Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search
Journal : Jurnal Penelitian Hasil Hutan

KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT PEMANENAN KAYU PADA HUTAN TROPIS BERBUKIT DI KALIMANTAN TENGAH Soenarno Soenarno; Wesman Endom; Sofwan Bustomi
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 35, No 4 (2017): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.2017.35.4.273-288

Abstract

Salah satu indikator pengelolaan hutan lestari adalah adanya dampak kerusakan tegakan tinggal yang ditimbulkan oleh kegiatan pemanenan kayu. Tulisan ini mempelajari kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan kayu di hutan tropis berbukit di Kalimantan Tengah. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan plot contoh penelitian berukuran 200 m x 100 m yang ditempatkan secara sistematis pada tiga petak tebang terpilih dengan operator chainsaw yang berbeda tingkat kemahirannya. Hasil penelitian menunjukkan besarnya derajat kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan kayu berkisar antara 19,37 – 34,9% dengan rata-rata 24,37% termasuk kategori kerusakan tegakan tingkat ringan. Kerusakan tegakan tinggal rata-rata akibat penebangan adalah 16,27% dan akibat penyaradan kayu sebesar 8,1%. Operator chainsaw yang tidak terlatih/kurang berpengalaman cenderung mengakibatkan kerusakan lebih besar dibandingkan operator chainsaw yang sudah terlatih. Tipe kerusakan tegakan akibat penebangan baik pada areal yang landai, agak curam maupun curam didominasi oleh patah batang pohon. Tipe kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan umumnya berupa pohon yang roboh/miring. Kerusakan tegakan akibat pemanenan kayu dapat dikurangi dengan pengawasan yang lebih baik di areal penebangan dan memberikan pelatihan dan/atau penyegaran kepada operator chainsaw dan traktor sarad mengenai teknik penebangan dan penyaradan ramah lingkungan.
PENERAPAN SISTEM MEKANISASI DALAM KEGIATAN PENEBANGAN JATI UNTUK MENGURANGI KETERGANTUNGAN TERBATASNYA PENYEDIAAN TENAGA BLANDONG DI JAWA Maman Mansyur Idris; Soenarno Soenarno
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 6, No 8 (1990): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.1990.6.8.476 - 481

Abstract

Sastrodimedjo, (1975) pointed out that the present trend of wood processing  industry development and formal education of younger  generation  caused some problems,  especially in the sustainabiliy  of forest  worker supply  in Java.Based on this  consideration  an  alternatif   for  most  widely  applied  felling  system,   i.e.  manual  felling  system, needs to  be sought. With  regard to this problem a study  was conducted at three Sub Forest District (RPH), namely Temenggeng, Pasar Sore and Sumberogo in Central Java to compare  3 (three)   felling  systems  in teak forest.The result  of  the  study  revealed  that  the  teak  felling  productivity  averages on 2 years gilrded  teak with  mechanical, manual  and  combination systems applied to flat  terrain  were 2.5359 m3/hour,  0.7128  m3/hour and  0.8186 m3/hour, respectively. But   those on hilly terrain were 1.5540 m3/hour, 0.7374 m3/hour and 0.796 m3/hour,   respectively.   The average cost  of  full  mechanical  felling  system applied to flat  terrain  was Rp 1,586.23/m3,  while  that  of on  hilly  terrain was Rp 2,l  65.93/m3
PERBAIKAN BEBAN KERJA KERJANTARA DALAM KEGIATAN PENEBANGAN SECARA MEKANIS MELALUI PENERAPAN PRINSIP ERGONOMI Soenarno Soenarno; Maman Mansyur Idris
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 7, No 1 (1990): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.1990.7.1.17 - 24

Abstract

Tree felling  operations in  Indonesia are commonly  done by  standing or bending  workers,  using chain saws.  These techniques cause  high  stump residues  (about  8.94%)  and  increase  workers' energy  consumption by 12% for standing and 55% for bending  workers' positions.From ergonomics point of  view, above techniques cause  body position to be less natural,  produce longer static muscular work,  reduce  work hours, create early fatique  and physiological effect  like work stress.This  paper described  the  effect of  improved felling method on work  stress of  chain saw  operators  and  construction wood production.  An investigation was carried out in two private forest companies in Central Kalimantan  in 1988. The results are as the following:The  improved  felling  method decreases  work  stress  of  chain  saw  operators;  showed   by the reduction  of pulse  rate to the amount  of 13-15 beats/minute.                                                                          The  improved  method  of felling  trees with  buttress  heights  of  < 50 cm and 50-150    cm cause the increase in construction  wood products  about  0.354  m3 and 0.542 m3  per  tree felled,  respectively.
PENYAKIT PEKERJA DALAM KEGIATAN EKSPLOITASI HUTAN DI KALIMANTAN TENGAH Soenarno Soenarno; Maman Mansyur Idris
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 5, No 7 (1988): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.1988.5.7.425-429

Abstract

Working conditions in  tropical  forests especially  in logging. are generally  difficult.  The  materials  handled  are heavy, outdoor weather  conditions  are unpredicted. the growth  of  vegetation are commonly dense, and temperature and humidity are mostly high.  These  conditions.    together with  inappropriate   workers'   facilities  and   nutrient  will  lead to  bad health conditions   and  occurence  of  various illnesses.An  investigation   carried  out  in  two  logging  companies in Central Kalimantan   revealed  that  there  are 8  kinds  of illnesses  that   are  commonly  suffered  by  workers,   i.e  :   influenza,   malaria, irritation of respiratory systems,  feeling  of nausea, back and neck problems,   headache/giddiness,  sore eyes,  and skin  disease.  The  highest  risk  of  having  illness is for those  working  in  transportation operations,  followed   by  felling,  skidding  and  workshop.   It  is also found   that  the  least risk is timber  cruising activity. 
TINGKAT KEBISINGAN DI INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU STUDI KASUS DUA PENGGERGAJIAN KAYU DI KALIMANTAN SELATAN Soenarno Soenarno; Maman Mansyur Idris
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 5, No 7 (1988): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.1988.5.7.413-416

Abstract

Wood processing  in Indonesia, especially  sawmilling  industries  have  been  increased  in the  last decade. Until 1985, about  295  sawmilling  industries   with  the production capacity  of  more  than 8,500,000 m3/year  have been installed.  These industries  have contributed   to  Indonesian   foreign  exchange  of  US$ 1,800.37  million.  In their  operations the problem of ergonomics,  such  as high noise   levels  has not  considered  yet.An   investigation  was conducted in  two  saw milling industries  in South Kalimantan   with  the  results  as follows   :Noise  level  in  the  second   industry   was  varied  from 96  to  102  dB(A),   and  in  the first  industry   was ranged from 92 to 94  dB(A).   This  difference   is due  to differences   in the  machine  lay out  and  working  space design.  Both  levels are higher than  the maximum   tolerable  noise level of 85 dB(A).Noise protection  means for workers  in the first industry  are not  required  for the time  being,  but  in  the second  industry they  are strongly  recommended. 
LACAK BALAK UNTUK VERIFIKASI UJI LEGALITAS KAYU PADA PEMANENAN KAYU HUTAN ALAM Soenarno Soenarno; Satria Astana
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 36, No 1 (2018): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5978.791 KB) | DOI: 10.20886/jphh.2018.36.1.47-58

Abstract

Saat ini, perdagangan kayu dan produk kayu menuntut persyaratan bahwa produk kayu berasal dari hutan yang dikelola secara legal dan bertanggungjawab. Di Indonesia cara membuktikan bahwa produk kayu dikatakan sah (legal) apabila dilengkapi dengan Surat Keterangan Sah Hasil Hutan, tanda V-legal dan label elektronik berupa barcode. Salah satu metode pembuktian asal usul kayu yang digunakan pada pemanenan kayu adalah metode lacak balak dengan cara labeling. Tulisan ini mempelajari keakuratan tingkat keterlacakan kayu bulat di perusahaan Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu di hutan alam PT Sumalindo Lestari Jaya II di Kabupaten Mahakam Ulu, Provinsi Kalimantan Timur. Pelacakan kayu dilakukan dengan melacak kesesuaian antara informasi dokumen kayu di Laporan Hasil Produksi (LHP), label nomor pohon di tunggak sampai dokumen di Laporan Hasil Cruising (LHC). Metode pengambilan contoh dokumen kayu LHP dilakukan secara purposif di petak pengembilan sampel pada tiga petak tebang yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlacakan kayu bulat berdasarkan dokumen LHP hingga label nomor pohon di tunggak adalah 100%. Tetapi tingkat keterlacakan kayu bulat dari dokumen LHP sampai pada dokumen LHC berkisar antara 85,7 – 100% atau rata-rata 96,2%. Ketidaksesuaian informasi antara dokumen kayu pada LHP, tunggak dan LHC disebabkan oleh ketidakcocokan kelompok jenis kayu dan kelas diameter pohon.
PENGARUH PERBAIKAN METODE PEMBAGIAN BATANG TERHADAP WAKTU KERJA DAN PRODUKTIVITAS PENEBANGAN HUTAN ALAM PRODUKSI: STUDI KASUS DI PT. DWIMAJAYA UTAMA Soenarno Soenarno; Yuniawati Yuniawati
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 37, No 1 (2019): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3385.127 KB) | DOI: 10.20886/jphh.2019.37.1.13-32

Abstract

Perbaikan sistem pembagian batang pada metode penebangan di hutan alam produksi perlu dilakukan agar penebangan dapat dilakukan lebih efisien. Tulisan ini mempelajari sebaran elemen waktu kerja, produktivitas, dan efisiensi pemanfaatan kayu hasil penerapan perbaikan sistem pembagian batang. Penelitian dilakukan di lokasi pengusahaan hutan alam produksi, PT. Dwima Jaya Utama, Kalimantan Tengah. Penelitian dilakukan pada empat plot contoh penelitian (PCP) berukuran 100 m x 200 m yang ditempatkan secara sengaja (purposive) pada petak tebang terpilih. Dua PCP untuk perlakukan penebangan konvensional dan yang lainnya untuk perbaikan metode pembagian batang. Analisis data dilakukan secara statistik menggunakan PWSTAT versi 23.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu penebangan metode konvensional (CV) adalah 14,6 menit/pohon tidak berbeda nyata dengan perbaikan metode pembagian batang (IBM) sebesar 15,5 menit/pohon. Efisiensi pemanfaatan kayu IBM adalah 93,1% lebih tinggi dibandingkan metode CV sebesar 85,4%. Namun demikian, produktivitas IBM adalah 27,161 m3/jam lebih rendah dibandingkan metode CV sebesar 32,847 m3/jam.
UJI COBA PENEBANGAN KAYU BERBASIS ZERO WASTE DAN RAMAH LINGKUNGAN PADA HUTAN ALAM DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Soenarno Soenarno; Dulsalam Dulsalam; Yuniawati Yuniawati
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 38, No 2 (2020): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.2020.38.2.105-118

Abstract

Selama lima tahun terakhir (2013-2017) terjadi kekurangan bahan baku kayu sebanyak ±23,2 juta m3/tahun sementara fakta di lapangan menunjukkan kegiatan pemanenan kayu masih boros dengan meninggalkan potensi limbah mencapai rata-rata 17% dari target jatah produksi tahunan sebesar 9,1 juta m3/tahun. Uji coba metode pemanenan kayu berbasis zero waste dan ramah lingkungan (ZWL) ini merupakan pemantapan metode tree length logging. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan data dan informasi teknis terkait dengan efisiensi pemanfaatan kayu dan potensi limbah kayu. Hasil uji coba menunjukkan bahwa metode pemanenan kayu berbasis zero waste dan ramah lingkungan (ZWL) dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu sebesar 9%, yaitu dari rata-rata 82,9% menjadi rata-rata 91,9%, dan mengurangi potensi limbah pemanenan kayu Batang Bebas Cabang (BBC) dari rata-rata 12% (0,863 m3/pohon) menjadi 8,1% (0,418 m3/pohon). Selain itu, metode ZWL mampu menyelamatkan potensi limbah pemanenan dari Batang di Atas Cabang (BAC) antara 2,8-11,2% dengan rata-rata 6,4% (0,418 m3/pohon). Namun demikian, penerapan metode ZWL pada pemanenan kayu hutan alam secara ekologis tidak dapat mengurangi kerusakan tegakan tinggal yang mencapai 37,7% dibandingkan metode konvensional sebesar 38,8%. Potensi limbah pemanenan kayu baik BBC maupun BAC sebagian besar cacat (50,5-58,3%), sebagian masih baik (14,4-26,3%), sedangkan yang kondisinya pecah masih cukup tinggi (22,6-27,3%). Namun demikian, hingga saat ini, potensi limbah pemanenan kayu belum dimanfaatkan karena pertimbangan mahalnya pungutan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), kegamangan penerapan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.1/Menlhk/Setjen/Kum.1/1/2019, dan belum terinformasikannya metode pemanenan kayu ZWL yang mampu meminimalisasir biaya pengeluaran limbah. Untuk mengurangi potensi limbah pemanenan kayu yang pecah dan rusaknya tegakan maka pihak manajemen perlu melakukan penyegaran teknik penebangan dan penyaradan untuk meningkatkan keterampilan operator chainsaw dan operator traktor sarad.
STUDI PERBAIKAN CARA PENYADAPAN KOPAL DI KPH SUKABUMI Soenarno Soenarno; Maman Mansyur Idris; Zakaria Basari
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 1, No 3 (1984): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7632.774 KB) | DOI: 10.20886/jphh.1984.1.3.34-38

Abstract

Copal from Agathis tree has been one of  important  forest  products, not only as export commodity but also as raw material for some induatries. In the last few years however production  in  this country  began to decrease, due to inefficient  tapping by the forest worker.Because of  this reason a study on the tapping procedure is necessary. Thia report deals with a preliminary study on  the present  “quarre”  type  of  tapping procedure commonly  adopted  by the forest  worker. The locality chosen was Gede Barat Sub forest district at Sukabumi, West Java.Three factors were chosen  for the tapping study, namely the effect  on of resin productivity  of the location of the wound with respect to west and east direction (factor A), time of tapping (factor B) and type of wound covering (factor C).  The result of this study show that :Covering of tap wound does not cause incoveniences   to the worker.Resin productivity is not significantly affected by the wound location.The highest production of the resin per tree comes from the wound cut in the morning and covered with black coloured polyethelene sheet.       
ANALISIS PERANAN TENAGA KERJA BERPENDIDIKAN KEHUTANAN PADA HAK PENGUSAHAAN HUTAN Hariyatno Dwiprahowo; Hendro Prahasto; Soenarno Soenarno
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 15, No 1 (1997): Buletin Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7041.468 KB) | DOI: 10.20886/jphh.1997.15.1.41-59

Abstract

Pengusahaan hutan di lndonesia telah beroperasi lebih dari dua puluh tahun. Salah satu tantangan yang dihadapi adalah peningkatan kinerja HPH. Peranan tenaga kerja berpendidikan kehutanan yang merupakan bagian penting dari sumber daya manusia sangat diharapkan bagi peningkatan kinerja tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan tenaga kerja berpendidikan kehutanan di HPH. Untuk keperluan tersebut, survey dilakukan pada 10 HPH di Kalimantan Barat dan Timur. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, disamping itu pengumpulan data dilakukan di kantor HPH, Kantor Wilayah Kehutanan, dan sumber lainnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa persentase jumlah tenaga kerja berpendidikan kehutunan terhadap seluruh tenaga kerja 3,95%. Secara umum, tenaga kehutanan yang ada belum dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan kemampuannya. Dalam penugasan, unsur kepercayaan pribadi masih menonjol sehingga penugasan masih terpusat pada sejumlah kecil pegawai. Tenaga sarjana kehutanan rata-rata menghabiskan 1,95 tahun pada satu posisi, sedangkan masa kerja rata-rata pada satu perusahaan 4,15 tahun. Semakin menurun tingkat pendidikan pekerja semakin meningkat angka tersebut. Secara umum jumlah tenaga kehutanan di HPH kurang dari standar kebutuhan, namun yang menonjol adalah kekurangan tenaga kehutanan tingkat menengah.Hasil kajian menunjukkan peranan tenaga kerja kehutanan perlu ditingkatkan melalui perbaikan manajemen perusahaan sehingga terdapat pembagian tugas, dan penempatan pekerja yang lebih baik, dan perekrutan lebih banyak tenaga menengali kehutanan