Sri Nuryanti
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Nilai Strategis Industri Sawit Sri Nuryanti
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 4 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v6n4.2008.378-392

Abstract

Industri minyak sawit merupakan salah satu industri pertanian yang strategis. Prospeknya ditunjukkan oleh peningkatan produksi yang sejalan dengan tingkat permintaannya. Namun, kebijakan Pungutan Ekspor (PE) telah memperlambat pembangunan industri hilir. Pengembangan sisi hilir perlu lebih diprioritaskan untuk mengubah posisi Indonesia dari pengekspor bahan baku menjadi pengekspor produk olahan berbasis minyak sawit. Untuk meningkatkan posisi tawar dalam pasar minyak sawit dunia, Indonesia harus merevitalisasi industri minyak sawit dari sisi hulu sampai hilir. Benih, pupuk, dan peremajaan tanaman menjadi agenda penting di sisi hulu. Sisi hilir tidak saja memerlukan perbaikan infrastruktur, tetapi juga kebijakan yang bersifat insentif bagi investasi. Keberadaan Dewan Minyak sawit Indonesia harus sepenuhnya didukung oleh penelitian dan pengembangan (litbang) yang terpadu dengan lembaga penelitian, universitas, dan industri. Pungutan ekspor untuk minyak sawit dan produk turunannya sebaiknya dikembalikan kepada industri untuk membiayai litbang, dan jejaring pengaman. Besaran pungutan ekspor seyogyanya mengalami penurunan seiring tingkat proses. Semakin tinggi tingkat proses semakin rendah besaran pungutan. Kebijakan ini akan menjadi insentif dan pendorong bagi pengembangan sisi hilir industri sawit yang pada gilirannya akan menciptakan lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan memperbaiki daya saing.
Peluang dan Ancaman Perdagangan Produk Pertanian dan Kebijakan untuk Mengatasinya: Studi Kasus Indonesia dengan Ausralian dan Selandia Baru Sri Nuryanti
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 3 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v8n3.2010.221-240

Abstract

Australia dan Selandia Baru meminta pembebasan bea masuk untuk produk–produk peternakan yang menjadi unggulan mereka seperti daging dan susu dalam kerangka kesepakatan perdagangan bebas bilateral Indonesia dengan Australia dan Selandia Baru. Sedangkan, Indonesia meminta Australia dan Selandia Baru untuk membuka pasar Tekstil dan Produk Tekstilnya (TPT). Persoalan adalah keinginan pihak Australia dan Selandia Baru memasukkan produk–produk peternakan ke Indonesia di satu pihak dan keinginan Indonesia mamasok produk TPT ke Australia dan Selandia Baru berpotensi memperlemah upaya pemerintah untuk merevitalisasi pertanian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani. Produk pertanian Indonesia yang potensial dan berdaya saing di Australia dan Selandia Baru sebagian merupakan produk primer dari kopi, kelapa sawit, kakao, dan karet. Keempatnya menghadapi pesaing yang sama, yaitu Malaysia dan Thailand. Meskipun impor Indonesia dari Australia dan Selandia Baru kecil, Indonesia akan menghadapi ancaman ketergantungan bahan pangan dan kerentanan bagi ekonomi peternak domestik. Rencana pembebasan bea masuk impor daging, susu, dan produk susu dari Australia dan Selandia Baru dapat berdampak buruk bagi perekonomian petani tanaman pangan, perkebunan dan peternakan di dalam negeri. Apabila Indonesia membuka pasar untuk produk pertanian dari Australia, akan ada jutaan petani yang dikorbankan dengan membanjirnya produk pertanian impor tersebut. Petani lokal harus disiapkan terlebih dulu dengan program yang mendukung serta kepastian pasar agar dapat bersaing di pasar domestik. 
DANA PELAYANAN UMUM: SUDAH REPRESENT ATIFKAH KEBIJAKAN BANTUAN DOMESTIK INDONESIA DI SEKTOR PERT ANIAN? Sri Nuryanti; Frans B.M Dabukke
Agro Ekonomi Vol 14, No 1 (2007): JUNI 2007
Publisher : Department of Agricultural Socio-Economics Faculty of Agriculture Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (408.384 KB) | DOI: 10.22146/agroekonomi.16739

Abstract

Domestic Support that included in Green Box is other term of support for farmer in according to agricultural and rural development. So far, developing countries' domestic support is limited. Among General services becomes the most important one among domestic support items. Regarding to competitiveness improvement, domestic support policy is being non-pricefactor of productivity and efficiency improvement. As most budgets are decentralized to local level, gene FaI services becomes important onefor agricultural and rural developments. Nonetheless, necessary to analyze and calculate the magnitude of domestic support which related to general services of green boxfor national and local level. The budget of Indonesian domestic support during 2001-2005 tended to increase. The highest percentage of budget was allocatedfor domesticfood aidfor the needy. Thenfollow by stockholding for food security, general services, and dissaster relief Calculation on wethergeneral services and domestic support budgetfor national level not aggregately accounted local levelyet. The nominal value did not reflect the real allocations. The calculation of green box budget aspart of domestic support has ignored role of general services. General services budget has been most allocated for infrastructure, research, pest and disease control, and promotion and marketing activities. On local level, only 29 per cent budget allocated for general services. Three largest components were allocated for infrastucture, extention, and promotion and marketing activities.
Peluang dan Ancaman Perdagangan Produk Pertanian dan Kebijakan untuk Mengatasinya: Studi Kasus Indonesia dengan Ausralian dan Selandia Baru Sri Nuryanti
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 8, No 3 (2010): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (534.536 KB) | DOI: 10.21082/akp.v8n3.2010.221-240

Abstract

Australia dan Selandia Baru meminta pembebasan bea masuk untuk produk–produk peternakan yang menjadi unggulan mereka seperti daging dan susu dalam kerangka kesepakatan perdagangan bebas bilateral Indonesia dengan Australia dan Selandia Baru. Sedangkan, Indonesia meminta Australia dan Selandia Baru untuk membuka pasar Tekstil dan Produk Tekstilnya (TPT). Persoalan adalah keinginan pihak Australia dan Selandia Baru memasukkan produk–produk peternakan ke Indonesia di satu pihak dan keinginan Indonesia mamasok produk TPT ke Australia dan Selandia Baru berpotensi memperlemah upaya pemerintah untuk merevitalisasi pertanian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani. Produk pertanian Indonesia yang potensial dan berdaya saing di Australia dan Selandia Baru sebagian merupakan produk primer dari kopi, kelapa sawit, kakao, dan karet. Keempatnya menghadapi pesaing yang sama, yaitu Malaysia dan Thailand. Meskipun impor Indonesia dari Australia dan Selandia Baru kecil, Indonesia akan menghadapi ancaman ketergantungan bahan pangan dan kerentanan bagi ekonomi peternak domestik. Rencana pembebasan bea masuk impor daging, susu, dan produk susu dari Australia dan Selandia Baru dapat berdampak buruk bagi perekonomian petani tanaman pangan, perkebunan dan peternakan di dalam negeri. Apabila Indonesia membuka pasar untuk produk pertanian dari Australia, akan ada jutaan petani yang dikorbankan dengan membanjirnya produk pertanian impor tersebut. Petani lokal harus disiapkan terlebih dulu dengan program yang mendukung serta kepastian pasar agar dapat bersaing di pasar domestik. 
Nilai Strategis Industri Sawit Sri Nuryanti
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 4 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v6n4.2008.378-392

Abstract

Industri minyak sawit merupakan salah satu industri pertanian yang strategis. Prospeknya ditunjukkan oleh peningkatan produksi yang sejalan dengan tingkat permintaannya. Namun, kebijakan Pungutan Ekspor (PE) telah memperlambat pembangunan industri hilir. Pengembangan sisi hilir perlu lebih diprioritaskan untuk mengubah posisi Indonesia dari pengekspor bahan baku menjadi pengekspor produk olahan berbasis minyak sawit. Untuk meningkatkan posisi tawar dalam pasar minyak sawit dunia, Indonesia harus merevitalisasi industri minyak sawit dari sisi hulu sampai hilir. Benih, pupuk, dan peremajaan tanaman menjadi agenda penting di sisi hulu. Sisi hilir tidak saja memerlukan perbaikan infrastruktur, tetapi juga kebijakan yang bersifat insentif bagi investasi. Keberadaan Dewan Minyak sawit Indonesia harus sepenuhnya didukung oleh penelitian dan pengembangan (litbang) yang terpadu dengan lembaga penelitian, universitas, dan industri. Pungutan ekspor untuk minyak sawit dan produk turunannya sebaiknya dikembalikan kepada industri untuk membiayai litbang, dan jejaring pengaman. Besaran pungutan ekspor seyogyanya mengalami penurunan seiring tingkat proses. Semakin tinggi tingkat proses semakin rendah besaran pungutan. Kebijakan ini akan menjadi insentif dan pendorong bagi pengembangan sisi hilir industri sawit yang pada gilirannya akan menciptakan lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan memperbaiki daya saing.