Word Health Organizaion Regional Office for Europe mengeluarkan Interim Guidance sebagai panduan dalam menghadapi wabah Covid-19 di lingkungan penjara atau tempat penahanan lainnya yang menjelaskan bahwa mereka yang berada dilingkungan tersebut lebih rentan terhadap infeksi dan penularan covid-19. Berdasrkan Interim Guidance tersebut Menteri Hukum dan HAM RI mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 yang menerapkan asimilasi di rumah dalam rangka pencegahan covid-19. Keputusan tersebut bagi banyak sebagian orang dianggap suatu kesempatan guna membebaskan narapidana tertentu serta bertentangan dengan peraturan sebelumnya mengenai pelaksanaan asimilasi yang diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor Nomor 18 Tahun 2019 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia No.3 Tahun 2018. Untuk mengkaji permasalahan dalam artikel ini penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif yakni dengan mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku serta keputusan yang ada atau diterapkan terhadap permasalahan/konflik hukum tertentu. Sehingga dapat memberikan preskripsi hukum dan kesimpulan apakah pelaksanaan asimilasi di rumah legal secara hukum. Dalam peraturan terkait ditemukan asas mutatis mutandis guna perubahan atas kondisi “force majure” serta merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam “Salus populi suprema lex esto” yaitu bahwa hendaknya keselamatan rakyat menjadi hukum tertinggi.