Vinca Fransisca Yusefin
Universitas Langlangbuana

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

Penggunaan Lie Detector (Alat Pendeteksi Kebohongan) dalam Proses Penyidikan Terhadap Tindak Pidana Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Vinca Fransisca Yusefin; Sri Mulyati Chalil
Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum Vol 17 No 2 (2018): Wacana Paramarta: Jurnal Ilmu Hukum XVII:2:2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Langlangbuana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32816/paramarta.v17i2.58

Abstract

Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ayat (1) menyebutkan tentang alat bukti yang sah. Lie detector sebagai sarana pendukung proses pengungkapan keterangan tersangka dalam tahap proses penyidikan guna membuat terang suatu perkara, khususnya dalam kasus pembunuhan Angeline dan kasus Pembunuhan berencana yang dilakukan Jessica Kumala Wongso. Lie detector dalam fungsinya untuk mendeteksi kebohongan dengan keakuratannya yang mencapai 90% ditambah beberapa polemik kasus yang kerap kali sulit untuk dipecahkan menyebabkan urgensi dari penggunaan alat ini semakin meningkat, khususnya dalam ruang lingkup penyidikan kasus tindak pidana. Pemeriksaan dengan menggunakan lie detector juga dilakukan terhadap tersangka kasus pembunuhan Angeline yang hasilnya meyakinkan penyidik bahwa Magriet menjadi tersangka utama. Adapun identifikasi masalah dalam penelitian ini membahas tentang apakah yang menjadi urgensi penggunaan lie detector (alat pendeteksi kebohongan) dalam tahap proses penyidikan terhadap tindak pidana pembunuhan berencana dan bagaimanakah kedudukan lie detector (alat pendeteksi kebohongan) dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui urgensi penggunaan lie detector (alat pendeteksi kebohongan) dalam tahap proses penyidikan terhadap tindak pidana pembunuhan berencana dan kedudukan lie detector (alat pendeteksi kebohongan) dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Hasil penelitian ini adalah lie detector memiliki urgensi dalam penggunaannya pada tahap penyidikan kasus tindak pidana pembunuhan berencana yang sulit untuk dipecahkan sebagai instrument untuk menggali keterangan tersangka guna mendapatkan persesuaian dengan alat bukti sehingga menghasilkan sebuah fakta yang sebenarnya dan kedudukan lie detector sebagai sarana pendukung pemeriksaan proses penyidikan, hasil print out lie detector ini berguna sebagai pelengkap berkas penyidikan yang dikuatkan oleh keterangan ahli psikologi forensik sehingga keterangan ahli dari hasil analisa gambar grafik dari print out pemeriksaan lie detector tersebut dapat menjadi alat bukti yang sah sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yakni sebagai alat bukti keterangan ahli.