Andi Ade Wijaya
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Efektivitas Pemberian Cairan Praoperatif Ringer Laktat 2 mL/kgBB/jam Puasa untuk Mencegah Mual Muntah Pascaoperasi Andi Ade Wijaya; Bona A. Fithrah; Arif H. M. Marsaban; Jefferson Hidayat
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 2, No 3 (2014)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1172.33 KB)

Abstract

Teknik nonfarmakologi yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka kejadian mual muntah pascaoperasi adalah pemberian cairan praoperatif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas pemberian cairan praoperatif Ringer laktat 2 mL/kgBB/jam puasa untuk menurunkan angka kejadian mual muntah pascamastektomi. Penelitian ini merupakan uji klinis acak yang dilakukan pada bulan Maret–April 2013 di Rumah Sakit Kanker Dharmais, Rumah Sakit Persahabatan, Rumah Sakit Fatmawati, dan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta, pada pasien status fisik American Society of Anesthesiologist (ASA) 1–2. Sebanyak 102 pasien diacak ke dalam kelompok hidrasi dan kelompok kontrol. Analisis data dilakukan menggunakan uji chi-kuadrat. Terdapat perbedaan yang signifikan dalam kejadian mual pada 0–1 jam pascaoperasi (kelompok hidrasi 20% vs kelompok kontrol 39%) dan pada 0–24 jam pascaoperasi (kelompok hidrasi 22% vs kelompok kontrol 41%). Walaupun tidak berbeda secara statistik, angka kekerapan mual pada 1–24 jam pascaoperasi lebih rendah pada kelompok hidrasi 12% (6) dibandingkan dengan kelompok kontrol 23% (12). Tidak ada perbedaan secara statistik pada angka kekerapan muntah di kedua kelompok penelitian. Pemberian cairan praoperatif Ringer laktat 2 mL/kgBB/jam puasa efektif untuk menurunkan angka kejadian mual pascaoperasi mastektomi pada 1 jam pertama pascaoperasi.  Kata kunci: Cairan praoperatif, mastektomi, mual muntah pascaoperasi Effectiveness of Pre-operative Lactated Ringer’s Solution 2 mL/kgBW/h in Fasting Patients to Prevent Post-operative Nausea and Vomiting Non pharmacologic approaches to overcome post operative nausea and vomiting include giving pre-operative hydration. The objective of this study was to learn the efficacy of pre-operative lactated Ringer’s solution (2 mL/kgBW/hour) in fasting patients to overcome the post-operative nausea and vomiting in mastectomy surgery. This study was a randomized clinical trial that conducted in March to April 2013 in Dharmais Hospital-National Cancer Center,  Persahabatan Hospital, Fatmawati Hospital, and Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta to patients with  American Society of Anesthesiologist (ASA) physical status 1–2. A total of 102 patients were randomized into the hydration group and control group. Data analysis was performed using chi-square test or appropriate test using SPSS ver. 15. There were statistically significant differences in the incidence of nausea at 0–1 hour post-operative (19.6% in hydration group vs. 39.2% in control group) and at 0–24 hours post-operative (21.6% in hydration group vs. 41.2% control group). The incidence of 1–24 hours PONV, although not statistically significant, was higher in the control group (11.8% in hydration group vs. 23.5% in control group). There was no difference in vomiting incidence between the two groups. Pre-operative lactated Ringer’s solution 2 mL/kgBW/hour in fasting patients effectively reduces the incidence of post-operative nausea one hour after operation. Key words: Mastectomy, post-operative nausea and vomiting pre-operative hydration DOI: 10.15851/jap.v2n3.332
Deksametason Intravena dalam Mengurangi Insidens Nyeri Tenggorok Pascabedah Andi Ade Wijaya; Rama Garditya; Arif H. M. Marsaban
Jurnal Anestesi Perioperatif Vol 3, No 2 (2015)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1327.812 KB)

Abstract

Anestesia umum dengan pipa endotrakeal digunakan untuk memberikan ventilasi tekanan positif dan mencegah aspirasi, namun penggunaannya dapat menimbulkan komplikasi nyeri tenggorok pascabedah. Penelitian ini dilakukan membandingkan efektivitas deksametason intravena dengan triamsinolon asetonid topikal dalam mengurangi nyeri tenggorok pascabedah. Penelitian ini merupakan uji klinis acak tersamar ganda yang dilakukan selama bulan Maret–April 2013 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada pasien yang menjalani pembedahan dalam anestesia umum menggunakan pipa endotrakeal. Subjek dibagi menjadi dua kelompok, kelompok deksametason sebanyak 61 orang dan kelompok triamsinolon sebanyak 60 orang. Sebelum induksi, pasien dalam grup deksametason diberikan 10 mg deksametason intravena dan pasta plasebo dioleskan pada balon pipa endotrakeal. Pasien dalam grup triamsinolon diberikan 2 mL NaCl 0,9% intravena dan pasta triamsinolon asetonid dioleskan pada balon pipa endotrakeal. Skor nyeri tenggorok pascabedah dievaluasi sesaat setelah pembedahan berakhir, 2 jam dan 24 jam pascabedah. Hasil penelitian, tidak didapatkan perbedaan bermakna pada kedua kelompok  kejadian nyeri tenggorok pascabedah sesaat setelah pembedahan berakhir (27,9% pada kelompok A dan 18,3% pada kelompok B, p=0,214). Triamsinolon asetonid topikal memiliki efektivitas yang sama dengan deksametason intravena dalam mengurangi insidens nyeri tenggorok pascabedah.  Kata kunci:  Deksametason, intubasi endotrakeal, nyeri tenggorok pascabedah, pasta triamsinolon asetonidComparison between Topical Triamcinolone Acetonide and Intravenous Dexamethasone in Reducing Postoperative Sore Throat IncidenceTracheal intubation is often used to give positive-pressure ventilation and prevent aspiration during general anesthesia. However, the use of this airway device can cause postoperative sore throat (POST). This study was conducted to compare the effectiveness of prophylactic intravenous dexamethasone and triamcinolone acetonide paste in reducing POST. This study was a double-blind randomized clinical trial conducted during April–May 2013 in Cipto Mangunkusumo General Hospital on patients scheduled for surgery under general anesthesia using endotracheal tube. Subjects were randomly allocated into two groups; 61 patients in dexamethasone group and 60 patients in triamcinolone group. Before induction, the dexamethasone group received 10 mg of intravenous dexamethasone and placebo paste on the endotracheal tube cuff. Triamcinolone group received 2 mL of intravenous normal saline and triamcinolone acetonide paste on the endotracheal tube cuff. POST scores were evaluated immediately after the operation, 2-hours, and 24-hours after the operation. There was no significant difference in the incidence of POST immediately after the operation between the two groups (27.9% in group dexamethasone vs 18.3% in group triamcinolone, p=0.214). Topical triamcinolone acetonide is equally effective compared to prophylactic intravenous dexamethasone in reducing the incidence of POST.  Key words: Dexamethasone, endotracheal intubation, posts operative sore throat, triamcinolone acetonide paste
Perbedaan Laju Induksi Inhalasi pada Anak: Perbandingan Antara Sevofluran Ditambah Oksigen dengan Sevofluran Ditambah Oksigen dan N2O Dimas Rahmatisa; Aries Perdana; Andi Ade Wijaya; Alfan Mahdi N
Jurnal Komplikasi Anestesi Vol 1 No 3 (2014): Volume 1 Number 3 (2014)
Publisher : This journal is published by the Department of Anesthesiology and Intensive Therapy of Faculty of Medicine, Public Health and Nursing, in collaboration with the Indonesian Society of Anesthesiology and Intensive Therapy , Yogyakarta Special Region Br

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jka.v1i3.5545

Abstract

Latar Belakang. N2Omerupakan gas anestesia inhalasi yang sering ditambahkan pada saat induksi anestesia inhalasi pada anak. Kontroversi penggunaan N2O sendiri masih ada hingga saat ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan laju induksi anestesia, respons hemodinamik, dan komplikasi yang timbul selama menggunakan N2O saat induksi inhalasi anestesia pada pasien anak. Metode. Delapan puluh orang anak usia 1-5 tahun ASA 1 dan 2 yang menjalani anestesia umum, dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan secara acak. Kelompok A sevofluran 8 vol% ditambah oksigen, dan kelompok B sevofluran ditambah oksigen dan N2O 50%. Hasil utama yang diukur adalah laju induksi, lainnya adalah respons laju nadi, tekanan darah sistolik, diastolik, serta insidens komplikasi desaturasi, eksitasi, laringospasme, dan breath holding.. Hasil. Laju induksi kelompok A dan B secara berurutan yaitu 54.12+5.89 detik dan 35+8.13 detik. Respons laju nadi, tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik tidak berbeda bermakna di antara kedua kelompok. Insidens komplikasi desaturasi dan laringospasme tidak terjadi pada penelitian ini. Eksitasi terjadi pada kelompok A dan B secara berurutan yaitu 26.8% dan 10.3%. Breath holding terjadi pada 2 orang (4.9%) di kelompok A, dan tidak terjadi di kelompok B. insidens eksitasi dan breath holding tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok. Kesimpulan. Laju induksi inhalasi pada anak menggunakan sevofluran ditambah oksigen dan N2O lebih cepat dibandingkan tanpa N2O Respons hemodinamik dan insidens komplikasi tidak berbeda bermakna antara kedua kelompok.