Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Komunikasi Dialektik Dalam Relasi Hindu Dan Islam Di Bali I Nyoman Yoga Segara
Ganaya : Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 2 No 2-3 (2020)
Publisher : Jayapangus Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This article on Hindu and Islamic relations is the result of research observed in Bukit Tabuan and SegaraKaton Village in Karangasem, Sindu Village in Gianyar, and Bugis Village, Denpasar. The result of this study shows a similar pattern, especially how Muslim responds to their existence with adaptation, imitation and self-preservation. The use of language, following traditions and customs, and building architecture are the most frequently used media as a strategy for building dialectic communication.The acculturation of the culture has strengthened the strategy, which runs smoothly to this day, especially by the early Muslims who came to Bali, and Muslims who were soldiers and occupied tanah catu given by the king. In its relationship that lasted for hundreds of years, Hindus and Muslims also experienced dynamics. But in general, the dynamics are mostly caused by political factors and the power of economic resources, especially in the tourism sector, as well as migrants in several heterogeneous regions. Research at the four locations was carried out with a qualitative approach through interview techniques, observation and document studies.
“Bade Beroda”: Transformasi dan Komodifikasi Budaya dalam Upacara Ngaben di Bali I Nyoman Yoga Segara
Mudra Jurnal Seni Budaya Vol 35 No 1 (2020): Februari
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/mudra.v35i1.810

Abstract

Artikel ini adalah satu bagian dari hasil penelitian tentang fenomena baru dalam ritual, yaitu “bade beroda” saat mengusung jenazah ke kuburan (setra). Saat ini, baik di perkotaan maupun pedesaan terdapat tren bade di atas pedati beroda. Fenomena ini lalu mendapat beragam respon. “Bade beroda” dianggap sebagai satu bentuk inovasi dan kreativitas masyarakat Bali dalam mengatasi kompleksitas pekerjaan yang sebelumnya agraris dan homogen ke sektor jasa dan industri yang heterogen. Akibatnya, krama adat atau warga terkendala waktu untuk dapat dalam waktu bersamaan mengantarkan jenazah sampai ke kuburan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana masyarakat Bali menghadapi perubahan budaya dan agama. Adapun teori yang menjadi inspirasi untuk menganalisis masalah ini adalah transformasi dan komodifikasi. Pendekatan penelitian menggunakan paradigma fenomenologi dengan metode penelitian kualitatif. Simpulan penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Bali memiliki mekanisme sosial dan budaya yang secara lentur digunakan untuk mempertahankan ritus di tengah perubahan tanpa menghilangkan esensi dari makna bade dan upacara ngaben.
Kampung Sindu: Jejak Islam dan Situs Kerukunan di Keramas, Gianyar, Bali I Nyoman Yoga Segara
Jurnal Lektur Keagamaan Vol 16 No 2 (2018)
Publisher : Center for Research and Development of Religious Literature and Heritage, Agency for Research and Development and Training, Ministry of Religious Affairs of the Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (374.385 KB) | DOI: 10.31291/jlk.v16i2.563

Abstract

There are several historical sources that reveal the entry and development of Islam in Bali, both from the studies of historians and Babad Dalem. Base on the field and study documents obtained information that although there are a few differences in interpretation, almost all of these historical sources state that the entry of Islam was not through violence, but was brought by King Gelgel, who migrated due to the collapse of Majapahit. When Gelgel as the epicenter of the kingdom in Bali encountered a setback and a split, Muslim migrants who came from Java, Makassar, and Lombok were employed as soldiers to defend the kingdom from attacks. After the war, the soldiers were given shelter in the form of land supply. They create unique villages according to their ancestral tribes, such as Kampung Jawa, Kampung Bugis, or Kampung Sasak. This article aims to explore the history and the development of Islam in the township in question, one of them Kampung Sindu. Kampung Sindu is one of the Islamic communities of the Sasak tribe, Lombok, which inhabits the catu land in the village of Keramas, Gianyar Regency, Bali. The results of the research shows that they mix in sosial, cultural, and religious life and become an integral part of the village, particularly in the field of palemahan and pawongan. They build harmony sites with totality. Tolerance is maintained based on shared values through local wisdom. They have become Balinese Muslims.Keywords: Kampung Sindu, Keramas Village, Islamic Footprint, Harmony SiteAda banyak sumber sejarah yang menceritakan masuk dan berkem­bangnya Islam di Bali, baik dari kajian para sejarawan maupun Babad Dalem. Berdasarkan penelitian lapangan dan studi dokumen diperoleh keterangan bahwa meskipun terdapat sedikit perbedaan tafsir, namun hampir semua sumber sejarah menyatakan masuknya Islam tidak melalui jalan kekerasan, tetapi dibawa oleh raja Gelgel, ikut bermigrasi karena runtuhnya Majapahit, dan jalur niaga di pesisir. Saat Gelgel sebagai episentrum kerajaan di Bali mengalami kemunduran dan perpecahan, pendatang Islam yang datang dari Jawa, Makassar dan Lombok banyak dijadikan prajurit untuk melindungi kerajaan dari serangan sesama kerajaan lain serta menghadapi kolonial Belanda. Setelah peperangan, para prajurit itu diberikan tempat tinggal berupa tanah catu dan sampai saat ini masih menjaga hubungan baik dengan keluarga kerajaan. Mereka membangun perkampungan yang unik dan khas, sesuai suku leluhurnya, seperti Kampung Jawa, Kampung Bugis, atau Kampung Sasak. Artikel ini bertujuan untuk menelusuri sejarah dan perkembangan Islam di perkam­pungan yang dimaksud, salah satunya Kampung Sindu. Kampung Sindu adalah salah satu komunitas Islam dari suku Sasak, Lombok yang men­diami tanah catu kerajaan di desa Keramas, Kabupaten Gianyar, Bali. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam kehidupan sosial, budaya dan agama, mereka berbaur dan menjadi bagian integral dari desa pakraman, khususnya di bidang palemahan dan pawongan. Situs keru­kunan mereka bangun dengan totalitas. Toleransi dipelihara berdasarkan nilai bersama melalui kearifan-kearifan lokal. Mereka telah menjadi orang Bali beragama Islam.Kata Kunci: Kampung Sindu, Desa Keramas, Jejak Islam, Situs Kerukunan
“TUBUH PEREMPUAN HINDU” DAN BUDAYA DOMINAN DI BALI: ANTARA PERSPEKTIF AGAMA, BUDAYA DAN REALITAS KONTEMPORER I Nyoman Yoga Segara
Penamas Vol 31 No 1 (2018): Volume 31, Nomor 1, Januari-Juni 2018
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31330/penamas.v31i1.235

Abstract

Artikel ini adalah ulasan atas hasil penelitian dan literatur yang bertujuan untuk melihat kembali posisi perempuan Hindu di Bali di tengah budaya dominannya. Dengan pendekatan antropologi feminisme, artikel ini tidak akan memasuki wilayah yang sudah umum dilakukan banyak orang jika mendiskusikan perempuan, misalnya tentang jender atau gerakan kesetaraan semata. Antropologi feminisme membawa artikel ini untuk memahami perempuan dari kebertubuhannya, perannya dalam konteks sosial budaya, dan juga agama. Strategi perempuan dalam menampilkan dirinya di ruang pribadi maupun di ruang publik, serta kemampuannya untuk bertahan dalam serangan diskriminasi menjadi penting untuk dijelaskan. Pendekatan seperti ini adalah cara untuk melihat kembali bagaimana tubuh perempuan secara antropologis. Dengan demikian, tema pokok artikel ini menjadi satu kasus untuk memperlihatkan bahwa perempuan Hindu masih dan akan terus menghadapi masalah, serta stigma dan stereotipe yang disematkan kepadanya, padahal secara dogmatis perempuan Hindu telah diakui dan banyak disebut-sebut dalam berbagai kitab suci Veda. Begitu juga peran perempuan di masa lalu yang diyakini sebagai Rsi dan ikut menulis beberapa kitab suci dan susastera Veda lainnya.
“TUBUH PEREMPUAN HINDU” DAN BUDAYA DOMINAN DI BALI: ANTARA PERSPEKTIF AGAMA, BUDAYA DAN REALITAS KONTEMPORER I Nyoman Yoga Segara
Penamas Vol 31 No 1 (2018): Volume 31, Nomor 1, Januari-Juni 2018
Publisher : Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31330/penamas.v31i1.235

Abstract

Artikel ini adalah ulasan atas hasil penelitian dan literatur yang bertujuan untuk melihat kembali posisi perempuan Hindu di Bali di tengah budaya dominannya. Dengan pendekatan antropologi feminisme, artikel ini tidak akan memasuki wilayah yang sudah umum dilakukan banyak orang jika mendiskusikan perempuan, misalnya tentang jender atau gerakan kesetaraan semata. Antropologi feminisme membawa artikel ini untuk memahami perempuan dari kebertubuhannya, perannya dalam konteks sosial budaya, dan juga agama. Strategi perempuan dalam menampilkan dirinya di ruang pribadi maupun di ruang publik, serta kemampuannya untuk bertahan dalam serangan diskriminasi menjadi penting untuk dijelaskan. Pendekatan seperti ini adalah cara untuk melihat kembali bagaimana tubuh perempuan secara antropologis. Dengan demikian, tema pokok artikel ini menjadi satu kasus untuk memperlihatkan bahwa perempuan Hindu masih dan akan terus menghadapi masalah, serta stigma dan stereotipe yang disematkan kepadanya, padahal secara dogmatis perempuan Hindu telah diakui dan banyak disebut-sebut dalam berbagai kitab suci Veda. Begitu juga peran perempuan di masa lalu yang diyakini sebagai Rsi dan ikut menulis beberapa kitab suci dan susastera Veda lainnya.