Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

OPTIMASI PERTUMBUHAN Acacia crassicarpa CUNN. EX BENTH. PADATANAH BEKAS TAMBANG BATUBARA DENGAN AMELIORASI TANAH Enny Widyati
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 8, No 1 (2011): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20886/jpht.2011.8.1.19-30

Abstract

Salah satu hambatan yang dihadapi dalam kegiatan rehabilitasi lahan bekas tambang adalah tingginya akumulasi logam dalam tanah. merupakan salah satu jenis prioritas yang dikembangkan dalam hutan tanaman industri. Jenis ini juga mempunyai banyak keunggulan untuk ditanam pada kegiatan revegetasi lahan bekas tambang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan ameliorasi tanah dan inokulasi mikroba terhadap pertumbuhan pada lahan bekas tambang. Sebelum ditanami, tanah diameliorasi dengan bahan organik (1:1 v/v) dan di inkubasi selama 15 hari. Selanjutnya ditanami dengan bibit dalam 2 perlakuan, diinokulasi dengan konsorsium mikroba dan kontrol. Setelah 3 bulan bibit di panen dan diukur kandungan Fe, Mn, Zn dan Cu pada jaringan dan dalam tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ameliorasi tanah dengan dapat menurunkan ketersediaan logam dalam tanah dibandingkan dengan dan kontrol. Perlakuan ini juga memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap pertumbuhan tanaman dibandingkan dengan perlakuan inokulasi dengan konsorsium mikroba. Ameliorasi tanah dengan juga memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap akumulasi logam dalam jaringan oleh tanpa menunjukkan gejala keracunan.
EFEKTIVITAS PEMUPUKAN TERHADAP PERTUMBUHAN TERUBUSAN KILEMO (Litsea cubeba L. Persoon) YANG DIPANGKAS Enny Widyati
Jurnal Penelitian Hutan Tanaman Vol 12, No 1 (2015): JURNAL PENELITIAN HUTAN TANAMAN
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (392.697 KB) | DOI: 10.20886/jpht.2015.12.1.11-22

Abstract

Kilemo merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri. Bagian tanaman yang dapat diekstrak minyaknya adalah daun dan kulit kayunya. Kebutuhan pasar masih dipasok dari hutan alam dengan menebang pohon untuk diambil kulitnya. Oleh karena itu perlu peningkatan pasokan melalui budidaya. Peningkatan produksi daun dapat dilakukan melalui pemangkasan dan pemupukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pemupukan terhadap pertumbuhan terubusan tanaman kilemo yang dipangkas. Pupuk organik tergranulasi buatan pabrik, pupuk daun  mengandung  unsur-unsur  mikro,  NPK  (15:15:15)  dan  kontrol  diberikan  pada  tanaman  setelah  satu  bulan pemangkasan. Perlakuan diberikan dalam rancangan acak lengkap dengan jumlah unit perlakuan masing-masing 15 pohon  diulang  3  kali.  Untuk  mengetahui  respon  pemupukan  dilakukan  penghitungan  jumlah,  panjang  dan pendugaan total berat (produksi) terubusan terubusan pada hari ke-15, 30, 60, 90 dan 120 hari setelah pemangkasan.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk organik merupakan perlakuan yang paling efektif dalam meningkatkan jumlah, panjang dan total berat (produksi) terubusan. Pupuk organik 500 g/batang dapat meningkatkan jumlah terubusan 116%, panjang terubusan 99% serta total berat (produksi) terubusan 475% dibanding kontrol.  Perlakuan ini  dapat  meningkatkan  ketersediaan  N,  P,  K  dan  P  total  dalam  tanah.  Ketersediaan  unsur-unsur  hara  tersebut berkaitan sangat erat dalam meningkatkan jumlah, panjang dan total berat (produksi) terubusan sampai tiga bulan setelah pemupukan.
Memahami Komunikasi Tumbuhan-Tanah dalam Areal Rhizosfir untuk Optimasi Pengelolaan Lahan Enny Widyati
Jurnal Sumberdaya Lahan Vol 11, No 1 (2017)
Publisher : Indonesian Center for Agriculture Land Resource Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jsdl.v11n1.2017.33-42

Abstract

Abstrak. Seperti halnya dunia manusia, tumbuhan juga mengembangkan sistem komunikasi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya. Bahasa yang digunakan adalah senyawa kimia yang diproduksi oleh eksudat akar. Tumbuhan merupakan inisiator karena mereka yang memiliki tujuan untuk apa komunikasi dibangun. Tumbuhan mengeluarkan eksudat akar untuk memanggil atau untuk mengusir mikroba yang diinginkan. Tumbuhan mengirim surat undangan pada beberapa mikroba dengan mensekresikan eksudat akar. Untuk membangun asosiasi mikoriza tumbuhan mengeluarkan gula, asam amino dan strigolakton. Hal tersebut akan dibalas oleh fungi dengan mengeluarkan senyawa flavonoid yang menunjukkan spesifikasi jenis inang-mikoriza. Hadirnya senyawa flavonoid merupakan undangan bagi rhizobium pada tanaman legum untuk membangun asosiasi. Tumbuhan akan menyeleksi rhizobium yang akan diajak berasosiasi dengan mensekresikan senyawa kanavanin yang bersifat toksik. Kesalahan dalam mengeluarkan eksudat akar merupakan surat undangan yang keliru bagi tumbuhan. Dosis senyawa stigolakton yang terlalu rendah tidak akan dapat membentuk asosiasi mikoriza tetapi yang berkembang adalah patogen. Walaupun tumbuhan menghasilkan senyawa fitoantisipin untuk mencegah serangan patogen dan fitoaleksin ketika patogen sudah menginfeksi. Komunikasi akar dengan akar tumbuhan lain dilakukan dengan menghasilkan senyawa alelopati untuk membatasi pertumbuhan akar di sekelilingnya yang dianggap sebagai pesaing. Tanaman invasif atau gulma umumnya selain menghasilkan alelopati juga memproduksi katekin yang dapat membunuh mikroba menguntungkan pada tumbuhan setempat. Akibatnya tumbuhan lokal akan rentan terhadap serangan penyakit dan berujung pada kematian. Selain alelopati, untuk merespon kehadiran tetangganya tumbuhan juga menghasilkan senyawa glukosinolat yang jumlahnya makin meningkat sejalan dengan tingginya biodiversitas vegetasi. Senyawa ini merupakan senyawa beracun bagi patogen, sehingga tumbuhan yang dibudidayakan dengan pola monokultur menjadi rentan terhadap penyakit. Oleh karena itu agar tanah tetap memiliki kandungan senyawa glukosinolat yang memadai serta tetap memelihara kondisi rhizosfir yang dinamis perlu dilakukan pergiliran tanaman varietas lokal setelah beberapa rotasi tanaman.Abstract. Similar to human, plants also develop a communication system to achieve their prosperity. Plants utilize chemical compounds of their root exudates as the “languange”. Plants are the initiator of communications, since they define the purposes of building communication. Root exudates are released either to attract or to demenish the soil microbes target as an “invitation letter” to some microbes. To build a mycorrhizal association, for examples, plants issue sugars, amino acids and strygolactones to the rhizosphere. Fungi will reply the invitation by secreting flavonoid compounds that determine host-mycorrhizal specifications. The presence of flavonoids is another invitation to rhizobia to establish association in legume rhizosphere. Plants will select attracted bacteria to build the most host-specific rhizobium association by secreting canavanine compounds that are toxic to non-target rhizobia. Occasionally, an error happened in issuing invitation. When plant release strygolactone in a very low dosages, it will be failure to build mycorrhizal associations otherwise pathogen colonizations, although plants produce either phytoantisipine to prevent pathogens infection or phytoalexin to counter infected pathogens. Communication among roots of neighboring plants is conducted by producing allellopathy compound to limit root growth of the competitors. Invasive plants or weeds generally also produce catechine compounds over the allellophaty that will eliminate soil beneficial microbes of the indigenous plants. As a result, the native plants will be vulnerable to disease and lead to distinct. Responding to the presence of neighboring roots, plants also produce glucosinolate compounds. Glucocynolate consentration will be increased in line with the richness of vegetation biodiversity. These compounds are toxic to the pathogen, which is why plants cultivated in monoculture become more susceptible to disease. Furthermore, to improve soil glucocynolate and to manage the dynamics in the rhizosphere, need to a shift cultivation after several rotations of a commodity with the local varieties.