Kornelius Benuf
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Online Dispute Resolution sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis Financial Technology di Indonesia Iqbal Satrio Putra; Budi Santoso; Kornelius Benuf
Simbur Cahaya VOLUME 27 NOMOR 2, DESEMBER 2020
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (535.683 KB) | DOI: 10.28946/sc.v27i2.1035

Abstract

Era industri 4.0 ditandai dengan masif nya perkembangan dan pemanfaatan teknologi informasi dalam kehidupan masyarakat. Sebagai contoh layanan jasa keuangan yang dulunya dilakukan secara bertatap muka, di era industri 4.0 seperti sekarang ini, layanan jasa keuangan bisa dilakukan melalui internet. Teknologi Keuangan (Fintech) adalah layanan jasa keuangan digital yang menawarkan dan menyediakan kenyamanan dan kecepatan layanan keuangan. Munculnya Fintech tentu memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan layanan keuangan. Fintech pada tulisan ini lebih dikhususkan pada Fintech Peer to Peer Lending (Fintech P2PL). Karena sifat layanan jasa keuangan yang diberikan oleh Fintech P2PL adalah secara online, maka memungkinkan para pihak dalam penyelenggaraan Fintech P2PL berada dalam jarak yang sangat jauh, misalnya antar pulau bahkan antar negara. Ketika ada suatu permasalahan hukum terjadi antar pihak maka tidak dimungkinkan untuk diselesaikan secara bertatap muka, karena akan memakan biaya yang mahal. Karenanya penting untuk dirancang aturan mengenai alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis Financial Technology di Indonesia, mengingat hingga saat ini belum ada pengaturan mengenai hal a quo. Metode penulisan yang digunakan adalah yuridis normatif, menggunakan data sekunder dengan menganalisis bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa alternatif penyelesaian sengketa bisnis Financial technology khususnya Fintech P2PL di Indonesia harus dilakukan secara online (Online Dispute Resolution).
Relevansi Nilai Ketuhanan dan Nilai Kemanusiaan dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Supriardoyo Simanjuntak; Kornelius Benuf
DIVERSI : Jurnal Hukum Vol 6 No 1 (2020): Diversi Jurnal Hukum
Publisher : UNIVERSITAS ISLAM KADIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (225.762 KB) | DOI: 10.32503/diversi.v6i1.890

Abstract

Tulisan ini akan membahas relevansi Nilai Ketuhanan dan Nilai Kemanusiaan dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Tujuan dari tulisan ini adalah mengetahui relevansi Nilai Ketuhanan dan Nilai Kemanusiaan dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa strategi yang “jitu” dalam pencegahan tindak pidana korupsi harus dilakukan dengan berbagai cara diantaranya perubahan mental dan moral aparatur penyelenggara dan pengelola keuangan negara, peningkatan dan penyempurnaan reformasi birokrasi nasional dari pusat sampai ke daerah dan penguatan budaya anti korupsi masyarakat. Relevansi Nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia diwujudkan dalam mengadopsi nilai Ketuhanan dan Nilai Kemanusiaan. Penanaman nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan diharapkan mampu menciptakan prilaku yang tidak korup sebab nilai Ketuhanan dan Nilai Kemanusiaan mencerminkan hubungan yang baik antara manusia dengan Tuhan sebagai penciptanya dan hubungan yang baik antara manusia dengan sesamanya. Hal tersebutlah yang menjadi relevansi nilai Ketuhanan dan nilai Kemanusiaan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
STRATEGI ANTISIPASI OVER KAPASITAS LAPAS SUATU REFLEKSI ATAS KEBIJAKAN PENCEGAHAN PENYEBARAN COVID-19 Samuel Arsheldon; Supriardoyo Simanjuntak; Kornelius Benuf
ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan Vol 14, No 1 (2020): ADLIYA : Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (762.488 KB) | DOI: 10.15575/adliya.v14i1.8553

Abstract

AbstractThe release policy of prisoners and children in the context of preventing and overcoming the spread of Covid-19, raises the pros and cons in the community. For those who are contra, this policy is considered inappropriate because it is considered to be able to add to unrest in the midst of a community that is suffering from a pandemic. This research discusses the problem of the prisoner-based prisoner release policy, and will provide a solution to the main problem facing Indonesia today, which is over-capacity prison. The research method used is normative juridical using secondary data, in the form of primary and secondary legal materials, obtained through literature study analyzed descriptively analytically. Based on the research results, it is known that if there are still at least two additional conditions, assimilation and integration are applied; Provision of assimilation and integration must involve super­visory judges and observers to be asked for their consideration and Risk Assessment. Furthermore, in the long term, in anticipating overcapacity in community institutions, it will immediately pass the Criminal Code Bill that has the concept of Criminal and Criminal Individualization, which is expected to be able to provide protection and welfare for the community and still pay attention to the interests of criminal offenders  AbstrakKebijakan pembebasan narapidana dan anak dalam rangka pencegahan dan penang­gulangan penyebaran Covid-19, menimbulkan pro-kontra di tengah masyarakat. Bagi kalangan yang Kontra, kebijakan ini dinilai kurang tepat karena dianggap dapat menam­bah keresahan di tengah-tengah masyarakat yang sedang terpuruk akibat pandemi. Penelitian ini membahas permasalahan tentang kebijakan pembebasan warga binaan pemasyarakatan, dan akan memberikan solusi terhadap permasalahan utama yang dihadapi Indonesia saat ini yaitu over kapasitas Lapas. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan meng­gunakan data sekunder, berupa bahan hukum primer dan sekunder, yang diperoleh melalui studi kepustakaan dianalisis secara deskriptif analitis. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa apabila tetap diber­lakukan asimilasi dan integrasi setidaknya ada dua syarat tambah­an yaitu; Pemberian asimilasi dan integrasi harus melibatkan hakim pengawas dan pengamat untuk dimintai pertimbangannya dan Risk Assessment (penakaran resiko). Selanjutnya untuk jangka panjang dalam mengantisipasi over kapasitas di lembaga pemasyarakat maka segera mengesahkan RUU KUHP yang mempunyai konsep Individu­ali­sasi Pidana dan Pemi­dana­an  yang diharapkan mampu memberikan perlin­dung­an dan kesejahteraan masyarakat serta tetap memperhatikan kepen­tingan pelaku tindak pidana.