Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

MultipelDural Arteriovenous Fistula (dAVF) sebagai komplikasiCerebral Venous Sinus Thrombosis (CVST) : Laporan Kasus Vivi Kristiani; Yovita Andhitara; Rahmi Ardhini
Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine Vol. 4 No. 3 (2017): Med Hosp
Publisher : RSUP Dr. Kariadi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (426.795 KB) | DOI: 10.36408/mhjcm.v4i3.340

Abstract

LATAR BELAKANG:Cerebral venous sinus thrombosis (CVST) adalah penyakit yang jarang dikenali sehingga terlambat ditangani dan mengakibatkan komplikasi.1,2Dural arteriovenous fistula (DAVF) adalah fistula yang menghubungkan cabang arteri dural dengan vena dural. DAVF salah satu komplikasi pada kasus CVSTkronis, yang jarang ditemukan dan memiliki resiko tinggi terjadinya defisit neurologis maupun kematian.3Digital Subtraction Angiography (DSA) merupakan gold standard diagnosis fistula.3,4 Tujuan dari studi kasus ini untuk mengetahui komplikasi CVST dan penegakkan diagnosis dengan DSA.KASUS:Seorang wanita, usia 39 tahun dengan keluhan nyeri kepala kronis, pandangan mata kabur dan tinnitus telinga kiri selama 6 bulan. Pasien memiliki riwayat hipertensi dan penggunaan KB hormonal (pil esterogen). Pasien sadar penuh,disfungsi N II bilateral, motorik dan sensorik dalam batas normal. Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan atrofi papil N II bilateral. Hasil Magnetic Resonance Imaging (MRI) didapatkan gambaran empty sella tursica, tak tampak infark, perdarahan maupun Space Occupying Lession(SOL) intrakranial. Hasil DSA menunjukkan trombus yang menyebabkan oklusi parsial pada sepertiga anterior Sinus Sagitalis Superior, Sinus Cavernosus kanan kiri, trombus yang menyebabkan oklusi total Sinus Sigmoideus kiri, dengandAVF intrakranial multipel, Cognard tipe I dan IIa. Pasien diterapi dengan antikoagulan (Class IIa;Level of Evidence B) dan diprogramkan embolisasi dAVF.KESIMPULAN:Cephalgia kronis, tinnitus dan disfungsi N II bilateral merupakan gejala klinis dari CVST.DAVF sebagai komplikasi CVST kronis ditegakkan melalui pemeriksaan DSA, yang harus segera ditindaklanjuti untuk mencegah perburukan klinis.Kata Kunci: cerebral venous sinus thrombosis, dural arteriovenous fistula, digital subtraction angiography
HUBUNGAN ANTARA FUNGSI KOGNITIF DENGAN RIWAYAT OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA SYNDROME (OSAS) PADA PASIEN PASCA STROKE ISKEMIK DI RSUP DR KARIADI Surya Dewi Setyaningrum; Kanti Yunika; Yovita Andhitara
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (348.998 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i2.18636

Abstract

Latar belakang : Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS) merupakan penyakit yang berhubungan dengan gangguan dan penurunan aliran udara selama tidur. Sebanyak 2-5% populasi penduduk dunia menderita OSAS. OSAS dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif. Belum banyak penelitian mengenai fungsi kognitif pada pasien pasca stroke iskemik yang juga mengalami OSAS.Tujuan : Mengetahui hubungan antara fungsi kognitif dengan riwayat OSAS pada pasien pasca stroke iskemik.Metode : Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain Cross-sectional Study. Sampel terdiri dari 40 pasien pasca stroke iskemik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dilakukan penilaian OSAS menggunakan kuesioner Epworth Sleepiness Scale (ESS) dan penilaian fungsi kognitif menggunakan Montreal Cognitive Assessment (MoCA-Ina). Uji statistik menggunakan uji Fisher Exact.Hasil : Dari 40 subyek penelitian didapatkan sebanyak 20 orang (50%)  mengalami OSAS dan 20 orang (50%) tidak mengalami OSAS. Dari 20 subjek yang memiliki OSAS, 19  subyek (95%) memiliki gangguan kognitif dan 1 orang (5%) tidak mengalami gangguan kognitif. Dari 20 subyek yang tidak OSAS, 13  subyek (65%) memiliki gangguan kognitif dan 7 orang (35%) tidak mengalami gangguan kognitif. Pada uji Fisher Exact didapatkan perbedaan yang signifikan antara OSAS dan fungsi kognitif (p=0,022).Kesimpulan : Terdapat hubungan yang bermakna antara fungsi kognitif dengan riwayat Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS) pada pasien pasca stroke iskemik.
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA SYNDROME (OSAS) PADA PASIEN STROKE ISKEMIK Prabha Vignesvari Sasongko; Kanti Yunika; Yovita Andhitara
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 5, No 4 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (397.934 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v5i4.15643

Abstract

Latar belakang: Prevalensi Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS) pada pasien stroke 4-6 kali lebih besar dibandingkan populasi umum. Adanya OSAS pada pasien stroke iskemik meningkatkan risiko berulangnya stroke, perburukan kondisi neurologisnya, lama perawatan di Rumah Sakit, serta kematian.Tujuan: Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya OSAS pada pasien stroke iskemik.Metode: Penelitian obervasional dengan desain kasus-kontrol. Pasien stroke iskemik rawat jalan di RSUP Dr. Kariadi dikelompokkan menjadi OSAS dan Non OSAS berdasarkan hasil pengisian kuesioner Epworth Sleepiness Scale (ESS) lalu dilakukan anamnesis, dan pemeriksaan fisik. Uji statistik yang digunakan adalah chi-square, Fisher’s exact test, dan regresi logistik.Hasil: Sebanyak 15 pasien masuk dalam kelompok OSAS dan 26 pasien masuk dalam kelompok kontrol. Jenis kelamin (p = 0,033), lingkar leher (p = 0,043), dan skor mallampati (p = 0,017) berhubungan secara signifikan dengan OSAS. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia, Indeks Massa Tubuh (IMT), hipertrofi konka dan deviasi septum nasi dengan OSAS. Jenis kelamin dan skor mallampati berhubungan secara independen dengan OSAS. Jenis kelamin sebagai faktor paling dominan ( OR = 14,827 IK 95% 1,422-154,571).Kesimpulan: Jenis kelamin, lingkar leher, dan skor mallampati berhubungan secara signifikan dengan OSAS pada stroke iskemik. Jenis kelamin dan skor mallampati secara independen berhubungan dengan OSAS. Pasien stroke laki-laki berisiko 14,827 kali lebih besar untuk menderita OSAS dibandingkan perempuan.