Dewi Sintha Bratanata
Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Spiritualitas Makan Bersama: Interkoneksi Sesama Ciptaan dalam Praktik Pemeliharaan Alam Christina Dameria; Dewi Sintha Bratanata
KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi Vol 7, No 2 (2021): KENOSIS: JURNAL KAJIAN TEOLOGI
Publisher : IAKN Ambon

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37196/kenosis.v7i2.331

Abstract

Eating together is a culture that was born along with human civilization. Eating together becomes a symbol in both religious and cultural rituals. Christianity notes that eating together becomes a medium in spreading the gospel that Jesus and His disciples did. The symbolic meaning presented in the practice or culture of eating together is acceptance and fellowship. Acceptance is defined as a space to acknowledge the equality of fellow human beings, which creates a sense of solidarity. At the same time, the fellowship provides space to connect. In addition, eating together fulfills the body's physical needs for hunger and restores the freshness of the soul from fatigue. This article tries to connect symbols in eating together to present spirituality in viewing other creations, namely nature that has been damaged. Natural damage needs to be seen as a reality that must be faced and resolved t in the spirituality of eating together. Another creation is nature being the poor, oppressed, marginalized and sick. The solidarity presented in the moment of eating together becomes a new perspective in seeing the context of the destruction of nature and the awareness to build the disconnected interconnection of fellow creations.AbstrakMakan bersama merupakan budaya yang lahir seiring dengan peradaban manusia. Makan bersama menjadi simbol baik dalam ritual keagamaan maupun budaya. Kekristenan mencatat bahwa makan bersama menjadi sebuah media dalam mengabarkan Injil yang dilakukan Yesus dan para murid-Nya. Makna simbolik yang dihadirkan dalam ritual atau budaya makan bersama adalah penerimaan dan persekutuan. Penerimaan diartikan sebagai sebuah ruang untuk mengakui adanya persamaan terhadap sesama manusia yang menimbulkan rasa solidaritas. Sedangkan persekutuan memberikan ruang untuk saling terhubung satu dengan yang lain. Selain itu makan bersama tidak sekadar memenuhi kebutuhan fisik tubuh akan rasa lapar tetapi juga mengembalikan kesegaran jiwa akan rasa lelah. Artikel ini mencoba menghubungkan simbol-simbol dalam makan bersama untuk menghadirkan spiritualitas dalam memandang ciptaan lain yaitu alam yang telah rusak. Kerusakan alam perlu dipandang sebagai sebuah kenyataan yang harus dihadapi dan diselesaikan bersama dalam spiritualitas makan bersama. Ciptaan lain yaitu alam menjadi yang miskin, tertindas, tersingkir dan sakit. Solidaritas yang dihadirkan dalam momen makan bersama menjadi sebuah perspektif baru dalam melihat konteks kerusakan alam dan kesadaran untuk membangun interkoneksi sesama ciptaan yang terputus.
Gereja dan Orang dengan Disabilitas (Survei Pemahaman Anggota Jemaat Gereja terhadap Kehadiran dan Pelayanan bagi Orang dengan Disabilitas) Anggi Maringan Hasiholan; Herman Yanto Nainggolan; Dewi Sintha Bratanata
Jurnal Teologi Berita Hidup Vol 6, No 1 (2023): September 2023
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Berita Hidup

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38189/jtbh.v6i1.432

Abstract

People with disabilities are the image of God and are often discriminated against in the church. Discrimination is done because people with disabilities are considered different from other people. Therefore, a phenomenological study is needed to understand the congregation. This research examines the congregation's understanding of the presence of people with disabilities in the church. The research method used is quantitative through a google form. The sample congregation is Gereja Kemenangan Iman Indonesia Bekasi. The research results show that GKII Bekasi is not hospitable to people with disabilities. Therefore, special attention is needed for people with disabilities and themes that discuss the existence of people with disabilities. The researcher suggested several theological themes from the perspective of disability that need to be developed, namely the destruction of sin and disability, self-identity healing, wholeness and disability, theology of the body, and hospitality for people with disabilities. Such actions will destroy the negative stigma of the congregation.Orang dengan disabilitas merupakan citra Allah yang sering didiskriminasi di gereja. Diskriminasi dilakukan karena orang dengan disabilitas dianggap berbeda dari orang yang lain dan dalam keadaan normal sebagai manusia. Anggapan ini perlu diafirmasi dengan data lapangan untuk dapat menjadi bahan pertimbangan gereja dalam merespons perjumpaan dan kehadiran orang dengan disabilitas di gereja. Penelitian ini bertujuan untuk memeriksa pemahaman jemaat tentang keberadaan orang dengan disabilitas yang ada di gereja. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif melalui Google form. Sampel jemaat adalah Gereja Kemenangan Iman Indonesia Bekasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa GKII Bekasi belum menunjukkan keramahtamahan terhadap orang dengan disabilitas yang tercermin dari persepsi jemaat dan keterlibatan orang disabilitas dalam pelayanan gerejawi. Oleh karena itu, diperlukan perhatian khusus bagi orang dengan disabilitas dan tema-tema yang membahas keberadaan orang dengan disabilitas. Peneliti menyarankan beberapa tema tentang teologi dari perspektif disabilitas yang perlu dikembangkan yaitu menghancurkan pemahaman dosa dan disabilitas, penyembuhan identitas diri, keutuhan dan disabilitas, teologi tubuh, dan hospitalitas bagi orang dengan disabilitas. Tindakan-tindakan demikian akan menghancurkan stigma negatif dari jemaat.