Tonny Koestoni Moekasan
Balai Penelitian Tanaman Sayuran

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Analisis Kelayakan Teknis dan Finansial Teknologi Pengendalian Hama Terpadu Kentang Dataran Medium Rofik Sinung Basuki; Tonny Koestoni Moekasan; Laksminiwati Prabaningrum
Jurnal Hortikultura Vol 23, No 1 (2013): Maret 2013
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v23n1.2013.p91-98

Abstract

Usahatani kentang di dataran medium di Indonesia tidak berkembang disebabkan oleh beberapa kendala. Kendala terpenting yaitu karena produktivitasnya yang rendah. Tujuan penelitian ialah untuk menghasilkan rakitan teknologi pengendalian hama terpadu (PHT) kentang dataran medium yang lebih produktif dan menguntungkan dibandingkan teknologi konvensional yang biasa digunakan petani. Penelitian dilakukan di dataran medium di Kabupaten Majalengka (680 m dpl.), Jawa Barat dari Bulan Juli sampai dengan Desember 2009. Penelitian dilakukan melalui dua tahap yaitu (1) identifikasi teknologi budidaya kentang yang biasa digunakan petani di area penelitian dan (2) percobaan lapangan untuk membandingkan teknologi PHT dengan teknologi konvensional. Penelitian pertama dilakukan melalui survei terhadap 10 responden. Percobaan lapangan menggunakan metode petak berpasangan dengan dua perlakuan dan masing-masing perlakuan diulang empat kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rakitan teknologi PHT layak secara teknis dan finansial direkomendasikan untuk menggantikan teknologi konvensional. Dibandingkan teknologi konvensional, secara teknis teknologi PHT dikatakan layak karena dapat meningkatkan produktivitas kentang dari 16,16 t/ha menjadi  21,44 t/ha (meningkat 32,7%), dan meningkatkan proporsi hasil umbi grade A (>125 g) dari 22% menjadi 47% (meningkat 114%).  Teknologi PHT secara finansial juga dikatakan layak karena perubahan dari penggunaan teknologi konvensional ke teknologi PHT memberikan tingkat pengembalian (R) 10,76. Implikasi dari penelitian ini ialah bahwa dalam peningkatan produksi kentang dataran medium di Kabupaten Majalengka (Jawa Barat) teknologi konvensional yang biasa digunakan petani setempat sebaiknya ditinggalkan diganti dengan teknologi PHT dari Balitsa yang terbukti lebih produktif dan lebih menguntungkan.
Pengaruh Tanaman Aromatik Dalam Sistem Tanam Tumpangsari Dengan Cabai Merah Terhadap Serangan Trips dan Kutudaun (Effect of Aromatic Plants on Thrips and Aphid Infestation in Intercropping System with Hot Pepper) Tonny Koestoni Moekasan
Jurnal Hortikultura Vol 28, No 1 (2018): Juni 2018
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v28n1.2018.p87-96

Abstract

Tanaman aromatik seperti seledri dan kemangi mengandung minyak esensial yang antara lain bersifat sebagai penolak hama. Oleh karena itu tanaman tersebut dapat digunakan sebagai salah satu cara pengendalian hama dengan cara ditumpangsarikan dengan tanaman utama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana tanaman seledri dan kemangi yang ditumpangsarikan dengan cabai merah dalam menekan populasi hama trips dan kutudaun pada tanaman cabai merah. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu (1.250 m dpl.), Balai Penelitian Tanaman Sayuran di Lembang, dari bulan Maret sampai Agustus 2016.  Penelitian disusun alam rancangan acak kelompok dengan pola petak terpisah. Petak utama ialah sistem tanam (A), yang terdiri atas: (a1) tumpangsari cabai-seledri, (a2) tumpangsari cabai-kemangi, dan (a3) cabai monokultur. Anak petak ialah penyemprotan insektisida (B), yang terdiri atas: (b1) disemprot insektisida 2x/minggu dan (b2) tidak disemprot insektisida. Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak empat kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) dalam sistem tumpangsari dengan cabai, seledri dan kemangi mampu menekan populasi trips masing-masing sebesar 35,84% dan 34,76%, serta menekan populasi kutudaun masing-masing sebesar 44% dan 50,25%; (2) penggunaan seledri dan kemangi dibandingkan dengan penggunaan insektisida menunjukkan penekanan yang lebih baik terhadap trips dan kutudaun, sehingga penggunaan tanaman aromatik tersebut dalam sistem tumpangsari dengan cabai mampu menekan penggunaan insektisida hingga 100%; dan (3) penggunaan seledri dan kemangi dalam sistem tanam tumpangsari dengan cabai mampu meningkatkan hasil panen cabai masing-masing sebesar 61,89% dan 65,04%.KeywordsCabai (Capsicum annuum); Seledri (Apium graveolens); Kemangi (Ocimum basilicum); Tumpangsari; HamaAbstractAromatic plants like celery and basil contain essential oils that able to repel the pests. Therefore, these aromatic plants can be used in intercropping system to control pests of the main crop. The aim of the research was to know how far celery and basil in intercropping with hot pepper in reducing thrips and aphid infestation on hot pepper. The activity was carried out in Margahayu Research Garden (1,250 m asl.), Indonesian Vegetable Research Institute at Lembang. The experiment was arranged in a randomized block design with split plot pattern and each combination treatment was replicated four times. The main plot was planting system (A): (a1) hot pepper intercropped with celery, (a2) hot pepper intercropped with basil, and (a3) hot pepper monoculture. The sub plot was insecticide spraying (B): (b1) spray with insecticide 2x/week and (b2) without insecticide spraying. Results showed that: (1) in intercropping system with hot pepper, celery and basil were able to reduce thrips population by 35.84% and 34.76% respectively, and were able to reduce aphid population by 44% and 50,25% respectively; (2) use of celery and basil compared with insecticide showed a better suppression on thrips and aphid population, so that the use of these aromatic plants was able to reduce insecticide spraying by 100%; and (3) use of celery and basil was able to increase the hot pepper yield by 61.89% and 65.04% respectively.
Optimasi Sistem Penanaman dan Teknik Pemangkasan Tunas Pada Dua Varietas Paprika (Capsicum annuum var. Grossum) [Optimation of Planting System and Shoot Pruning in Two Sweet Pepper (Capsicum annuum var. Grossum) Varieties] Nirkadi Gunadi; Tonny Koestoni Moekasan; Laksminiwati Prabaningrum
Jurnal Hortikultura Vol 28, No 1 (2018): Juni 2018
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v28n1.2018.p77-86

Abstract

Hasil paprika sangat tergantung pada pengaturan sistem penanaman dan teknik pemangkasan tunas. Penelitian dengan tujuan untuk mengoptimasi sistem penanaman dan teknik pemangkasan tunas pada dua varietas paprika telah dilakukan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang, Jawa Barat dari bulan Mei 2011 sampai Februari 2012. Tiga faktor perlakuan yang dicoba terdiri atas sistem penanaman (satu dan dua tanaman per polibag) sebagai petak utama, sistem pemangkasan tunas (pemangkasan per buku sisa dua daun dan sisa tiga daun) sebagai anak petak dan varietas (Inspiration dan Spider) sebagai anak-anak petak dicoba dengan menggunakan rancangan petak terpisah (split plot design) dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan sistem penanaman berpengaruh nyata terhadap hasil paprika. Rata-rata hasil total dan hasil kelas buah >200 g yang ditanam dengan sistem penanaman satu tanaman per polibag berturut-turut lebih tinggi 14,1% dan 17,0% daripada tanaman yang ditanam dengan sistem penanaman dua tanaman per polibag. Perlakuan sistem pemangkasan tunas hanya berpengaruh nyata terhadap hasil kelas buah >200 g dan sistem pemangkasan sisa tiga daun memberikan hasil kelas buah >200 g lebih tinggi daripada sistem pemangkasan sisa dua daun. Hasil total, hasil kelas buah >200 g dan kelas buah 100–200 g varietas Spider lebih tinggi dan berbeda nyata dibandingkan dengan varietas Inspiration. Hasil penelitian merekomendasikan bahwa tanaman paprika sebaiknya ditanam dengan sistem satu tanaman per polibag dan sistem pemangkasan sisa tiga daun. Bila buah paprika yang diinginkan relatif besar maka varietas Inspiration yang ditanam, sedangkan bila buah dengan ukuran sedang maka varietas Spider yang ditanam.KeywordsCapsicum annuum var. Grossum; Hasil; Sistem penanaman; Sistem pemangkasan; Varietas AbstractYields of sweet peppers depend on planting system and shoot pruning system. A research with the aim to optimize planting system and shoot pruning system in two sweet pepper varieties has been carried out in the Experimental Field of the Indonesian Vegetable Research Institute in Lembang (1,250 m asl.), West Java from May 2011 until February 2012. Three treatment factors consisted of planting system (one plant and two plants planted per polybag), shoot pruning system (pruning with two leaves and three leaves remaining per node) and variety (Inspiration and Spider) were laid-out using split plot design with three replication. The results indicated that planting system treatment significantly affected the yields of sweet pepper. Average total yields and yields of fruit >200 g from plants using one plant per polybag were 14.1% and 17.0% higher than those of plants using two plants per polybag. The shoot pruning treatment significantly affected only on the yields of fruit >200 g and the shoot pruning system with three leaves remaining per node gave significantly higher yields of fruit >200 g compared to the shoot pruning system with two leaves remaining per node. The total yields, yields of fruit >200 g and yields of fruit 100–200 g of Spider were significantly higher than those of Inspiration with the average total yields of Spider 12.3% higher than Inspiration. The results suggest that sweet pepper should be planted using one plant per polybag and the shoot pruning with three leaves remaining per node. If desired the relatively big size fruit, Inspiration is recommended, however, if desired the medium-size fruit, Spider is recommended. 
Pengaruh pH Air Pelarut dan Umur Larutan Semprot terhadap Efikasi Pestisida pada Tanaman Kentang (Effect of Solvent Water pH and the Age of Spray Solution on the Efficacy of Pesticide in Potatoes) Laksminiwati Prabaningrum; Tonny Koestoni Moekasan
Jurnal Hortikultura Vol 26, No 1 (2016): Juni 2016
Publisher : Indonesian Center for Horticulture Research and Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jhort.v26n1.2016.p113-120

Abstract

Dua dari banyak faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan penyemprotan pestisida ialah pH air pelarut dan umur larutan semprot. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh kedua faktor tersebut terhadap efikasi insektisida dan fungisida yang digunakan untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman kentang. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai Oktober 2015 di Kebun Percobaan Margahayu (1.250 m dpl.), Balai Penelitian Tanaman Sayuran di Lembang. Penelitian disusun menggunakan rancangan acak kelompok pola faktorial dan tiap kombinasi perlakuan diulang enam kali. Macam perlakuan yang diuji ialah: (A) umur larutan semprot (a1: larutan semprot dibuat sehari sebelum aplikasi dan a2: larutan semprot dibuat sesaat sebelum aplikasi) dan (B) pH air pelarut (b1: pH 5 dan b2: pH 8). Pestisida yang digunakan ialah abamektin, spinosad, dan klorotalonil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) larutan semprot yang disimpan hingga 1 hari tidak memengaruhi efikasi insektisida abamektin dan spinosad serta fungisida klorotalonil terhadap OPT tanaman kentang, (2) air pelarut dengan pH 8 menurunkan efikasi insektisida abamektin, spinosad, dan klorotalonil terhadap OPT tanaman kentang, dan (3) tanaman kentang yang disemprot insektisida abamektin dan spinosad serta fungisida klorotalonil dengan pH air pelarut 5 menghasilkan ubi dengan bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kentang yang disemprot insektisida dan fungisida yang sama tetapi dengan pH air 8.KeywordsAbamektin; Spinosad; Klorotalonil; Hama dan penyakit; pH masam;  pH basa; KentangAbstractMany factors affect the success of the control and two of them are solvent water pH and age of the spray solution. The aim of the research was to determine the effect of age of solution and solvent water pH on the efficacy of insecticide and fungicide used for controlling pests and disease of potato crops. The research was conducted from July to October 2015 in the Margahayu Experimental Garden (1,250 m asl.), Indonesian Vegetable Research Institute at Lembang. The experiment was compiled using a factorial randomized complete block design and each treatment combination was repeated six time. Treatments tested were: (A) age of spray solution ( a1: the spray solution made a day before application and a2: the spray solution made just before application) and (B) solvent water pH (b1: pH of 5 and b2: pH of 8). Pesticides used were abamectin, spinosad and chlorothalonil. The results showed that (1) the spray solution stored until 1 day did not affect the efficacy of abamectin, spinosad, and chlorothalonil against pests and disease of potato crops, (2) the efficacy of abamectin, spinosad, and chlorothalonil at solvent water pH of 8 decreased, and (3) the potato crops sprayed with abamectin, spinosad, and chlorothalonil at solvent water pH of 5 produced higher yield than the crops sprayed with the same pesticide at solvent water pH of 8.