Supriyadi Ahmad
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Tanggung Jawab Hukum Perusahaan Penyelenggara Ibadah Umrah Fadilatun Nisa; Supriyadi Ahmad; M. Nuzul Wibawa
JOURNAL of LEGAL RESEARCH Vol 1, No 3 (2019)
Publisher : Faculty of Sharia and Law State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/jlr.v1i3.13879

Abstract

Abstract.This paper examines First Travel's responsibilities in terms of civil, criminal, administrative law for the alleged crime. The results showed that First Travel had committed a crime of fraud, embezzlement, and money laundering with the Umrah mode. This study uses a normative legal research method using the law approach and case approach. The results showed that the number of victims reached thousands of prospective Umrah pilgrims, with losses of up to billions of rupiah. The owner of First Travel is subject to imprisonment of twenty years and eighteen years and a fine of ten billion rupiah.Keywords: Responsibility, PT. First Travel, Jamaat, Failed to Leave 
Hoaks Dalam Kajian Pemikiran Islam dan Hukum Positif Supriyadi Ahmad; Husnul Hotimah
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 5, No 3 (2018)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v5i3.10366

Abstract

Abstract:Hoaks originating from "focus pocus" originally from Latin "hoc est corpus", means false news. Hoaks also comes from English, namely Hoax, which means fake news. Terminologically, hoax is a false message in an attempt to deceive or influence readers or dealers to believe something, even though the source of the news delivered is completely baseless. Ahead of the Legislative and Presidential Elections in Indonesia 2019, hoaks have entered the political sphere which can threaten the nation's unity and unity. In the perspective of Islamic thought, hoax is a public lie or dissemination of information that is misleading and even defame the other party. The hoax maker is classified as a party that harms others and the hoaxes made are categorized as ifki hadith or false news. Therefore, the perpetrators were threatened with very severe torture. In a positive legal perspective, hoax is a charge of false and misleading news, a content that creates hatred or hostility of certain individuals and/or groups based on ethnicity, religion, race, and between groups (SARA). The culprit can be punished with a maximum of ten years in prison.Keywords: Hoax, Islamic Studies, Positive Law. Abstrak:Hoaks yang berasal dari “hocus pocus” aslinya dari bahasa Latin “hoc est corpus”, berarti berita bohong. Hoaks juga berasal dari Bahasa Inggris Hoax, yang berarti berita palsu. Secara terminologis, hoaks merupakan sebuah pemberitaan palsu dalam usaha untuk menipu atau mempengaruhi pembaca atau pengedar untuk mempercayai sesuatu, padahal sumber berita yang disampaikan adalah palsu tidak berdasar sama sekali. Menjelang Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden di Indonesia tahun 2019, hoaks telah memasuki ranah politik yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam perspektif pemikiran Islam, hoaks adalah pembohongan publik atau penyebaran informasi yang menyesatkan dan bahkan menistakan pihak lain. Pembuat hoaks digolongkan sebagai pihak yang merugikan orang lain dan hoaks yang dibuatnya dikategorikan sebagai haditsul ifki atau berita bohong. Oleh karena itu, penyebarnya diancam dengan siksa yang sangat berat. Dalam perspektif hukum Positif, hoaks merupakan muatan berita bohong dan menyesatkan, muatan yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Pelakunya dapat dihukum dengan penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.Kata Kunci: Hoaks, Kajian Islam, Hukum Positif
Moderasi Beragama Perspektif Buya Syafii Maarif dan Lukman Hakim Saifuddin: Sebuah Kajian Komparatif, Konseptual, Dan Implementatif Supriyadi Ahmad
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 10, No 3 (2023)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v10i3.33887

Abstract

Religious moderation is a kind of discourse that relatively new and has been proposed by the Indonesian Ministry of Religion since 2019. Various reactions have emerged from the public, including pros and cons. The comparative thoughts of two national figures from Muhammadiyah and Nahdlatul Ulama, Syafii Maarif and Lukman Saifuddin regarding the concept and implementation of religious moderation described in this article. The research method used is library research, taken from the main works of the two figures as primary data, while secondary data taken from various written works by scholars in the form of books, magazines, freelance writing on social media, and alike. The conclusions of this study are as follows: The concept of religious moderation proposed by Syafii Maarif is religion as the basis for the revival of the nation, Indonesian Islam, democratic Islam, and modern Islam. Meanwhile, the religious moderation offered by Lukman Saifuddin is an attitude and view that is not excessive, not extreme, and not radical (tatharruf). This has been carried out as an endeavor and dynamic process to build perspectives, attitudes and religious practices in a fair way and balanced manner. The aim of religious moderation raised by Syafii Maarif is the forming of a society that is peaceful, harmonious, tolerant and upholds a sense of unity between nations and countries.Keywords : Religious Moderation,  Syafii Maarif, Lukman Hakim Saifuddin, Comparative, Conceptual,  and Implementative AbstrakModerasi beragama merupakan diskursus yang relatif baru yang diwacanakan oleh Kementerian Agama RI sejak tahun 2019. Berbagai reaksi muncul dari masyarakat antara yang pro dan yang kontra. Artikel ini membandingkan pemikiran dua tokoh nasional dari Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, yaitu   Ahmad Syafii Maarif dan Lukman Hakim Saifuddin tentang konsep dan implementasi moderasi beragama. Metode penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library reseach)  dengan data primer diambil dari karya utama kedua tokoh tersebut, dan data sekunder diambil dari berbagai karya tulis para cendekiawan baik yang berbentuk buku, majalah, tulisan lepas di media sosial, atau yang sejenis. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Konsep moderasi beragama yang dimajukan oleh  Syafii Maarif adalah agama sebagai landasan kebangkitan bangsa, Islam keIndonesiaan, Islam demokratis,  dan Islam modernitas. Sedangkan moderasi beragama yang ditawarkan oleh Lukman Hakim Saifuddin adalah sikap dan pandangan yang tidak berlebihan, tidak ekstrem, dan tidak radikal (tatharruf). Hal ini dilakukan sebagai  ikhtiar dan proses dinamis dari upaya membangun cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama secara adil dan seimbang. Tujuan modersi beragama yang dimunculkan oleh Buya Ahmad Syafii Maarif dengan terciptanya masyarakat yang damai, harmonis, toleran,  dan menjunjung tinggi rasa kesatuan antar bangsa dan negara.Kata Kunci: Moderasi Beragama, Buya Ahmad Syafii Maarif, Lukman Hakim Saifuddin, Komparatif, Konseptual, dan Implementatif