Muhammad Fajri
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

The Concept of Pious Children in the Movie "Surau dan Silek": A Living Hadith Study Muhammad Fajri
Jurnal Living Hadis Vol 5, No 2 (2020)
Publisher : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/livinghadis.2020.2350

Abstract

 This article delves into the reception of prophetic hadith in the movie “Surau dan Silek”, bringing with itself an assumption that human activities result from the attempts to understand, either textually or contextually, to the Quran and hadith. Employing reception theory, this article finds that the reception of the hadith in the movie “Surau dan Silek” is mostly exegetical and functional. In some cases the text of the hadith appear as part of the dialogue. In some other cases, the audience will only see the figures’ understanding of certain hadith. In either way, the main theme of the hadith dealt with throughout the movie is ‘being a pious child’. The script introduces ‘pious children’ as one of the so-called ‘amal jāriyah (continuous, never ending rewards) and goes on with the quite detail narrative of the characters of the ‘pious children’. This in itself shows that there has been a transformation of religious ideas, from the silent, not moving text in arid manuscripts to the colorful, cheerful yet religious characters. It is the technological development that allows such visual transformation to go off. It thus provides the society with quite new alternative ways to access and further understand prophetic hadith.
HUMOR IN THE PERSPECTIVE OF HADITH: ANALYSIS OF THE THEORY OF HIERARCHY OF NEEDS TOWARDS PRANK IN SOCIAL MEDIA Muhammad Fajri
Kontemplasi: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin Vol 9 No 1 (2021): Jurnal Kontemplasi
Publisher : IAIN Tulungagung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21274/kontem.2021.9.1.47-64

Abstract

Tulisan ini membahas tentang fenomena prank yang berkembang di media sosial yang sebagian besar aksinya sudah jauh dari kode etik humor atau bercanda yang diajarkan dalam tuntunan al-Qur’an dan hadis Nabi Saw. Artikel ini akan dikaji dengan menggunakan pendekatan hierarchy of needs Abraham Maslow. Dalam hadis nabi, istilah prank memiliki kesamaan makna dengan al-muda’abah atau al-muzahah yang sederhananya bermakna humor atau senda-gurau. Berdasarkan teori hierarchy of needs, dari kelima level hirarki kebutuhan manusia, pelaku aksi prank sudah berada pada level ketiga, keempat, dan kelima. Di level ketiga (social needs), para pelaku prank butuh untuk diterima, dicintai di lingkungan sosialnya (social needs) seperti keluarga, teman, atau lingkungan sekitar. Pada level keempat, pelaku prank butuh akan self-esteem (harga diri) berupa apresiasi dari lingkungan sosialnya seperti status (selebgram, youtuber, atau influencer), ketenaran dan viral. Sedangkan di level kelima, merupakan level tertinggi dari kebutuhan manusia yaitu self actualization di mana para pelaku aksi prank sudah mencapai tahap ketagihan atau candu apabila aksi-aksi yang dilakukan berhasil dan mendapat apresiasi dari masyarakat. Dampaknya adalah mereka mengabaikan akan etika, nilai moral, norma, dan nilai-nilai agama. Sebab, mereka sudah terfokus dan terobsesi dengan eksistensi di media sosial. Oleh karena itu, sejatinya prank atau humor harusnya menghasilkan energi positif yang sama dari kedua bela pihak, bukan salah satu pihak (pelaku prank merasakan bahagia dan korban prank juga meraskan kebahagiaan yang sama). Artinya, aksi prank yang dilakukan harus menjung tinggi nilai-nilai humanistik, yaitu memanusiakan manusia.
Dynamics of The Study of The Quran in Indonesia: Language and Paradigm Muhammad Fajri
Islam Transformatif : Journal of Islamic Studies Vol 5, No 1 (2021): January - June 2021
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/it.v5i1.4130

Abstract

This paper describes the development of the study of the Quran in Indonesia. Through historical-analytical approach, it shows that since the arrival of Islam in Indonesia, the study of the Quran has always been developing. They were starting from oral translation until the birth of interpretive products with various dynamics in them. The research question is, what are the forms of the dynamics of the study of the Quran in Indonesia. This study shows that the study of the Quran in Indonesia is moving dynamically, especially in terms of language characters and paradigms. The languages and characters used vary, ranging from Arabic and Arabic script to local-national languages and scripts (Indonesian and Latin characters), such as jawi, lontara, and pegon. Furthermore, the paradigm is also dynamic, such as textual and contextual approaches. The textual approach has characteristics dealing with the linguistic area and historical context of the Quran, not touching the context in which the Quranic verse is studied. Then the contextual approach, which is not only a linguistic aspect but also pays attention to the context both when the Quran was revealed and the context in which the Quran lives, to see the universal meaning of the Quran. In Indonesia, contextual approaches have started in the reformative or modern-contemporary era, at the end of the 20th century AD, and have developed until now.Tulisan ini menjelaskan tentang perkembangan kajian al Quran di Indonesia. Melalui pendekatan historis-analitis dapat diketahui bahwa sejak masuknya Islam ke Indonesia, kajian al Quran selalu mengalami perkembangan. Berawal dari terjemahan secara lisan, hingga lahirnya produk-produk tafsir dengan berbagai dinamika di dalamnya. Pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah terkait apa saja bentuk dinamika kajian al Quran yang terjadi di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kajian al Quran di Indonesia bergerak dinamis, terutama dalam aspek bahasa-aksara dan paradigma.  Bahasa dan aksara yang dipakai beragam, mulai dari bahasa dan aksara Arab sampai pada bahasa dan aksara lokal-nasional (bahasa Indonesia dan aksara latin), seperti aksara jawi, lontara, dan pegon. Sedangkan paradigmapun juga dinamis, yaitu pendekatan tekstual dan kontekstual.  Pendekatan tekstual memiliki karaktersitik berkutat pada wilayah linguistik dan konteks sejarah al Quran, tidak menyinggung konteks di mana ayat al Quran itu dikaji. Kemudian pendekatan kontekstual yang tidak hanya aspek linguistiknya saja, tetapi juga memerhatikan konteks saat al Quran itu diturunkan maupun konteks dimana al Quran itu hidup  untuk melihat makna universal al Quran. Di Indonesia, Pendekataan kontekstual sudah mulai terjadi di era reformatif atau modern-kontemporer, akhir abad ke-20 M dan berkembang sampai sekarang.
Dynamics of The Study of The Quran in Indonesia: Language and Paradigm Muhammad Fajri
Islam Transformatif : Journal of Islamic Studies Vol 5, No 1 (2021): January - June 2021
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (374.323 KB) | DOI: 10.30983/it.v5i1.4130

Abstract

This paper describes the development of the study of the Quran in Indonesia. Through historical-analytical approach, it shows that since the arrival of Islam in Indonesia, the study of the Quran has always been developing. They were starting from oral translation until the birth of interpretive products with various dynamics in them. The research question is, what are the forms of the dynamics of the study of the Quran in Indonesia. This study shows that the study of the Quran in Indonesia is moving dynamically, especially in terms of language characters and paradigms. The languages and characters used vary, ranging from Arabic and Arabic script to local-national languages and scripts (Indonesian and Latin characters), such as jawi, lontara, and pegon. Furthermore, the paradigm is also dynamic, such as textual and contextual approaches. The textual approach has characteristics dealing with the linguistic area and historical context of the Quran, not touching the context in which the Quranic verse is studied. Then the contextual approach, which is not only a linguistic aspect but also pays attention to the context both when the Quran was revealed and the context in which the Quran lives, to see the universal meaning of the Quran. In Indonesia, contextual approaches have started in the reformative or modern-contemporary era, at the end of the 20th century AD, and have developed until now.Tulisan ini menjelaskan tentang perkembangan kajian al Quran di Indonesia. Melalui pendekatan historis-analitis dapat diketahui bahwa sejak masuknya Islam ke Indonesia, kajian al Quran selalu mengalami perkembangan. Berawal dari terjemahan secara lisan, hingga lahirnya produk-produk tafsir dengan berbagai dinamika di dalamnya. Pertanyaan yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah terkait apa saja bentuk dinamika kajian al Quran yang terjadi di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kajian al Quran di Indonesia bergerak dinamis, terutama dalam aspek bahasa-aksara dan paradigma.  Bahasa dan aksara yang dipakai beragam, mulai dari bahasa dan aksara Arab sampai pada bahasa dan aksara lokal-nasional (bahasa Indonesia dan aksara latin), seperti aksara jawi, lontara, dan pegon. Sedangkan paradigmapun juga dinamis, yaitu pendekatan tekstual dan kontekstual.  Pendekatan tekstual memiliki karaktersitik berkutat pada wilayah linguistik dan konteks sejarah al Quran, tidak menyinggung konteks di mana ayat al Quran itu dikaji. Kemudian pendekatan kontekstual yang tidak hanya aspek linguistiknya saja, tetapi juga memerhatikan konteks saat al Quran itu diturunkan maupun konteks dimana al Quran itu hidup  untuk melihat makna universal al Quran. Di Indonesia, Pendekataan kontekstual sudah mulai terjadi di era reformatif atau modern-kontemporer, akhir abad ke-20 M dan berkembang sampai sekarang.
POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK DI ERA DIGITAL: ANALISIS QURANIC PARENTING TERHADAP Q.S YUSUF [12]:4-6 Muhammad Fajri
Mafatih Vol 2 No 1 (2022): Jurnal Mafatih : Jurnal Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir
Publisher : IAT IAIN Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/mafatih.v2i1.722

Abstract

Abstract This paper talks about the analysis of Qur'anic parenting in Q. S Yusuf: 4-6 and its relation to the communication patterns of parents and children in the digital era. The results of this study show that in today's digital era, many parents use communication patterns laissez-faire, where parents rarely interact with children, because of the impact of the full freedom given to children in using gadgets that result in parental relationships and children often experience miscommunication. Therefore, it is necessary to imitate the communication patterns applied by Yusuf and Ya'qub which use interpersonal communication patterns with an interactive model, which means that there is an open attitude, mutual trust and emotional closeness between Yusuf and his father, Ya'qub. This is evidenced by Yusuf call to his father who uses the pronunciation "ya abati", and so does Ya'qub who calls his son with the pronunciation "ya bunayya", a call that shows love, intimacy, tenderness and compassion. From the communication pattern in QS Yusuf: 4-6, it also teaches meekness, courtesy, obedience and respect for parents, attention and affection for children, and freedom of opinion. In addition, basically the Quran itself has taught the principles of communication ethics that parents can apply when communicating with children, such as qawlan ma'rufah, qawlan layyinan, qawlan balighan, qawlan ma'rufan, qawlan sadidan, and qawlan maysuran. . This is related to the current context, when parents apply the communication patterns taught in QS Yusuf: 4-6, the relationship between parents and children will be harmonious. Children will always need to interact with their parents and make them a problem solver in every problem they face, not tell their problems through social media. So, what is the ideal for every family, namely becoming a family sakinah mawaddah wa rahmah can really be realized. Tulisan ini berbicara tentang analisis Qur’anic Parenting dalam Q. S Yusuf: 4-6 dan kaitannya dengan pola komunikasi orang tua dan anak di era digital. Adapun hasil penelitian ini menunjukan bahwa di era digital saat ini, banyak orang tua menggunakan pola komunikasi yang bersifat laissez-faire, di mana orang tua jarang berinteraksi dengan anak, karena dampak dari kebebasan penuh yang diberikan kepada anak dalam menggunakan gadget yang mengakibatkan hubungan orang tua dan anak sering terjadi miskomunikasi. Oleh karena itu, perlu mencontoh pola komunikasi yang diterapkan Yusuf dan Ya’qub yang menggunakan pola komunikasi interpersonal dengan model interaktif, artinya adanya sikap terbuka, saling percaya serta kedekatan emosional antara Yusuf dan ayahnya, Ya’qub. Hal ini dibuktikan dengan panggilan Yusuf kepada ayahnya yang mengguanakn lafal “ya abati”, dan begitupun juga Ya’qub yang memanggil anaknya dengan lafal “ya bunayya”, yaitu panggilan yang menunjukan cinta, kemesraan, kelembutan dan penuh kasih sayang. Dari pola komunikasi dalam Q.S Yusuf: 4-6, juga mengajarkan tentang sikap lemah lembut, sopan santun, patuh dan hormat kepada orang tua, perhatian dan kasih sayang kepada anak, dan kebebasan berpendapat. Selian itu, pada dasarnya al-Qur’an sendiri sudah mengajarkan prinsip etika berkomunikasi yang bisa diterapkan oleh orang tua ketika berkomunikasi dengan anak, seperti qawlan ma’rufah, qawlan layyinan, qawlan balighan, qawlan ma’rufan, qawlan sadidan, dan qawlan maysuran. Kaitannya dengan konteks saat sekarang ini, ketika orang tua menerapkan pola komunikasi yang diajarkan dalam Q.S Yusuf: 4-6, maka hubungan orang tua dan anak akan terjalin harmoni. Anak akan selalu butuh berinterkasi dengan orang tua dan menjadikan mereka sebagai problem solver di setiap masalah yang dihadapinya, bukan menceritakan masalahnya lewat media sosial. Sehingga, apa yang menjadi cita-cita bagi setiap keluarga yaitu menjadi keluarga sakinah mawaddah wa rahmah benar-benar bisa terealisasikan.