Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisir, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Dalam kaitannya korporasi sebagai subjek hukum pada tindak pidana lingkungan hidup dirumuskan pada pasal 1 angka 32 UUPPLH, setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum mapun yang tidak berbadan hukum. Dalam konteks tindak pidana korporasi lingkungan hidup masih belum bias menjerat korporasi dalam sanksi pidana dikarena belum adanya paying hukum terkait tata cara penanganan tindak pidana lingkungan hidup yang dilakukan oleh korporasi. Dengan disahkannya Perma No. 13 Tahun 2016 tentang tata cara penanganan tindak pidana korporasi memberikan pijakan bagi penegakan hukum pidana, tujuan penelitian ini mengetahui bentuk pertanggung jawaban pidana korporasi lingkungan hidup serta akibat hukum pasca disahkan Perma no. 13 tahun 2016, metode penelitian ini menggungakan metode yuridis normatif serta menggungakan pendekatan statue approach yaitu pendekatan melalui perundang undangan, hasil dari penelitian ini adalah Perma No. 13 tahun 2016 ini menjadikan landasan yang kuat guna menjerat korporasi dalam melakukan tindak pidana lingkungan hidup. Pasal 4 Perma No. 13 tahun 2016, korporasi dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana sesuai dengan ketentuan pidana korporasi dalam undang-undang yang mengatur tentang korporasi. Apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada:a. Badan usaha; dan/atau b. Orang yang member perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut. Akibat hukum yang dapat dibebankan pada korporasi dalam melakukan tindak pidana lingkungan hidup diatur dalam Pasal 97 sampai Pasal 119 UUPPLH Kata Kunci : Korporasi, Tindak Pidana, Pertanggungjawaban pidana, Akibat Hukum