan dan kemunduruan, antara lain terlihat pada mafia peradilan, komersialisasi, dan komodifikasi hukum. Untuk mengatasi keadaan demikian, menurut Satjipto Rahardjo dengan hukum progresifnya, maka berhukum harus berani keluar dari cara-cara konvensional dan status quo. Teks hukum yang selama ini didewakan harus dianggap sebagai sesuatu yang diperuntukkan untuk manusia dan kemanusiaan. Para pelaku atau aktor hukum harus berani menafsirkan teks hukum dengan membebaskan diri dari logika hukum semata, melakukan lompatan, agar persoalan di masyarakat yang bergerak secara dinamis dapat dijawab dan diselesaikan dengan “wadah hukum yang statis”. Artikel ini menunjukkan, hukum progresif bisa menjawab persoalan hukum yang karut-marut disebabkan keterbatasan dan keterikatan teks hukum, dengan catatan para aktor hukumnya berperilaku baik. Namun begitu, labelisasi berhukum sebagai hukum progresif rentan menimbulkan persoalan tersendiri disebabkan bisa disematkan penuturnya secara mudah dan sembarangan untuk mengidentifikasi putusan atau penetapan hukum kasus tertentu yang (asalkan saja) keluar dari teks hukum.
Hukum Pembangunan dari Mochtar Kusuma-atmadja: Mengarahkan Pembangunan atau Mengabdi pada Pembangunan? M. Zulfa Aulia
Undang: Jurnal Hukum Vol 1 No 2 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (204.715 KB) | DOI: 10.22437/ujh.1.2.363-392

Abstract

This article discusses Hukum Pembangunan (the Law of Development), a legal thought from Mochtar Kusuma-atmadja. The concept of hukum pembangunaan was beckgrounded with the concern about the role of law that showed malaise in a developing society. In order for the law to have a contribution in development, the law is not sufficiently functioned to maintain the orderliness of people’s lives, a conservative function, but also must be empowered to direct change and development in order. Thus the law can be a tool of social engineering. To carry out such functions, hukum pembangunan encourages the need to legal guidance which includes legal reform in the legal field that is neutral in terms of culture and religion, and legal education directed at improving technical and professional capabilities. This article shows that hukum pembangunan is a legal thought that is practically urgent in the face of increasingly complex social changes and an ongoing development agenda, and therefore will be relevant at all times. However, the unclearly criteria about what changes or developments need to be supported by law, while the character of the legal product is determined by the ongoing political constellation, causes the projection of hukum pembangunan to be easily trapped in the wills of development or power, rather than merely directing development. Abstrak Artikel ini membahas hukum pembangunan, sebuah pemikiran hukum dari Mochtar Kusuma-atmadja. Konsep hukum pembangunan bermula dari keprihatinan Sang Tokoh terhadap peranan hukum yang menunjukkan kelesuan dalam masyarakat yang sedang membangun. Agar punya kontribusi dalam pembangunan, maka hukum tidak cukup difungsikan sebatas menjaga ketertiban kehidupan masyarakat, suatu fungsi yang konservatif, melainkan juga harus diberdayakan untuk mengarahkan perubahan dan pembangunan supaya berlangsung secara teratur dan tertib. Hukum dengan begitu dapat menjadi alat atau sarana dalam pembangunan. Untuk menjalankan fungsi demikian, hukum pembangunan mendorong perlu dilakukannya pembinaan hukum nasional yang meliputi antara lain pembaruan hukum pada bidang yang netral dari segi kebudayaan dan keagamaan, serta pendidikan hukum yang diarahkan pada peningkatan kemampuan teknis dan profesional. Artikel ini menunjukkan, hukum pembangunan merupakan pemikiran hukum yang secara praksis penting dalam menghadapi berbagai perubahan sosial yang semakin kompleks dan agenda pembangunan yang terus berlangsung, dan karenanya akan relevan dalam setiap masa. Namun demikian, ketidakjelasan kriteria perubahan atau pembangunan seperti apa yang perlu didukung dengan bersaranakan hukum, sementara di sisi lain karakter produk hukum itu dipengaruhi oleh konstelasi politik yang tengah berlangsung, menyebabkan proyeksi hukum pembangunan bisa dan mudah terjebak pada kehendak-kehendak pembangunan atau kekuasaan, dan bukan sekadar mengarahkan pembangunan.
Friedrich Carl von Savigny tentang Hukum: Hukum sebagai Manifestasi Jiwa Bangsa M. Zulfa Aulia
Undang: Jurnal Hukum Vol 3 No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (209.427 KB) | DOI: 10.22437/ujh.3.1.201-236

Abstract

Friedrich Carl von Savigny was a legal figure with high reputation. He was recognized as a figure and the founder of the school of historical jurisprudence. This article attempts to discuss what he meant by law, how his thoughts about law began, and how these thought might have urgency and relevant to the present context. This article shows, Savigny’s thought about law stems from his reflection on the development of law in civilized nations, that law grows naturally in society and is not deliberately made by certain (political) forces. Law is a part of social life that can be observed in the form of people’s behavior and consciousness, as well as language and manners. It and other social aspects are united which arises from and reflects the spirit of the people (volksgeist) as well. Savigny’s thoughts are urgent in a holistically placing law in society and building laws that have a continuity in the past, present, and future. Such thoughts become relevant in the current legal development of a country which tends to have a global-universal character, so that national law is reflected, harmonized, and colored by the spirit of the people. Abstrak Friedrich Carl von Savigny merupakan tokoh hukum dengan reputasi yang tinggi. Ia dikenali sebagai tokoh sekaligus pendiri aliran hukum sejarah (historical jurisprudence). Dalam artikel ini dibahas apa yang dimaksud olehnya sebagai hukum, bagaimanakah pemikirannya tentang hukum bermula, dan, dalam konteks sekarang, bagaimana urgensi dan relevansinya. Artikel ini menunjukkan, pemikiran Savigny tentang hukum bermula dari refleksinya tentang perkembangan hukum pada bangsa-bangsa yang beradab, bahwa hukum itu tumbuh secara alamiah di masyarakat dan tidak dibuat secara sengaja oleh kekuatan (politik) tertentu. Hukum merupakan bagian dari kehidupan sosial yang dapat dilihat dalam wujud perilaku dan kesadaran masyarakat, seperti halnya bahasa dan tata krama. Hukum beserta aspek sosial lainnya itu merupakan satu kesatuan, yang muncul dan sekaligus mencerminkan jiwa rakyat atau bangsa (volksgeist). Pemikiran Savigny ini penting dalam mendudukkan hukum secara holistik di masyarakat dan membangun hukum yang memiliki kesinambungan masa lalu, kini, dan mendatang. Pemikiran demikian menjadi relevan dalam pembangunan hukum suatu negara saat ini yang cenderung berkarakter global-universal, agar dalam hukum nasional tetap tercermin, selaras, dan punya warna jiwa bangsa.