Yenti Garnasih
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

EKSISTENSI RUMAH TAHANAN NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA TERHADAP TERSANGKA Agus Susilo Wardoyo; Yenti Garnasih; Ferdricka Nggeboe
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 1, No 4 (2011): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (209.63 KB) | DOI: 10.33087/legalitas.v1i4.71

Abstract

Di dalam Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ketentuan mengenai pengelolaan Rutan oleh Kementerian Hukum Dan HAM yang dahulunya adalah Departemen Kehakiman (yang membawahi sub sistem Pemasyarakatan), diatur di dalam  dalam Pasal 21 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang pada intinya menggariskan bahwa tanggungjawab yuridis atas tahanan ada pada pejabat yang menahan sesuai dengan tingkat pemeriksaan sementara tanggungjawab secara fisik atas tahanan ada pada Kepala Rumah Tahanan Negara (RUTAN). KUHAP telah mengatur dengan jelas namun belum bersifat tegas, eksistensi Rutan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, dimana Rutan  bukan sekedar “bangunan” untuk menahan tersangka atau terdakwa, namun memiliki peran penting dan strategis, sebagai insitusi penegakan hukum yang berfungsi untuk menjamin bahwa suatu proses peradilan pidana, benar-benar merupakan perwujudan dari proses hukum yang adil (due process of law). Diperlukan pengkajian yang lebih komprehensif, untuk merumuskan jenis sanksi yang tepat yang dapat dijatuhkan, terhadap sub sistem yang melanggar ketentuan KUHAP tentang pengelolaan Rutan. Namun secara garis besar, kiranya dapat dirumuskan bahwa KUHAP seyogyanya menetapkan tempat penahanan tersangka, sebagai salah satu syarat absahnya suatu penahanan dan hasil penyidikan Kata Kunci: Eksistensi, Rumah Tahanan Negara, Tersangka
PENANGANAN KEJAHATAN ALIRAN DANA PERBANKAN, KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG Yenti Garnasih
Legalitas: Jurnal Hukum Vol 4, No 1 (2013): Juni
Publisher : Universitas Batanghari Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (68.748 KB) | DOI: 10.33087/legalitas.v4i1.110

Abstract

Perkara kejahatan perbankan yang sangat penting dilakukan adalah bagaimana upaya pengembalian uang hasil kejahatan tersebut bisa dirampas dengan menggunakan ketentuan tindak pidana pencucian. Sejak tahun 2002 kita telah mempunyai ketentuan anti pencucian uang yang salah satunya dan terpenting bagi Indonesia, bisa digunakan untuk merampas hasil kejahatan dan sekaligus memidana siapapun yang menikmati hasil kejahatan tersebut.Kata Kunci: Kejahatan Aliran Dana Perbankan, Korupsi, Pencucian Uang
STUDI TINDAK PIDANA KORUPSI MENGENAI PENYUAPAN DI KEMENTERIAN SOSIAL REPUBLIK INDONESIA: Study Of Corruption Crimes Regarding Bribery In The Ministry Of Social Republic Of Indonesia Indra Permana; Yenti Garnasih
Reformasi Hukum Trisakti Vol 6 No 1 (2024): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Faculty of Law, Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25105/refor.v6i1.19027

Abstract

Corruption is extraordinary crime, carried out in a structured, systematic and massive manner, has a broad impact at the national and international levels, and the regulations are fairly special, namely outside the Criminal Code, and the impact causes material and immaterial losses to society. One of the cases involved an Indonesian government agency, namely the Indonesian Ministry of Social Affairs, carried out by the Indonesian Minister of Social Affairs who served in 2019-2020. The problem is whether the actions carried out by the perpetrator have complied with Article 5 of Law Number 20 of 2001. The research method was carried out normatively with the nature of the research using analytical descriptive, the type of data used was secondary data, qualitative data analysis and drawing conclusions based on the method deductive logic. The results and discussion are examining whether the application, of the article is appropriate or not and the form of inclusion of the perpetrator. The conclusion is that the perpetrator should not be charged with Article 5 of Law Number 20 of 2001 because one of the elements contained in that article is not fulfilled or has not been legally and convincingly proven according to the law.