Darodjat D
Fakultas Agama Islam Universitas Muhamamdiyah Purwokerto

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

MEMFUNGSIKAN MASJID SEBAGAI PUSAT PENDIDIKAN UNTUK MEMBENTUK PERADABAN ISLAM Darodjat D; Wahyudhiana W
Islamadina : Jurnal Pemikiran Islam ISLAMADINA, Volume XIII, Nomor 2, Juli 2014
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (461.267 KB) | DOI: 10.30595/islamadina.v0i0.1675

Abstract

Masjid sebagai tempat peribadatan saja merupakan fenomena yang banyak ditemui sekarang ini. Padahal fungsi Masjid bukan saja sebagai tempat peribadatan semata melainkan  untuk melaksanakan taqwa. Taqwa menurut konsep Islam merupakan predikat tertinggi, karena dia merupakan akumulasi dari iman, islam dan ihsan (Yunahar Ilyas, 2002: 18-20).  Hal ini menunjukan  bahwa Masjid sebagai tempat hamba mengekspresikan keimanannya kepada Allah SWT, melaksanakan ibadah kepada-Nya dan berbuat ihsan atas nama-Nya.Masjid secara peruntukkannya tidak hanya berfungsi ibadah, khususnya shalat dengan segala rangkaiannya. Akan tetapi masjid berfungsi juga sebagai sarana  sosial–seperti pendidikan, pengajian dan kegiatan sosial lainnya-  dan juga berfungsi politis  –  yaitu sebagai pusat pemerintahan, administrasi negara dan tempat berlangsungnya berbagai permusyawaratan bidang politik  (Ensiklopedi Hukum Islam, 2000: 1120).Sejarah  Islam  pada masa awal menjadikan  masjid  sebagailembaga pendidikan utama. Inilah yang dilakukan Rasulullah SAW di masjid Nabawi. Di masjid tersebut Rasulullah mendidik umat Islam dari segala umur dan jenis kelamin; dewasa, remaja, anak-anak, baik laki-laki maupun perempuan. Bagi orang dewasa, mereka memanfaatkan masjid untuk tempat belajar al-Quran, hadits, fikih, dasar-dasar agama, bahasa dan sastra Arab. Sementara bagi wanita, mereka mempelajari al-Quran, hadits, dasar-dasar Islam dan ketrampilan menenun atau memintal, dengan frekuensi seminggu sekali. Sementara anak-anak belajar di serambi masjid dengan materi al-Quran, agama, bahasa Arab, berhitung, ketrampilan berkuda, memanah dan berenang. (Idi dan Suharto,  ibid: 81). Oleh sebab itu  masjid  seharusnya  berfungsi  kembalisebagai pusat peradaban,  akan tetapi  kenyataannya yang ada sekarang hanya sebagai tempat shalat saja, atau paling jauh hanya sebagai tempat belajar sebagian ilmu agama.
MODEL EVALUASI PROGRAM PENDIDIKAN Darodjat D; Wahyudhiana W
Islamadina : Jurnal Pemikiran Islam ISLAMADINA, Volume XIV, Nomor 1, Maret 2015
Publisher : Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (367.096 KB) | DOI: 10.30595/islamadina.v0i0.1665

Abstract

Pembelajaran sebagai suatu sistem tersusun dari unsur-unsur manusiawi,  material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur. Menurut Marzano, Pickering, & Tighe (1993: 1-5) ada lima dimensi dalam pembelajaran agar menghasilkan  outcomes  yang efektif, yaitu: (a)  positive attitude & perceptions about learning, (b) acquiring & integrating knowledge, (c)extending&refining knowledge, (d) using knowledge  meaningfully, dan (e) productive habits of mind.  Pada tahap kelima ini, jika peserta didik yang sudah merasakan bahwa belajar merupakan suatu kebutuhan, mengembangkan apa yang penting bagi kehidupannya, selalu mencari dalil  dan bukti terhadap sesuatu, selalu mengevaluasi agar aktivitas menjadi semakin efektif, dan tidak pernah menyerah terhadap problem yang belum  dapat diatasinya, maka dia telah menjadi pembelajar yang berhasil.Untuk menentukan tingkat ketercapaian pembelajaran yang telah dicapai oleh peserta didik, maka guru harus melakukan evaluasi pembelajaran. Secara teknikal, ada tiga istilah yang terkait dengan evaluasi pembelajaran, yaitu: pengukuran (measurement), penilaian (assessment), dan evaluasi  (evaluation).  Kegiatan evaluasi didahului oleh  penilaian, kegiatan penilaian didahului oleh pengukuran (measurement). Pengukuran merupakan kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan kriteria, sedangkan penilaian (assessment)  merupakan kegiatan menafsirkan dan mendeskripsikan hasil pengukuran, dan evaluasi merupakan penetapan nilai atau implikasi perilaku. Pemahaman terhadap model evaluasi, sangat membantu bagi guru dan evaluator pendidikan, sehingga proses evaluasi dapat dilakukan secara komprehensif, baik menyangkut input, proses, output dan outcomes.