Marulak Pardede
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum, Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Implikasi Hukum Kontrak Karya Pertambangan terhadap Kedaulatan Negara Marulak Pardede
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 18, No 1 (2018): Edisi Maret
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (574.619 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2018.V18.1-21

Abstract

Pertambangan termasuk kekayaan alam atau sumber daya alam yang terpenting dalam dunia modern, keberadaannya merupakan sesuatu yang tidak dapat diabaikan dalam menunjang perkembangan ekonomi dan kemakmuran semua negara, terlepas di tingkat kemajuan negara. Pertambangan juga merupakan aset yang perlu diperhitungkan, begitupun dengan negara Indonesia. Tetapi dalam kenyataannya telah menimbulkan dilema, di satu pihak sumber daya mineral perlu dikembangkan menjadi kekayaan nasional yang nyata bagi kepentingan kesejahteraan yang memadai untuk mengusahakannya, namun dipihak lain pemanfaatannya belum optimal apakah karena keterbatasan modal dalam negeri maupun kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang terampil dan teknologi tinggi. Oleh karena tidak memungkinkan bagi pemerintah Indonesia untuk mengelola sumber daya alam yang ada dengan modal sendiri, maka peluang yang masih tersedia dan memiliki peluang besar adalah investasi modal asing. Melihat Kontrak Karya yang ada saat ini, menjadi pertanyaan apakah kontrak karya yang dibuat oleh pemerintah pusat dengan perusahaan pertambangan telah didasarkan pada amanat konstitusi Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Dengan menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis; dan tipe penelitian ini adalah deskriptif; serta alat penelitian yang dipergunakan adalah studi kepustakaan/library studies, dan studi dokumen dari bahan primer dan sekunder, dan metode analisis data kualitatif, dapat dikemukakan bahwa: Kontrak karya yang merupakan perjanjian baku, seharusnya memberikan porsi keuntungan yang lebih kepada bangsa Indonesia sebagai pemilik sumber daya alam, karena dimilikinya posisi tawar yang lebih tinggi. Dalam kenyataannya, dengan menjadi pihak dalam kontrak karya, tidak menjadikan pemerintah Indonesia memiliki posisi tawar yang seimbang mungkin.Untuk dapat mengakomodasikan kepentingan masyarakat yag ditinjau dari sisi kontrak kerjasama di bidang pengusahaan pertambangan, diperlukan revisi atas existing contracts dengan memasukkan ketentuan-ketentuan yang secara hukum mengikat pelaku usahadan Pemerintah, khususnya yang berkaitan dengan aspek community development dan pelaksanaan tanggung jawab sosial pelaku usaha.
Legitimasi Pemilihan Kepala/Wakil Kepala Daerah dalam Sistem Pemerintahan Otonomi Daerah Marulak Pardede
Jurnal Penelitian Hukum De Jure Vol 18, No 2 (2018): Edisi Juni
Publisher : Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (359.105 KB) | DOI: 10.30641/dejure.2018.V18.127-148

Abstract

Pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) menimbulkan permasalahan hukum sehubungan dengan dilakukan dengan cara hanya memilih kepala daerah saja atau bersama sama satu paket dengan wakilnya. Aturan yang berlaku dewasa ini, pilkada hanya untuk memilih kepala daerah, tidak termasuk wakilnya. Sebagai konsekuensinya wakil kepala daerah tidak otomatis menggantikan kepala daerah yang berhalangan tetap, tetapi harus dilakukan  pemilihan melalui DPRD, dengan calon yang diajukan oleh partai pengusung kepala daerah yang diganti. Berdasarkan fakta, pilkada satu paket menimbulkan persoalan setelah mereka terpilih dan memerintah diantara kepala dan wakilnya. Legitimasi kepala daerah dan wakilnya mempunyai derajat yang berbeda, dua-duanya jabatan politik, bukan jabatan karier. Permasalahan hukum tentang legitimasi kepemimpinan kepala daerah dan wakil, dapat dikemukakan sebagai berikut, yaitu: Bagaimanakah dinamika perkembangan hukum tentang pemilihan kepala/wakil kepala daerah di Indonesia?; dan Bagaimanakah legitimasi pemilihan kepala/wakil kepala daerah dalam pemerintahan otonomi daerah di Indonesia? Dengan menggunakan metode perbandingan hukum dan metode pendekatan yuridis normatif dan sosiologis; serta tipe penelitian deskriptif; Alat Penelitian studi kepustakaan/normatif (library studies), dan studi dokumen (documentary studies) dari bahan primer dan sekunder, dan metode analisis data kualitatif, dapat dikemukakan bahwa: Dengan hanya memilih kepala daerah, berarti telah sesuai dengan amanat Pasal 18 Ayat 4 UUD 1945, yaitu hanya memilih kepala daerah saja (gubernur, walikota, bupati). Tidak ada ketentuan di dalam konstitusi yang mengatur tentang wakil kepala daerah, sebagaimana diaturnya ketentuan tentang wakil presiden.Wakilnya dipilih sendiri oleh kepala daerah terpilih, sesuai juga dengan Perpu Pilkada. Oleh karenanya di masa mendatang sistem pemilihan kepala daerah perlu ditinjau ulang.