Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

KAJIAN KEBIJAKAN PENILAIAN KINERJA HAK PENGUSAHAAN HUTAN Hendro Prahasto; Boen M Purnama; Ali Saiban
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 15, No 2 (1997): Buletin Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.1997.15.2.120-131

Abstract

Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi kriteria kinerja HPH yang dituangkan dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan (Ditjen PH) No. 573 tahun 1989. Metode Analitic Hierarchy Process (AHP) dlgunakan dalam kajian ini. Pengumpulan data lapangan dilakukan di Propinsi Riau pada lnstansi Kehutanan Daerah (IKD), dan Lima perusahaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH).Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan penilaian alas bobot tiga elemen pokok yaitu pelestarian, pemanfaatan hutan, dan sosial serta tenaga kerja antara Ditjen PH, IKD dan pengusaha HPH walaupun ketiganya memandang penting elemen pelestarian, akan tetapi Ditjen PH memberi bobot yang lebih tinggi terhadap elemen tersebut dari pada IKD dan Pengusaha HPH. Sebaliknya, pengusaha HPH memberi bobot yang lebih tinggi pada elemen pemanfaatan hutan serta tenaga kerja dan sosial.Pada elemen pelestarian, IKD dan pengusaha HPH memberi bobot yang lebih tinggi pada sub-elemen pengelolaan daripada sub-elemen pembinaan dan pelindungan hutan dibandingkan dengan ditjen PH. Dalam elemen pemanfaatan hutan IKD dan pengusaha HPH secara konsisten memberikan nilai yang tinggi pada sub-elemen produksi. Adanya perbedaan penilaian tersebut menunjukkan perlunya penyempurnaan kriteria dan penilaian kinerja yang dikeluarkan oleh ditjen PH, baik dalam hal pemilihan elemen maupun dalam penentuan bobot nilai setiap elemen dan sub-elemen.
ANALISIS SOSIAL EKONOMI PENGOLAHAN GONDORUKEM DAN TERPENTIN Setiasih Irawanti; Hendro Prahasto; Dwi Astuti
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 15, No 1 (1997): Buletin Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (4591.652 KB) | DOI: 10.20886/jphh.1997.15.1.29-40

Abstract

Kegiatan pengolahan gondorukem dan terpentin dapat menciptakau nilai tambah, membuka kesempatan kerja dan mengembaugkan kegiatan ekonomi lain yang terkait. Hal ini mendoroug dilakukanuya analisis sosial ekonomi pekerja produksi, kemitraan antara Perhutani dengan Pabrik Gondorukem dan Terpentiu (PGT) Swasta dan nilai tambah yang dihasilkan oleh PGT Perhutani dan PGT Swasta.Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam Kerjasama Peugolahan (KSP) antara Perhutani dau PGT Swasta, pemilik getah pinus, gondorukem dan terpentin adalah Perhutani dan kemitraan ini membatasi PGT Swasta untuk menghasilkan kelas kualita gondorukem setinggi- tingginya. Sebagai akibatuya, kesinambungan usaha PGT Swasta tergantung pada kemampuannya untuk melakukan proses produksi yang efisien dan PGT Swasta cenderuug menekan biaya produksi dengan cara menekan upah pekerja. Pekerja produksi PGT Swasta memiliki beberapa peudapatan dalam bentuk tunai yaitu uang pengikat, upah borongan memasak getah, premi, uang makan dan THR serta pendapatan dalam bentuk natura berupa pakaian. Fungsi uang pengikat seperti upah pokok pekerja, namun dasar penentuannya tidak mengacu pada ketentuan Upah Minimum Regional (UMR), di mana uang pengikat sekitar Rp 22.500 - 35.000 per bulan lebih kecil dari upah pokok menurut ketentuan UMR yaitu Rp 50.625 per bulan. PGT Swasta rata- rata hanya bekerja 18 hari per bulan, sehingga meskipun upah pekerja produksi relatif tinggi yaitu sekitar Rp 5.300 - 7.000 per hari namun jumlah upah per bulan relatif rendah yaitu sekitar Rp 53.000 - 120.000 per bulan. Jumlah seluruh pendapatan keluarga juga relatif rendah yaitu sekitar Rp 92.700 - 210.000 per bulan atau lebih kecil dari KFM sehingga kehidupan keluarga pekerja produksi PGT Swasta belum layak.Proses pengolahan gondorukem dan terpentin dapat meningkatkan nilainya sekitar 23,9 -34,1% per ton getah pinus yang diolah, di mana PGT Perhutani Jawa Tengah menciptakan rata-raia nilai tambali tertinggi. 
PENGARUH FAKTOR PRODUKSI TERHADAP PENDAPATAN PEMETIK DAUN KAYU PUTIH Hendro Prahasto
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 5, No 7 (1988): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2378.296 KB) | DOI: 10.20886/jphh.1988.5.7.389-393

Abstract

Leaf  cutting  activity  gave contribution to  the  total  income  of  cajuput  leaf cutters  with  an average of  Rp.162,000 per year  or approximately  41%  of  the  total  income.   The result  of  linear regression  analysis shows  that  the  income  from cajuput leaf  cutting  gave a significant   income  contribution  to the  leaf  cutters  total  income.Based  on the  result  of  Cobb-Douglas analysis, it is shown that  four  production  variables  i.e. share  area  (Xl), work time  spent outside   the  leaf  cutting activity  (X2), work time spent   for  leaf  cutting activity (X3), and  capital  or farming   production  cost (X4) gave a  significant   impact   on  the  total  income   of  leaf  cutters.   The  production  function: equation isIn Y = 3.5385+0.1189 In XI + 0.0283 In X2 + 0.2976 In X3 + 0.1255 In X4 + E with  determination coefficient   (R2)  of  0.7549.
MINIMASI BIAYA BAHAN BAKU KAYU BULAT PADA INDUSTRI PENGGERGAJIAN KAYU JATI DI IPK BRUMBUNG (minimization of round wood raw material cost at teak sawmill at brumbung sawmill) Hendro Prahasto
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 11, No 8 (1993): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5562.476 KB) | DOI: 10.20886/jphh.1993.11.8.320-325

Abstract

The objective of this study is to find optimal allocation of round wood raw material used by teak sawmill, so as to minimize cost of raw materialThe result of linear programming analysis shows that, in 1991 the optimal cost of raw material at Brumbung teak sawmill was Rp 9,992,759,165. Using this optimal raw material allocation scheme, Brumbung teak sawmill could decrease raw material cost about Rp 390,573,835 in 1991.
ANALISIS PERANAN TENAGA KERJA BERPENDIDIKAN KEHUTANAN PADA HAK PENGUSAHAAN HUTAN Hariyatno Dwiprahowo; Hendro Prahasto; Soenarno Soenarno
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 15, No 1 (1997): Buletin Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (7041.468 KB) | DOI: 10.20886/jphh.1997.15.1.41-59

Abstract

Pengusahaan hutan di lndonesia telah beroperasi lebih dari dua puluh tahun. Salah satu tantangan yang dihadapi adalah peningkatan kinerja HPH. Peranan tenaga kerja berpendidikan kehutanan yang merupakan bagian penting dari sumber daya manusia sangat diharapkan bagi peningkatan kinerja tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan tenaga kerja berpendidikan kehutanan di HPH. Untuk keperluan tersebut, survey dilakukan pada 10 HPH di Kalimantan Barat dan Timur. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, disamping itu pengumpulan data dilakukan di kantor HPH, Kantor Wilayah Kehutanan, dan sumber lainnya. Hasil analisis menunjukkan bahwa persentase jumlah tenaga kerja berpendidikan kehutunan terhadap seluruh tenaga kerja 3,95%. Secara umum, tenaga kehutanan yang ada belum dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan kemampuannya. Dalam penugasan, unsur kepercayaan pribadi masih menonjol sehingga penugasan masih terpusat pada sejumlah kecil pegawai. Tenaga sarjana kehutanan rata-rata menghabiskan 1,95 tahun pada satu posisi, sedangkan masa kerja rata-rata pada satu perusahaan 4,15 tahun. Semakin menurun tingkat pendidikan pekerja semakin meningkat angka tersebut. Secara umum jumlah tenaga kehutanan di HPH kurang dari standar kebutuhan, namun yang menonjol adalah kekurangan tenaga kehutanan tingkat menengah.Hasil kajian menunjukkan peranan tenaga kerja kehutanan perlu ditingkatkan melalui perbaikan manajemen perusahaan sehingga terdapat pembagian tugas, dan penempatan pekerja yang lebih baik, dan perekrutan lebih banyak tenaga menengali kehutanan
POTENSI HUTAN SAGU RAKYAT DI SERAM BARAT, PROPINSI MALUKU Boen M Pumama; Subandi At; Hendro Prahasto
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 1, No 3 (1984): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (11428.697 KB) | DOI: 10.20886/jphh.1984.1.3.9-14

Abstract

 Sago, one of  some carbohydrate sources  which  has a great potential as food  stock,  grows  naturally  and distribute through out  Indonesian  archipelago,  Maluku is one  of  several  areas having  sago forest.The study  on sago forest  at West Seram in 1979,  showed that the number of  mature  trees per hectare  was 17 trees, consisted  of  several sago species  namely  tuni,  molat and makanaru.  The sago production per  tree was 419.9  kg of  wet sago or 292,5 kg  of dried  sago. 
ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN TATA USAHA KAYU TERHADAP PENERIMAAN NEGARA DARI IURAN HASIL HUTAN DAN DAN REBOISASI: STUDI KASUS DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT Hendro Prahasto; Hariyatno D; Setiasih Irawanti
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 15, No 4 (1997): Buletin Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.1997.15.4.279-290

Abstract

Sistem pengawasan peredaran kayu bulat yang lemah menyebabkan penebangan kayu liar tidak mudah dikendalikan. Kebutuhan bahan baku kayu bulat Industri Pengolahan Kayu Hulu (IPKH) di Kalimantan Barat dipenuhi oleh Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) yang ada di Propinsi tersebut, luar Propinsi dan sebagian diduga dari tebangan liar. Selain itu ada tenggang waktu relatif lama antara penebangan kayu di hutan dan pembayaran iuran Hasil Hutan (IHH) dan Dana Reboisasi (DR) di IPKH. Akibatnya terjadi kerugian negara karena adanya peredaran kayu tebangan liar dan penurunan nilai uang karena kelambatan pembayaran IHH dan DR.Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kebutuhan bahan baku industri kayu lapis dan kayu gergajian di Propinsi Kalimantan Barat adalah 2.831.366 m3 per tahun. Kebutuhan bahan baku tersebut 91,5% dipasok dari kayu bulat yang dilengkapi dokumen, dan sisanya 8,5% dipasok dari tebangan liar. Tenggang waktu pengangkutan kayu dari areal HPH sampai ke IPKH di propinsi yang sama rata-rata 226 hari atau 0,62 tahun dan dari luar propinsi rata- rata 330 hari atau 0,90 tahun. Kerugian negara akibat tebangan liar rata-rata Rp 14.234. 708.200 per tahun dan akibat kelambatan pembayaran IHH dan DR rata-rata Rp 19.597.577.000 per tahun, sehingga jumlah seluruhnya mencapai Rp 33.832.285.000 per tahun atau 22,05% dari total penerimaan negara dari IHH dan DR di propinsi tersebut.
NILAI TAMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU JA TI PERUM PERHUTANI UNIT I JAWATENGAH Hendro Prahasto; Boen M Purnama
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 12, No 1 (1994): Jurnal Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.1994.12.1.30 - 35

Abstract

The export tariff  policy on sawntimher is aimed at accelerating the development of  high volue-added  industry. Study on the valu- added of  teak processing industry belongs to the State  Forestry Company (Perum Perhutani)   is focused on  sawntimber. and  woodworking  products  such as doors, windows, frames, decking and parquets.Study  result shows  that  not  all sawmill plants provided positive value added.  in aggregate, sawntimber  industry yields  value  added  of  Rps. 55, 542  per cu. m or 11 percent of processed  raw   material value.  Wood working industry yielded a higher  value  added,  Rps.1,023, 791 per cu. m or almost  half  of  its  raw  material  value
KAJIAN KEBIJAKAN PENILAIAN KINERJA HAK PENGUSAHAAN HUTAN Hendro Prahasto; Boen M Purnama; Ali Saiban
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 15, No 2 (1997): Buletin Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.1997.15.2.120-131

Abstract

Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi kriteria kinerja HPH yang dituangkan dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan (Ditjen PH) No. 573 tahun 1989. Metode Analitic Hierarchy Process (AHP) dlgunakan dalam kajian ini. Pengumpulan data lapangan dilakukan di Propinsi Riau pada lnstansi Kehutanan Daerah (IKD), dan Lima perusahaan Hak Pengusahaan Hutan (HPH).Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan penilaian alas bobot tiga elemen pokok yaitu pelestarian, pemanfaatan hutan, dan sosial serta tenaga kerja antara Ditjen PH, IKD dan pengusaha HPH walaupun ketiganya memandang penting elemen pelestarian, akan tetapi Ditjen PH memberi bobot yang lebih tinggi terhadap elemen tersebut dari pada IKD dan Pengusaha HPH. Sebaliknya, pengusaha HPH memberi bobot yang lebih tinggi pada elemen pemanfaatan hutan serta tenaga kerja dan sosial.Pada elemen pelestarian, IKD dan pengusaha HPH memberi bobot yang lebih tinggi pada sub-elemen pengelolaan daripada sub-elemen pembinaan dan pelindungan hutan dibandingkan dengan ditjen PH. Dalam elemen pemanfaatan hutan IKD dan pengusaha HPH secara konsisten memberikan nilai yang tinggi pada sub-elemen produksi. Adanya perbedaan penilaian tersebut menunjukkan perlunya penyempurnaan kriteria dan penilaian kinerja yang dikeluarkan oleh ditjen PH, baik dalam hal pemilihan elemen maupun dalam penentuan bobot nilai setiap elemen dan sub-elemen.
ANALISIS SOSIAL EKONOMI PENGOLAHAN GONDORUKEM DAN TERPENTIN Setiasih Irawanti; Hendro Prahasto; Dwi Astuti
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 15, No 1 (1997): Buletin Penelitian Hasil Hutan
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jphh.1997.15.1.29-40

Abstract

Kegiatan pengolahan gondorukem dan terpentin dapat menciptakau nilai tambah, membuka kesempatan kerja dan mengembaugkan kegiatan ekonomi lain yang terkait. Hal ini mendoroug dilakukanuya analisis sosial ekonomi pekerja produksi, kemitraan antara Perhutani dengan Pabrik Gondorukem dan Terpentiu (PGT) Swasta dan nilai tambah yang dihasilkan oleh PGT Perhutani dan PGT Swasta.Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam Kerjasama Peugolahan (KSP) antara Perhutani dau PGT Swasta, pemilik getah pinus, gondorukem dan terpentin adalah Perhutani dan kemitraan ini membatasi PGT Swasta untuk menghasilkan kelas kualita gondorukem setinggi- tingginya. Sebagai akibatuya, kesinambungan usaha PGT Swasta tergantung pada kemampuannya untuk melakukan proses produksi yang efisien dan PGT Swasta cenderuug menekan biaya produksi dengan cara menekan upah pekerja. Pekerja produksi PGT Swasta memiliki beberapa peudapatan dalam bentuk tunai yaitu uang pengikat, upah borongan memasak getah, premi, uang makan dan THR serta pendapatan dalam bentuk natura berupa pakaian. Fungsi uang pengikat seperti upah pokok pekerja, namun dasar penentuannya tidak mengacu pada ketentuan Upah Minimum Regional (UMR), di mana uang pengikat sekitar Rp 22.500 - 35.000 per bulan lebih kecil dari upah pokok menurut ketentuan UMR yaitu Rp 50.625 per bulan. PGT Swasta rata- rata hanya bekerja 18 hari per bulan, sehingga meskipun upah pekerja produksi relatif tinggi yaitu sekitar Rp 5.300 - 7.000 per hari namun jumlah upah per bulan relatif rendah yaitu sekitar Rp 53.000 - 120.000 per bulan. Jumlah seluruh pendapatan keluarga juga relatif rendah yaitu sekitar Rp 92.700 - 210.000 per bulan atau lebih kecil dari KFM sehingga kehidupan keluarga pekerja produksi PGT Swasta belum layak.Proses pengolahan gondorukem dan terpentin dapat meningkatkan nilainya sekitar 23,9 -34,1% per ton getah pinus yang diolah, di mana PGT Perhutani Jawa Tengah menciptakan rata-raia nilai tambali tertinggi.