Dwi Wahyuningsih Choiriyah
Unknown Affiliation

Published : 1 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search

APAKAH BUKU CERITA DAPAT MENGURANGI KEBIASAAN MENGOMPOL? (STUDI KASUS BIBLIOTHETAPY PADA ANAK DENGAN ENURESIS) Dwi Wahyuningsih Choiriyah
Proyeksi: Jurnal Psikologi Vol 9, No 2 (2014): Jurnal Psikologi Proyeksi VOL. 9 No. 2 Oktober 2014
Publisher : Faculty of Psychology Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30659/jp.9.2.37-47

Abstract

Enuresis, bed-wetting, atau perilaku mengompol merupakan perilaku yang muncul dalam kondisi tertentu pada anak dan remaja. Herbert (2005) menjelaskan bahwa enuresis terjadi jika anak yang berusia lebih dari 6 tahun masih memiliki kebiasaan mengompol. Subjek adalah anak berusia 9 tahun dengan kebiasaan mengompol dan kurang baik dalam merawat diri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengurangi perilaku mengompol pada anak usia 9 tahun dan meningkatkan perawatan diri. Metode studi kasus digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan gambaran secara detail mengenai perilaku mengompol dan penanganannya. Intervensi diberikan secara integratif dalam lima kali pertemuan. Intervensi berupa psikoedukasi, bibliotherapy, token economy, dan modifikasi lingkungan. Hasilnya menunjukkan bahwa subjek menunjukkan perubahan perilaku. Frekuensi mengompol subjek sudah berkurang. Subjek juga sudah lebih baik dalam melakukan perawatan diri, misalnya mandi dan mengganti pakaian, mencuci baju atau sprei dengan sabun. Intervensi yang integratif cukup efektif untuk diterapkan pada anak usia 9 tahun. Subjek tampak lebih percaya diri dan bahagia ketika ia mampu mengurangi perilaku mengompolnya. Subjek tidak malu lagi ketika berinteraksi dengan temantemannya. Adapun ketika terjadi kecelakaan dan mengompol, subjek tidak lagi menyembunyikan bekas ompolnya. Subjek bertanggung jawab dengan membersihkan bekas ompol dan menjemur kasurnya. Berdasarkan usianya, subjek masih membutuhkan banyak bimbingan dan pengawasan untuk memertahankan atau meningkatkan perilakunya. Intervensi lebih lanjut diperlukan untuk mengatasi kebutuhan subjek akan pengakuan dan penghargaan. Hal ini diperlukan agar subjek dapat hidup lebih mandiri ketika berada di panti asuhan, setelah meninggalkan pusat trauma.