Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies

Islamic Persepective on the Nation-state: Political Islam in post-Soeharto Indonesia Azyumardi Azra
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies Vol 39, No 2 (2001)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.2001.392.292-309

Abstract

Paper ini menyoroti hubungan antara Islam dan Negara setelah runtuhnya rejim soeharto. Masa transisiini ditandai dengan menguatnya kembali islam politik.kelompok-kelompok muslim radikal bermunculan seperti lasykar jihad, front pembela islam, hizb al-tahrir, angkatan muhajidin Indonesia dsb yang mendukung diberlakukannya system kekhalifahan islam di Indonesia. Gerakan-gerakan ini menuntut perubahan system pemerintahan sekuler dan bentuk Negara-bangsa menjadi “negara Islam” yang lebih dikenal dengan khilafah. Meski demikian, menurut penulis para pendukung system kekhalifahan ini telah gagal untuk membedakan antara kekhalifahan yang murni dan asli pada masa kekhalifahan khulafa’ al-rasyidin dan kerajaan despotic Umayyah, abbasiyah, dan Turki Usmani. Para intelektual muslim sendiri seperti Rasyid Rida dan al-Maududi berbeda pandangan mengenai system kekhalifahan. Lebih janjut, penulis menelusuri jejak sejarah hubungan islam dan Negara. Perdebatan mengenai dasar Negara Indonesia sudah diperdebatkan secara akademis menjelang dan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pertentangan antara kubu islam dan nasionalis sekuler mengenai hal ini berakhir dengan suatu kompromi bahwa Negara Indonesia bukanlah Negara sekuler dan juga bukan Negara agama (tidak hanya Islam) dalam kedudukan yang terhormat. Namun, kelompok muslim yang tidak puas dengan kompromi ini memanggul senjata untuk mendirikan Negara Islam. Salah satu kelompok tersebut adalah gerakan DI/TII (darul Islam/ Tentara Islam Indonesia) yang bergerilya di daerah jawa barat, Aceh dan Sulawesi selatan. Gerakan ini dapat dipadamkan oleh rejim soekarno. Sejak saat itu sampai masa rejim soeharto politik islam sangat ditekan dan dimusuhi dan tidak diberi ruang dan kesempatan untuk bangkit kembali. Kini, sering dengan keterbukaan dan kebebasan yang diperoleh bangsa Indonesia untuk melontarkan ide dan gagasannya, muncul partai-partai dan gerakan militant islam. Namun, partai islam juga telah gagal karena secara keseluruhan memperoleh kurang dari 50%, bahkan lebih kecil dari suara partai-partai islam yang diperoleh pada pemilu demokratis 1955. Penulis kemudian mengemukakan analisa mengenai penyebab kegagalan partai Islam. Nampaknya, penulis memprediksi bahwa suara untuk partai-partai islam tidak akan beranjak banyak bahkan mungkin merosot karena umat islam Indonesia cenderung melaksanakan “Islam Subtantif” daripada “islam Formalistik”. Dengan maraknya gerakan-gerakan Islam di Indonesia yang seringkali diwarnai dengan kekerasan baik antara maupun interumat, bagaimana prospek demokratisasi di Indonesia. Akankah lebih suram
The Rise of Muslim Elite Schools: A New Pattern of “Santrinization” Azyumardi Azra
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies No 64 (1999)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.1999.3764.63-78

Abstract

Makalah ini menyoroti gejala baru kemunculan sekolah lslam unggulan baik yang berbentuk madrasah, sekolah umum maupun pesantren sebagai kecenderungan baru "santrinisasi’ masyarakat lndonesia. Di antara sekolah tersebut adalah sekolah Islam Azhar yang dibangun oleh prof. Hamka dan Sekolah Islam Azhar yang merupakan pecahan dari sekotah pertama, SMU Madania yang dikelola oleh para aktivis yayasan paramadina, dan SMU lnsan Gendekia yang dibangun oleh para ilmuwan dari Badan pengembangan dan Penerapan Teknologi (BPPT). Di samping sekolah umum, sejumlah madrasah juga mengembangkan sekolah unggulan. Di antaranya adalah Madrasah pembangunan tingkat lbtidaiyah Negeri (MIN) I Malang, Jawa Tirnur yang semula merupakan "sekolah pelatihan swasta bagi para siswa Pendidikan Guru Agama ditingkatkan menjadi madrasah unggulan. Kementerian Agama juga akan membangun 57 model Madrasah Tsanawiyah dan 35 model Madrsah Aliyah.di berbagai propinsi di Indonesia. Kemuculan sekolah unggulan ini ikut meningkatkan “santrinisasi” masyarakat Indonesia. Karena mahalnya biaya pendidikan, kebanyakan siswa berasal dari keluarga "kelas menengah.". Mereka akan membawa pengetahuan dan kesadaran keislarnan ke rumah yang pada gilirannya dalam banyak kasus mendorong orang tua murid untuk meningkatkan pengetahuaan dan aktivitas keislaman mereka.