Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Karakteristik Es Krim Labu Kuning (Cucurbita Moschata) Menggunakan Pengemulsi Pati Jagung (Zea Mays L.) Dan Pati Garut (Maranta Arundinacea L.) Nanan Nurdjannah; Sri Usmiati; Agus Budiyanto
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 7, No 1 (2010): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v7n1.2010.43-52

Abstract

Buah labu kuning disamping mengandung a-karoten yang tinggi juga mempunyai aroma dan rasa yang disenangi. Dalam rangka penganekaragaman produk labu kuning telah dicobakan pembuatan es krim dengan menggunakan puree labu kuning sebagai salah satu bahan baku sumber a-karoten dan penambah flavor serta pati jagung dan garut sebagai bahan pengemulsi dalam campuran es krim (ICM=lce Cream Mixture). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik es krim yang dibuat menggunakan puree (bubur buah) labu kuning (Cucurbita moschata) sebagai bahan baku sumber a-karoten, serta pati jagung (Zea mays L) dan pati garut (Maranto arundinacea L) sebagai bahan pengemulsi. Penelitian didesain menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 3X2 yaitu: (i) tiga konsentrasi puree labu kuning (50%, 55%, 60%), dan (ii) dua jenis bahan pengemulsi: pati garut dan pati jagung. Dua faktor tersebut dikombinasikan secara acak, setiap perlakuan diulang tiga kali. Parameter pengukuran terdiri atas sifat fisik es krim yang meliputi overrun (%), dan kecepatan meleleh (menit/100g), serta mutu organoleptik terhadap rasa dan tekstur es krim menggunakan metode hedonik oleh 15 panelis semi terlatih dengan skala penilaian 1 sampai 5 (1 = sangat tidak suka, 2=agak tidak suka, 3=suka, 4=agak sangat suka, 5= sangat suka). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan puree labu kuning serta pati jagung dan atau pati garut dalam ICM mempengaruhi persentase overrun dan kecepatan meleleh, namun tidak berpengaruh terhadap rasa dan tekstur. Diantara perlakuan yang dicobakan, penggunaan puree labu kuning 60% dan pari jagung menghasilkan es krim yang memiliki overrun tertinggi dan lambat meleleh, kandungan a-karoten yang tinggi (12,45 i g/g), serta rasa dan tekstur yang paling disukai panelis. Penggunaan pengemulsi pati jagung sebagai bahan pengemulsi dalam pembuatan es krim lebih baik dibandingkan dengan pati garut. Characteristic Of Pumpkin Ice Cream (Cucurbita Moschata) Using Starch Of Maize (Zeo Mays L.) And Arrowroot (Maranto Arundinacea L.) As StabilizerBeside a high content of a-carotene, pumpkin also has a pleasent flavor. in order to diversify pumpkin product, the observation of pumpkin as usage a source of vitamin (a-carotene) and flavoring enhancer along with maize (Zea mays L.) and arrowroot (Maranto arundinacea L.) starch as emulsifier in ice cream making was done The aim of the research was to find out the physical properties and palatability of ice cream made from puree of pumpkin (Cucurbita moschala) as the a-carotene source and flavor enhancer, and the addition of maize and arrowroot starch as emulsifier. The research was designed using Completely Randomized Block Design (CR.BD) factorial pattern 3x2 with 3 replication i.e: (i) three concentration levels of pumpkin puree (50%, 55%, 60%), and (ii) two kinds of emulsifier (maize and arrowroot starch). Parameters observed were physical properties of ice cream covering: overrun (%) and melting rate (minute/100 g), and the quality of organoleptic including taste and texture using hedonic method by 15 semi-trained panelist with five rank (1= very unlike, 2=rather unlike, 3=like, 4= rather like, 5= like very much). Research results indicated that the use of pumpkin puree with the addition of maize and arrowroot in ICM (Ice Cream Mixture) influenced the overrun percentage and melting rate, but didn't give effects on taste and texture. The use of pumpkin puree 60% and addition of maize starch produced highest ice cream overrun and lowest melting rate, high a-carotene content (12.45 i g/g), with taste and texture most preferred by panelist. The use of maize starch as emulsifier in ice cream making was better than that of arrowroot starch.
Isolasi Dan Karakterisasi Protein Ampas Tahu Nanan Nurdjannah; Sri Usmiati
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 3, No 2 (2006): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v3n2.2006.83-95

Abstract

Ampas tahu merupakan hasil samping dari proses pembuatan tahu. Kadar protein ampas tahu cukup tinggi yakni sekitar 6%. Pada umumnya ampas tahu dimanfaatkan untuk pakan ternak atau campuran oncom dan tempe gembus. Ampas tahu mempunyai peluang untuk digunakan dalam pembuatan tepung kaya serat dan protein yang dapat diaplikasikan untuk berbagai produk pangan, dan sebagai media tumbuh dan perkembangan jamur. Pada penelitian ini ampas tahu diisolasi proteinnya dengan cara asam-basa dan dilihat sifat fisik, kimia dan fungsional dari isolat protein yang dihasilkan. Perlakuan penelitian terdiri atas suhu ekstraksi (25 dan 500C) dan pH ekstraksi ( 8,0; 8,5; 9,0; 9,5 dan 10). Rancangan percobaan adalah Rancangan Acak Kelompok, pola faktorial dengan ulangan 1 dan 2 sebagai blok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ampas tahu basah menghasilkan konsentrat protein dengan kualitas yang lebih baik dari ampas tahu kering. Rendemen tepung, kadar protein dan recovery protein yang dihasilkan masih rendah. Suhu dan pH ekstraksi mempengaruhi karakteristik dari protein yang dihasilkan. Hasil pembobotan menunjukkan perlakuan dengan suhu ekstraksi 500C dan pH 10 merupakan kombinasi perlakuan terbaik dengan rendemen tepung 11,68%, recovery protein 25,85%, kadar protein 61,14%, kadar air 6,66%, kadar abu 2,74%, kadar lemak 31,9%, total karbohidrat 4,26%, daya serap air 3,38g air/g protein, daya serap lemak 3,79g lemak terserap/g protein, kapasitas emulsi 61,2%, stabilitas emulsi 69,60%, kapasitas busa 15,71%, stabilitas busa 55,28%, kelarutan tertinggi pada pH 12 yaitu 89,14%.
Efektivitas Lilin Penolak Lalat (Repelen) Dengan Bahan Aktif Limbah Penyulingan Minyak Nilam Sri Yuliani; Sri Usmiati; Nanan Nurdjannah
Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian Vol 2, No 1 (2005): Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian
Publisher : Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jpasca.v2n1.2005.1-10

Abstract

Telah dilakukan uji efektivitas lilin dari ekstrak limbah penyulingan minyak nilam di Laboratorium Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor dan di Laboratorium Entomologi FKH-IPB, Bogor. Penelitian menggunakan limbah penyulingan minyak nilam yang kemudian diekstrak menggunakan pelarut metanol 1:4. Ekstrak limbah tersebut diformulasikan menjadi 9 formula lilin dengan kombinasi bahan aktif sebagai berikut; a) ekstrak limbah penyulingan minyak nilam dan minyak sereh wangi (1: 1) dengan konsentrasi 12,5%, 25%, dan 50%. b) ekstrak limbah penyulingan minyak nilam dan minyak cengkeh (1: 1) dengan konsentrasi 12,5, 25%, dan 50%. c) minyak sereh wangi (25%). d) minyak cengkeh (25%). e) Lilin tanpa bahan aktif (kontrol). Selanjutnya dilakukan uji efektivitas terhadap day a tolak (repelen) lalat menggunakan udang busuk 12 jam, pengujian menggunakan 25 ekor lalat umur 2-5 hari kenyang air gula. Pengamatan dilakukan setiap menit dengan menghitung jumlah hinggapan lalat ke udang tiap menitnya sampai menit ke-60, pengamatan dilakukan dengan menggunakan glass chamber. Hasil pengujian efektivitas lilin terhadap lalat rumah menunjukkan bahwa formula 113 dengan kombinasi bahan aktif ekstrak limbah penyulingan minyak nilam dengan minyak cengkeh (konsentrasi 50%), merupakan formula paling optimal dibandingkan dengan formula lainnya dengan daya tolak sebesar 87,6% pada menit ke 10 dan 100% pada menit ke 60. The Effectiveness of repellent candle with the extract solution of patchouly distillation waste as the active componentThe effectiveness of repellent candle was examined at laboratory of Indonesian Center for Agricultural Postharvest Research and Development and Entomology Laboratory of VeterinaryFaculty of Bogor Agricultural University. Patchouly distillation waste was extracted using methanol with ratio of 1:4 and then formulated into 9 formulas of candle. The combination of active compound in the formula were: (a) mixing of patchouly distillation waste and citronella oil (I: I) with of 12.5%; 25% and 50% concentration; (b) mixing of patchouly distillation waste and clove oil (1:1) with 12.5%; 25% and 50% concentration; (c) citronella oil (25%); (d) clove oil (25%) and (e) without active compound as control. The effectiveness determination of repellent activity on flies was conducted using 12 hours decayed shrimp. The trial was using 25 flies 2-5 days age which already fully fed with sugar solution. The observation was conducted every minute in glass chamber by counting flies which lied on the decayed shrimps, for the period of 60 minutes. The results showed that the optimum formula was combination of active compound of distillation waste from patchouly and clove oil (concentration 50%) with 87.6% repellent activity at the tenth minutes and 100% at the sixtieth minutes.
ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL PAKET TEKNOLOGI PENGOLAHAN LADA PUTIH (White Pepper) SEMI MEKANIS Tatang Hidayat; Nanan Nurdjannah; Sri Usmiati
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 20, No 1 (2009): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v20n1.2009.%p

Abstract

Salah satu masalah dalam industri lada di Indonesia yaitu rendahnya mutu lada yang dihasilkan di tingkat petani. Untuk meng-atasi hal tersebut, telah dikembangkan paket teknologi pengolahan lada semi mekanis yang saat ini unit percontohannya telah dibangun di Kalimantan Timur. Penelitian ini bertujuan untuk menguji paket teknologi pengolahan lada putih semi mekanis baik dari segi teknis mau-pun finansial. Tahapan penelitian meliputi : 1) Produksi lada putih dengan dua cara penge-ringan, yaitu penjemuran dan alat pengering, 2) Analisis mutu lada putih, dan 3) Analisis finansial pengolahan lada putih. Hasil pene-litian menunjukkan bahwa secara teknis paket teknologi pengolahan lada putih semi mekanis memiliki kinerja yang cukup baik. Rendemen lada putih yang dihasilkan berkisar antara 19,63-20,62%. Lada putih yang dihasilkan baik dengan alat pengering maupun dengan pen-jemuran memenuhi standar mutu IPC WP-1 dan WP-2, kecuali kadar kotoran yang meme-nuhi standar mutu IPC WP-2. Total mikroba lada putih kedua cara pengeringan tersebut relatif sama dan memenuhi standar mutu IPC untuk lada putih yang disterilkan. Hasil analisis finansial pengolahan lada putih di Kalimantan Timur pada kapasitas 0,5 ton bahan baku per proses, baik yang menggunakan alat pengering maupun penjemuran, layak direalisasikan. Penggunaan alat pengering menghasilkan NPV Rp 114.258.359,-, IRR 44,9%, B/C rasio 1,07 dengan masa pengembalian modal 2,18 tahun, sedangkan penjemuran menghasilkan NPV    Rp 142.603.460,-, IRR 48,5%, B/C rasio 1,09 dengan masa pengembalian modal 1,9 tahun. Analisis sensitivitas pengolahan lada putih dengan alat pengering dapat mentolerir ke-naikan harga bahan baku dan penurunan harga jual produk sampai 5%, sedangkan dengan penjemuran dapat mentolerir sampai 7%.
Pengaruh Perbandingan Berat Buah Lada Dengan Air dan Waktu Pemblansiran terhadap Mutu Lada Hitam yang Dihasilkan Nanan Nurdjannah; nFN Hoerudin
Buletin Teknologi Pasca Panen Vol 3, No 1 (2007): Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian
Publisher : Buletin Teknologi Pasca Panen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pengolahan lada hitam di tingkat petani masih dilakukan secara tradisional yang umumnya belum memperhatikan efisiensi pengolahan, segi kebersihan dan konsistensi mutu. Dengan demikian, mutu lada yang dihasilkan cenderung rendah atau bahkan tidak memenuhi mutu yang disyaratkan negara importir. Untuk meningkatkan mutu dan daya saing lada Indonesia di pasar dunia, perlu dilakukan perbaikan cara pengolahan di tingkat petani sehingga dihasilkan lada dengan mutu sesuai standar ekspor. Untuk meningkatkan mutu lada hitam telah tersedia paket teknologi pengolahan lada hitam secara masinal yang dilengkapi dengan proses blanching. Untuk mendapatkan kondisi proses blanching yang tepat telah dilaksanakan percobaan untuk melihat pengaruh perbandingan berat buah lada dengan air ( 1:5, 2:5, 3:5) dan waktu pencelupan dalam air panas ( 2,5 dan 5 menit) terhadap mutu lada hitam. Temperatur air panas yang dipakai pada prosess blanching adalah 80oC. Dari hasil percobaan tersebut diduga perbandingan berat buah lada dengan air berpengaruh terhadap rendemen, rasio rehidrasi, dan kadar minyak atsiri lada yang dihasilkan. Karena itu untuk memperoleh mutu lada hitam yang baik faktor tersebut diatas perlu diperhatikan. Lama waktu blanching 2,5 menit pada suhu 80oC untuk semua perbandingan berat buah lada dan air nampaknya sudah cukup efisien dan efektif untuk menghasilkan lada hitam dengan karakteristik mutu yang cukup baik. Namun demikian untuk penggunaan berat buah yang lebih besar perlu diverifikasi kembali untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif, mengingat bahan yang akan digunakan berbeda jenis dan karakteristiknya.
PENGARUH PERENDAMAN DALAM ASAM ORGANIK DAN METODA PENGERINGAN TERHADAP MUTU LADA HIJAU KERING Nanan Nurdjannah; Hoerudin Hoerudin
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 19, No 2 (2008): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v19n2.2008.%p

Abstract

Dalam pembuatan lada hijau kering biasanya terjadi pencoklatan enzimatik yang menyebabkan hilangnya warna hijau sehingga membuat penampilannya menjadi tidak me-narik. Percobaan pencegahan reaksi pencok-latan dengan menggunakan asam sitrat, asam malat dan asam tartrat.pada pembuatan lada hijau kering telah dicobakan dengan perlakuan yang terdiri dari jenis asam (sitrat, malat dan tartrat), dengan 3 level konsentrasi (2, 3 dan 4%), serta 2 cara pengeringan (penjemuran dan oven). Percobaan dirancang secara Acak Leng-kap pola Faktorial dengan 2 ulangan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa penggunaan asam sitrat, asam malat dan asam tartrat pada konsentrasi 2 persen, 3 persen dan 4 persen cukup efektif untuk mengurangi terjadinya reaksi pencoklatan enzimatik. Metode penge-ringan oven memberikan nilai kehijauan yang lebih baik dibandingkan dengan penjemuran. Hasil evaluasi sensori yang dilakukan pada atribut warna, rasa dan aroma lada hijau kering, menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan dengan kombinasi perlakuan asam tartrat 2% dengan pengeringan oven lebih disukai dari-pada yang lainnya. Mayoritas parameter mutu lada hijau kering hasil penelitian telah meme-nuhi parameter mutu lada hijau kering yang tersedia di pasar. 
Perbaikan Mutu Lada Dalam Rangka Meningkatkan Daya Saing di Pasar Dunia NANAN NURDJANNAH
Perspektif Vol 5, No 1 (2006): Juni 2006
Publisher : Puslitbang Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (295.231 KB) | DOI: 10.21082/p.v5n1.2006.%p

Abstract

ABSTRAKIndonesia   merupakan   salah   satu   produsen   lada terbesar di dunia, dimana sebagian besar produknya diekspor dalam bentuk lada hitam dan lada putih serta dalam jumlah kecil dalam bentuk lada bubuk dan minyak  lada.  Persaingan  komoditas  lada  di  pasar dunia  pada  saat ini semakin kompetitif karena besarnya penawaran relative seimbang dengan permintaan.  Selain  itu,  persyaratan  yang  diminta negara-negara   konsumen   semakin   ketat   terutama dalam  hal  jaminan  mutu,  aspek  kebersihan  dan kesehatan. Disamping itu, muncul  negara-negara penghasil lada baru yang menaikkan produksi dengan cepat. Untuk memperbaiki mutu lada, Indonesia telah melakukan beberapa usaha di antaranya menghasilkan teknologi yang lebih baik dalam aspek penanganan bahan dan cara  pengolahannya.  Sebagian dari teknologi tersebut sudah dicoba diterapkan, namun belum  dilakukan  dan  diterapkan  secara  baik  dan terintegrasi   sehingga  hasilnya  tidak memuaskan. Beberapa negara produsen lada telah mengantisipasi keadaan ini di antaranya dengan menaikkan mutu produk  sejak  di  tingkat petani. Keberhasilan memperbaiki mutu di negara-negara tersebut  tercapai karena  dilakukan  dari  segala  aspek, dari  mulai budidaya,  pengolahan   sampai   pemasaran   dan kelembagaannya. Meskipun teknologinya tersedia, perbaikan  mutu lada di  Indonesia, tidak dapat diwujudkan  tanpa  dukungan  aspek-aspek  lainnya. Karena itu perbaikan mutu lada harus dilakukan dari tingkat petani, mulai dari aspek budidaya, pengolahan, distribusi dan pemasarannya secara terintegrasi. Selain itu  perlu  dibenahi  faktor  kelembagaannya  supaya dapat berjalan secara konsisten dan berkelanjutan.Kata kunci : Lada, Pepper nigrum, lada putih, lada hitam, mutu, pengolahan ABSTRACTImprovement  of  Pepper  Quality  to  Increase  The Competitiveness In The World MarketIndonesia is  one of the biggest  pepper producing countries. Most of the products are exported in the form of black and white pepper, and only a small amount in the form of ground pepper and pepper oil. The competition of pepper commodity in the world market becomes more stringent because the demand is relatively balanced with the supply. Moreover, the consumers   ask   for   more   stringent   condition   of products, especially quality assurance, hygienic and healthy  aspects.  Besides,  there  are  new  producing countries which increase the pepper production very fast. Indonesia has conducted some efforts to improve the  quality  of  pepper,  such  as  good  processing technology. The improved processing technology has been implemented, but it has not done correctly and integratedly with other aspects, so that the results are unsatisfactory. Some producing countries have already anticipated this condition by improving the quality of pepper products from the farmer level. The succeess in improving quality in these countries has been achieved because the improvement is done at all levels, from pepper berries production, processing until marketing and  its  organization.  The  improvement  of  pepper quality  cannot  be  done  only   by  improving   the processing technology, but it should also include other aspects, from pre harvest, postharvest to marketing, and distribution. Moreover, an organization is needed to organize all aspects involved in order to maintain the  consistency  and  sustainability  of pepper production and quality.Key words : Pepper, Piper nigrum L., white pepper, black pepper, quality, processing
ANALISIS TEKNIS DAN FINANSIAL PAKET TEKNOLOGI PENGOLAHAN LADA PUTIH (White Pepper) SEMI MEKANIS Tatang Hidayat; Nanan Nurdjannah; Sri Usmiati
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Vol 20, No 1 (2009): BULETIN PENELITIAN TANAMAN REMPAH DAN OBAT
Publisher : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bullittro.v20n1.2009.%p

Abstract

Salah satu masalah dalam industri lada di Indonesia yaitu rendahnya mutu lada yang dihasilkan di tingkat petani. Untuk meng-atasi hal tersebut, telah dikembangkan paket teknologi pengolahan lada semi mekanis yang saat ini unit percontohannya telah dibangun di Kalimantan Timur. Penelitian ini bertujuan untuk menguji paket teknologi pengolahan lada putih semi mekanis baik dari segi teknis mau-pun finansial. Tahapan penelitian meliputi : 1) Produksi lada putih dengan dua cara penge-ringan, yaitu penjemuran dan alat pengering, 2) Analisis mutu lada putih, dan 3) Analisis finansial pengolahan lada putih. Hasil pene-litian menunjukkan bahwa secara teknis paket teknologi pengolahan lada putih semi mekanis memiliki kinerja yang cukup baik. Rendemen lada putih yang dihasilkan berkisar antara 19,63-20,62%. Lada putih yang dihasilkan baik dengan alat pengering maupun dengan pen-jemuran memenuhi standar mutu IPC WP-1 dan WP-2, kecuali kadar kotoran yang meme-nuhi standar mutu IPC WP-2. Total mikroba lada putih kedua cara pengeringan tersebut relatif sama dan memenuhi standar mutu IPC untuk lada putih yang disterilkan. Hasil analisis finansial pengolahan lada putih di Kalimantan Timur pada kapasitas 0,5 ton bahan baku per proses, baik yang menggunakan alat pengering maupun penjemuran, layak direalisasikan. Penggunaan alat pengering menghasilkan NPV Rp 114.258.359,-, IRR 44,9%, B/C rasio 1,07 dengan masa pengembalian modal 2,18 tahun, sedangkan penjemuran menghasilkan NPV    Rp 142.603.460,-, IRR 48,5%, B/C rasio 1,09 dengan masa pengembalian modal 1,9 tahun. Analisis sensitivitas pengolahan lada putih dengan alat pengering dapat mentolerir ke-naikan harga bahan baku dan penurunan harga jual produk sampai 5%, sedangkan dengan penjemuran dapat mentolerir sampai 7%.