Muhammad Arief Kurniawan
Universitas Teknologi Yogyakarta

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

REVITALISASI PASAR PRAWIROTAMAN MENJADI PASAR KREATIF DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR KONTEKSTUAL SEBAGAI KONSEP DESAIN Adhirya Kurn, Adhirya Kurn; Kurniawan, Muhammad Arief
Jurnal Arsitektur ZONASI Vol 3, No 1 (2020): Vol. 3 No. 1 (2020): Jurnal Arsitektur Zonasi Februari 2020
Publisher : KBK Peracangan Arsitektur dan Kota Program Studi Arsitektur Fakultas Pendidikan Teknologi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.17509/jaz.v3i1.17858

Abstract

Abstract: Revitalization of Prawirotaman Market through Contextual Architecture to Become a Creative Market is to redesign a building, which functions as a purchase and sale area with such commodities as basic needs, food, vegetables, glassware, and others. The redesign is motivated by a number of problems, such as the many inefficient and ineffective spaces, lack of sale areas, and minimum parking lots. In addition, it will improve the market status from a traditional market to a Class II market. The growing population and location of Prawirotaman market that is close to tourist accommodations and tourism village provide an opportunity for the market to operate 24 hours, particularly as a culinary market. To revitalize Prawirotaman Market, the author applies the concept of Contextual Architecture as a creative market. Such approach aims to create a new atmosphere, especially in Prawirotaman Village, to make it better known as a market with a contextual concept as a creative market. The revitalization of Prawirotaman Market to solve a number of problems is conducted by analyzing the problems, planning the design concept, and analyzing the results to obtain the proper concept and response.Keywords: Social relationship, Space Problem, Traditional Abstrak: Revitalisasi Pasar Prawirotaman Dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual Sebagai Pasar Kreatif adalah perancangan kembali sebuah bangunan yang berfungsi sebagai tempat jual beli dengan jenis barang dagang meliputi kebutuhan pokok, makanan, sayuran, barang pecah belah dan masih banyak lagi. Perencanaan ulang ini dilatar belakangi oleh beberapa permasalahan seperti banyak ruang yang tidak efisien dan efektif, kurangnya tempat berdagang, kurangnya lahan parkir, selain itu akan meningkatkan status pasar menjadi pasar tradisional menjadi tingkat kelas II. Pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah dan lokasi Pasar Prawirotaman berdekatan dengan kampung turis atau kampung wisata yang mampu menjadi peluang untuk menjadikan pasar ini beroperasi selama 24 jam terutama di bidang kulinernya. Dalam merevitalisasi Pasar Prawirotaman penulis menerapkan konsep dengan “ Pendekatan Arsitektur Kontekstual sebagai pasar kreatif ” Pemilihan pendekatan ini bertujuan untuk menciptakan suasana baru khususnya di kampung prawirotaman supaya menjadi lebih dikenal lagi oleh masyarakat sebagai pasar yang memiliki konsep kontekstual sebagai pasar kreatif. Solusi yang diterapkan dalam Revitalisai Pasar Prawirotaman untuk mengatasi semua permasalahan yang timbul dengan cara menganalisa permasalahan kemudian membuat konsep perancangan yang setiap hasil analisisnya mendapatkan konsep dan responnya masing – masing.Kata Kuunci           : Hubungan dengan masyarakat, Permasalahan Ruang, Tradisional
Penerapan Arsitektur Perilaku Pada Perancangan Panti Rehabilitasi Untuk Orang Dengan HIV/AIDS Di Sleman Agus Cahyadi; Muhammad Arief Kurniawan
Vitruvian : Jurnal Arsitektur, Bangunan dan Lingkungan Vol 8, No 3 (2019)
Publisher : Universitas Mercu Buana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1047.618 KB) | DOI: 10.22441/vitruvian.2019.v8i3.001

Abstract

ABSTRAK HIV dan AIDS (Acquire Immune Deficiency Syndrome) merupakan masalah global. Kurangnya pengetahuan akan cara penularan virus HIV dan pengobatan terhadap ODHA di Indonesia, membuat semakin meningkatnya kasus HIV dan AIDS setiap tahunnya dan muncul berbagai stigma negatif dari masyarakat terhadap ODHA. Dengan adanya stigma negatif dari masyarakat lain terhadap penyakitnya membuat ODHA memiliki rasa takut, tidak percaya diri, marah, malu dan kecewa pada dirinya sendiri. Metode perancangan yang digunakan adalah metode pendekatan arsitektur perilaku. Beberapa data awal yang telah ditemukan pada survei awal, dikembangkan dalam survei lanjutan. Data-data tersebut kemudian diperdalam dan dikembangkan melalui serangkaian survei yang dilakukan berulang kali. Proses analisis merupakan bagian yang menyatu dengan proses observasi data. Dari proses ini kemudian dibangun konstruksi teori dari lapangan. Untuk memenuhi semua kebutuhan dalam proses rehabilitasi diperlukan penataan ruang yang baik agar hubungan antar ruang dapat mendukung semua kegiatan yang terjadi dalam proses tersebut. Selain itu juga, untuk menciptakan suasana rehabilitasi maka diperlukan lingkungan yang baik dalam perancangan panti rehabilitasi agar pasien dapat berinteraksi dengan sesama pasien dengan baik. Kesimpulan dari penelitian ini adalah, merancang sebuah bangunan panti rehabilitasi untuk orang dengan HIV/AIDS agar mampu mengembalikan fungsi sosial ODHA di dalam masyarakat dengan pendekatan arsitektur perilaku.Kata Kunci : Arsitektur Perilaku, HIV dan AIDS, Panti Rehabilitasi ABSTRACTHIV and AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) are global issues. A limited knowledge of HIV transmission and treatment for people with HIV/AIDS in Indonesia has increased the number of HIV/AIDS cases annually and made the society stigmatize people with HIV/AIDS. Such stigma has made people with HIV/AIDS feel frightened, unconfident, ashamed, and disappointed with themselves. The designing method used in this thesis was the behavioral architecture. Some preliminary data from an initial survey was developed in the follow-up survey. Such data was then further studied and developed through a series of repeated surveys. The analysis process became an integral part of the data observation process. Thereafter, a theory was constructed based on the field data processing. To fulfill all the needs of rehabilitation process, a well-designed spatial planning is required, so the relationship between spaces can support all the activities in the process. In addition, to support the atmosphere of rehabilitation, a good environment is required in designing a rehabilitation center to allow patients to interact well with each other. To conclude, a rehabilitation center for people with HIV/AIDS was designed to restore the social function of people with HIV/AIDS in society based on behavioral architecture. Keywords: Behavioral Architecture, HIV and AIDS, Rehabilitation Center
KAJIAN NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL PADA ARSITEKTUR HOTEL BINTANG DAN HUNIAN VERTIKAL DI KAWASAN CAGAR BUDAYA YOGYAKARTA Muhammad Arief Kurniawan; Chyntyaningtyas Meytasari
Inersia : Jurnal Teknik Sipil dan Arsitektur Vol 15, No 1 (2019): Mei
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.586 KB) | DOI: 10.21831/inersia.v15i1.24863

Abstract

ABSTRACTYogyakarta City Government (Pemkot) and the surrounding Regency Government (Pemkab) get a lot of criticism from the public regarding policies that have resulted in massive vertical residential development in the form of hotels and apartments. In addition, the presence of vertical housing is also feared to have an impact on changes in community culture.This study aims to examine the extent to which local wisdom values are applied to star hotels and vertical occupancy in the Yogyakarta Cultural Heritage Area and what direction can be obtained so that star hotels and vertical housing are able to incorporate the value of local wisdom in YogyakartaThis research was conducted using the transforming tradition method. The main principles of the ATUMICS method are about regulation, combination, integration, or a mixture of basic elements of tradition with modernity.The results of the analysis found that the percentage of local wisdom in star hotels and vertical buildings in malioboro 8%, Kraton 15%, Puro Pakualaman 10%, Kotagede 30% and Kotabaru 5%. The average of all is 13.6%. This proves that the value of local wisdom in star hotels and vertical buildings is still low (below 50%). Most star hotels and vertical buildings have not adopted the type of architecture that suits their respective regions. The total stars and vertical buildings still display modern architecture and the present as the main architecture.Keywords: cultural heritage areas, star hotels, value of local wisdom, vertical residential