Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Menunggu Kiprah Negara Pada Sekolah Rumahan Versi Komunitas Samin: Studi Kasus di Kudus Jawa Tengah Moh. Rosyid; Lina Kushidayati
PATTINGALLOANG Vol. 7, No. 3, Desember 2020
Publisher : Universitas Negeri Makassar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26858/jp.v7i3.16948

Abstract

Tujuan ditulisnya naskah memahami model sekolah rumahan warga Samin di Kudus Jawa Tengah. Data diperoleh dengan wawancara, observasi, dan mengkaji pustaka, dianalisis pendekatan deskriptif kualitatif. Samin awalnya dimotori Ki Samin Surosentiko melawan kolonial Belanda di Blora menyebar hingga di Kudus hingga kini. Warga Samin tidak sekolah formal tapi sekolah rumahan bertujuan memproteksi generasinya agar tidak terbawa dinamika kekinian. Materi pembelajarannya tidak:drengki (memfitnah), srei (serakah), panasten (mudah tersinggung/membenci sesama), dawen (mendakwa tanpa bukti), kemeren (iri hati), nyiyo marang sepodo (menista sesama), dan menjauhi lima pantangan: bedok (menuduh), colong (mencuri), pethil; jumput; dan nemu wae ora keno; pantangan menemukan barang. Warga Samin tak sekolah formal karena masih mempertahankan ajaran leluhur dengan tradisi tutur, pendidiknya adalah orangtua dan tokohnya, hasil evaluasinya perilaku hidupnya. Obsesi orang Samin nglayani, ngrawat, glindungi ajaran Ki Samin dalam hal tata cara, tata krama, tata darma agar akar tradisi adiluhung terawat. Keberhasilan sekolah rumahannya berperilaku sebagaimana ajarannya imbas orangtua dan tokoh perilakunya dapat ditauladani. Negara harus hadir memberi pencerahan secara berkesinambungan agar kurikulumnya mengarah pada pendidikan formal atau kesetaraan dan kearifan lokalnya tak tercerabut dari akar budayanya. Peran negara, materi ajarnya dikembangkan sebagaimana homeschooling formal dengan pendekatan persuasif dan berkesinambungan.Kata Kunci: jati diri, konsisten, dan kearifan lokal. AbstractThis article describes the model homeschooling at Samin community in Kudus, Central Java. Samin is Javanese ethnic community the originally driven by Ki Samin Surosentiko against invaders in Blora, Central Java. its existence extends to city Kudus until now. This article is to explore Samin no formal school purposed generation protected so that slip up present life. This research data were obtained by interview, participatory observation, and literature review. Data collection was analyzed using a qualitative descriptive approach. This curriculum are not slander (drengki), greedy (srei), hate others (panasten), indict without evidence (dawen), envy (kemeren), contempt fellow (nyiyo marang sepodo), and stay five away from abstinence are accuse (bedok), steal (colong), shoplifting (pethil-jumput); and don’t want to find goods (nemu wae ora keno). Samin community don’t formal school for maintain the teachings, inherit the speech in speech, educated by parent and figure, the evaluated in his life.The state must be present explaining by sustainable developed the matter learning for homeschooling formal by persuasive approach.Keywords: identity, consistence, local wisdom.  
Urgensi Diversifikasi Destinasi Wisata Religi untuk Kesejahteraan: Studi Kasus di Kudus Moh. Rosyid
TAWAZUN : Journal of Sharia Economic Law Vol 2, No 2 (2019): Tawazun: Journal of Sharia Economic Law
Publisher : Sharia Faculty Islamic Economic Law Study Department

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/tawazun.v2i2.5819

Abstract

Naskah ini ditulis bertujuan mewacanakan pentingnya destinasi wisata baru di Kudus agar memberi peluang pelaku ekonomi bawah berkreasi. Sumber perekonomian nasional, daerah, dan warga dapat mengandalkan dari dunia pariwisata, terutama wisata khas di sebuah daerah. Kabupaten Kudus memiliki ragam destinasi wisata yang masyhur di tingkat nasional dan internasional. Akan tetapi, satu hal yang harus diwujudkan oleh pemda Kudus adalah destinasi wisata religi lintas agama, kebun raya, dan ekomuseum. Hal itu sebagai bentuk destinasi wisata baru yang dijadikan lahan sumber ekonomi rakyat dan pengembangan usaha kecil, sedang, dan menengah yang lazimnya usaha ini oleh rakyat kecil. Langkah awal yang harus disiapkan adalah kesiapan konsep, anggaran, produk hukum, sosialisasi program, dan mental bagi pemda, anggota dewan, pelaku usaha, dan masyarakat Kudus. Hanya saja, hingga kini, semua itu, pemda Kudus belum mewacanakannya meski fasilitas alam mendukungnya sehingga perlu digagas agar mewujudkan Kota Kudus sebagai kota wisata yang memiliki destinasi khas agar direspon wisatawan domestik dan mancanegara. Kesejahteraan rakyat adalah tujuan utama dengan pengelolaan destinasi wisata yang baik.   
Perempuan dalam Jaringan Radikalisme vis a vis Terorisme Global Moh. Rosyid
Muwazah Vol 10 No 2 (2018)
Publisher : UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28918/muwazah.v10i2.1782

Abstract

This paper discusses about women in the framework of a global radical network on behalf of Islam as the basis of their struggle. This study uses a qualitative approach, with data sources from mass media and electronic media (newspapers, television, social media, etc.). Data collection techniques using document study. Analysis techniques use content analysis. The results show that women's involvement in the terrorist movement has been identified since the 1970s, where women became bombers after being brainwashed by male terrorists. Factors that led to the involvement of women in the global terrorism network, namely: 1) as an escape because of the discriminatory treatment that befell them; 2) reasons for concern over the inequalities suffered by the global Muslim community; 3) narrow religious awareness so that by becoming terrorists they feel they have the same social position as male terrorists in jihad; 4) psychologically unstable because of problems, and they surf on social media, so they are vulnerable to being trapped as terrorists and; 5) women whose husbands become terrorists are also involved as terrorists. The strategy carried out by terrorist groups in conquering women is by marrying them, even marrying them through social media that is legalized and / or legalized, so that according to the husband's wishes.
PRESERVING PEGON: A CASE STUDY ON KAMPUNG SANTRI TARJUMAH IN TAMBANGSARI, PATI REGENCY-CENTRAL JAVA Lina Kushidayati; Moh. Rosyid
Al Qalam Vol 36 No 2 (2019): July - December 2019
Publisher : Center for Research and Community Service of UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten-Serang City-Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (693.68 KB) | DOI: 10.32678/alqalam.v36i2.2331

Abstract

The manuscript is written to portray a hamlet which formed pesantren (Islamic Boarding School) in which the santri (students) consists of santri mukim (students staying in boarding school) from various regions and santri kalong (local residents) and in which there is a mosque, a boarding school, an Al-Quran educational park, a madrasah diniyah, houses of clerics (in one settlement of village), the learning system of bandongan using the Tarjumah Book with Pegon-language written by KH Ahmad Rifa'i. The action of K. Rifai against Dutch colonialism was known as the Rifaiyah movement, his resistance with the movement of writing the Book of Tarjumah which contained Tawheed, Fiqh, and Sufism written in Pegon. Pegon was a resistance form against colonial Latin writing. Until now it was continued by his santri in the village where he lived serving as the cleric of Islamic Boarding School. The location of this research is in Tambangsari Hamlet, Kedungwinong Village, Sukolilo District, Pati Regency, Central Java. The data were obtained from January to June 2019 through interviews and observation with a descriptive qualitative approach. This hamlet of rice plantation and palawija (secondary crops) has formed a specialty called the tarjumah santri village. The successor generation of K. Rifai’s student who introduced the Book of Tarjumah in Tambangsari Hamlet was K.Hannan and it is now continued by his grandson. The learning of the Tarjumah Book had formed a distinctive hamlet community, namely dukuh santri. The obedience in worship with the knowledge of Islamic religion through the tradition of learning the Salaf Tarjumah across ages and genders and with the behavior in life adhering to Islamic law has been a social reality.