Sofyan Ritung
Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Perkembangan Pemetaan Zona Agro-Ekologi (ZAE) di Indonesia Hikmatullah Hikmatullah; Sofyan Ritung
Jurnal Sumberdaya Lahan Vol 8, No 1 (2014)
Publisher : Indonesian Center for Agriculture Land Resource Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jsdl.v8n1.2014.%p

Abstract

Abstrak. Peta Zona Agro-Ekologi atau yang populer dengan peta AEZ adalah data geospasial tematik turunan dari peta tanah atau satuan lahan, yang menyajikan sebaran satuan-satuan lahan yang mempunyai kesamaan karakteristik iklim, terrain, tanah, dan potensi untuk pengembangan komoditas pertanian. Peta AEZ awalnya dikembangkan oleh FAO sekitar tahun 1978 pada skala kecil untuk membantu negara-negara berkembang di Afrika dalam menyediakan informasi geospasial sumberdaya lahan untuk perencanaan penggunaan lahan. Di Indonesia, peta AEZ berbasis pulau skala 1:1.000.000 dan provinsi skala 1:250.000 telah diperkenalkan pada awal tahun 1990-an menggunakan sumber data dari peta tanah tinjau atau peta sistem lahan. Peta AEZ tersebut memberikan informasi pewilayahan komoditas pertanian, yang dapat dimanfaatkan untuk membantu perencanaan pertanian tingkat nasional dan provinsi. Saat ini peta AEZ skala 1:250.000 berbasis provinsi telah diterbitkan tahun 2013 untuk seluruh Indonesia dengan menggunakan peta dasar rupabumi terbaru dari Badan Informasi Geospasial (BIG) mendukung Gerakan Menuju Kebijakan Satu Peta (One Map Policy). Untuk perencanaan operasional tingkat kabupaten, peta AEZ tersebut perlu didetilkan delineasinya menjadi skala 1:50.000 yang berbasis wilayah kabupaten. Penyusunan peta AEZ skala 1:50.000 sudah dimulai sejak awal tahun 2000-an, tetapi secara sistematis baru dimulai tahun 2012 dan ditargetkan selesai akhir tahun 2017 untuk seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Perencanaan dan strategi yang efektif dan pendanaan yang mencukupi sangat diperlukan untuk mendukung percepatan penyelesaian peta-peta tersebut. Kendala yang dihadapi dalam penyelesaian penyusunan peta AEZ skala 1:50.000 seluruh wilayah kabupaten antara lain keterbatasan tenaga peneliti dan teknisi, tingkat kehandalan/akurasi peta, diseminasi hasil, dan pembaharuan peta-peta. Pemanfaatan data geospasial sumberdaya lahan yang akurat dapat mendukung perencanaan pengembangan pertanian yang lebih terarah.Abstract. The agro-ecological zone map, as popular as AEZ map, is the thematic geospatial data derived from soil or land unit maps that indicates the distribution of land units which have similar characteristic of climate, terrain, soils, and potency for agricultural commodity development. The AEZ map was firstly developed by FAO in 1978 for small scale to help developing countries of Africa in providing land resource geospatial data for landuse planning. In Indonesia, the AEZ map was introduced in the early of 1990’s at scales of 1:1000,000 for island-basis and 1:250,000 for provincial-basis derived from the available reconnaissance soil or land system maps. The AEZ map gives general information on the direction of agricultural commodity zoning for supporting both national and provincial planning. Recently, the AEZ base maps published by Geospatial Information Agency to support One Map Policy movement. By increasing the need of the geospatial data at larger scale, the AEZ map should be detailed the map unit delineations into 1:50,000 scale. The AEZ maps at scale of 1:50,000 were firstly created in the early of 2000’s, but systematically they have been created on the regency-basis since 2012, and they will be completed for the whole regencies of Indonesia in the end of 2017. The effective planning and strategy, and sufficient cost are needed to speed up of completing these maps. Constraints for completing the maps include the limited number of researchers and technicians, level of map reliability/accuracy, dissemination of result, and updating the maps. The use of accurate geospatial land resource data could support the agricultural development planning properly.
Perkembangan dan Strategi Percepatan Pemetaan Sumberdaya Tanah di Indonesia Sukarman Sukarman; Sofyan Ritung
Jurnal Sumberdaya Lahan Vol 7, No 1 (2013)
Publisher : Indonesian Center for Agriculture Land Resource Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jsdl.v7n1.2013.%p

Abstract

Abstrak. Pembangunan pertanian Indonesia yang sangat pesat, menuntut penyediaan data/informasi sumberdaya tanah yang semakin banyak dan cepat. Berkaitan dengan hal tersebut diperlukan percepatan penyediaan data/informasi sumberdaya tanah pada tingkat semi detail atau lebih besar, melalui pengembangan metodologi yang lebih cepat, efektif, dan efisien. Pemetaan tanah di Indonesia pada berbagai tingkat pemetaan atau skala, telah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir baik yang menyangkut identifikasi dan karakterisasi tanah maupun dalam teknologi delineasi satuan peta. Strategi yang dapat digunakan untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas pemetaan tanah di Indonesia adalah sebagai berikut: (a) Penggunaan peralatan yang mutakhir, (b) Pemetaan tanah semi detail sistematis menggunakan metode pemetaan tanah digital (digital soil mapping) dibantu dengan teknik penginderaan jauh yang dipadukan dengan digital elevation model, (c) Pemetaan tanah detail yang dilakukan pada daerah yang tidak mempunyai data sebelumnya dengan menggunakan grid sistem fleksibel, dan (d) Penggunaan metode pemetaan dengan memanfaatkan data base tanah sebagai data warisan.Abstract. Rapid development of Indonesia's agricultural sector requires the provision of data/information on agricultural land resources more quickly. In relation to that, it requires the acceleration of provision of data/information on land resources at semi detail level or greater through the development of methodologies that are faster, effectively and efficiently. Mapping of land resources in Indonesia at various levels of mapping or scale have followed the development of cutting-edge science and technology concerning both the identification and characterization of land resources and the technology of mapping unit delineation. Strategies that can be used to accelerate and improve the quality of soil mapping in Indonesia are as follows: (a) the use of sophisticated equipment, (b) semi-detailed soil mapping using a systematic method of digital soil mapping assisted by remote sensing techniques combined with DEM, (c) detailed soil mapping in the area which does not has any previous data using a flexible grid system, and (d) the use of the mapping methods by using database as legacy data.
Perkembangan Pemetaan Zona Agro-Ekologi (ZAE) di Indonesia Hikmatullah Hikmatullah; Sofyan Ritung
Jurnal Sumberdaya Lahan Vol 8, No 1 (2014)
Publisher : Indonesian Center for Agriculture Land Resource Development

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/jsdl.v8n1.2014.%p

Abstract

Abstrak. Peta Zona Agro-Ekologi atau yang populer dengan peta AEZ adalah data geospasial tematik turunan dari peta tanah atau satuan lahan, yang menyajikan sebaran satuan-satuan lahan yang mempunyai kesamaan karakteristik iklim, terrain, tanah, dan potensi untuk pengembangan komoditas pertanian. Peta AEZ awalnya dikembangkan oleh FAO sekitar tahun 1978 pada skala kecil untuk membantu negara-negara berkembang di Afrika dalam menyediakan informasi geospasial sumberdaya lahan untuk perencanaan penggunaan lahan. Di Indonesia, peta AEZ berbasis pulau skala 1:1.000.000 dan provinsi skala 1:250.000 telah diperkenalkan pada awal tahun 1990-an menggunakan sumber data dari peta tanah tinjau atau peta sistem lahan. Peta AEZ tersebut memberikan informasi pewilayahan komoditas pertanian, yang dapat dimanfaatkan untuk membantu perencanaan pertanian tingkat nasional dan provinsi. Saat ini peta AEZ skala 1:250.000 berbasis provinsi telah diterbitkan tahun 2013 untuk seluruh Indonesia dengan menggunakan peta dasar rupabumi terbaru dari Badan Informasi Geospasial (BIG) mendukung Gerakan Menuju Kebijakan Satu Peta (One Map Policy). Untuk perencanaan operasional tingkat kabupaten, peta AEZ tersebut perlu didetilkan delineasinya menjadi skala 1:50.000 yang berbasis wilayah kabupaten. Penyusunan peta AEZ skala 1:50.000 sudah dimulai sejak awal tahun 2000-an, tetapi secara sistematis baru dimulai tahun 2012 dan ditargetkan selesai akhir tahun 2017 untuk seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Perencanaan dan strategi yang efektif dan pendanaan yang mencukupi sangat diperlukan untuk mendukung percepatan penyelesaian peta-peta tersebut. Kendala yang dihadapi dalam penyelesaian penyusunan peta AEZ skala 1:50.000 seluruh wilayah kabupaten antara lain keterbatasan tenaga peneliti dan teknisi, tingkat kehandalan/akurasi peta, diseminasi hasil, dan pembaharuan peta-peta. Pemanfaatan data geospasial sumberdaya lahan yang akurat dapat mendukung perencanaan pengembangan pertanian yang lebih terarah.Abstract. The agro-ecological zone map, as popular as AEZ map, is the thematic geospatial data derived from soil or land unit maps that indicates the distribution of land units which have similar characteristic of climate, terrain, soils, and potency for agricultural commodity development. The AEZ map was firstly developed by FAO in 1978 for small scale to help developing countries of Africa in providing land resource geospatial data for landuse planning. In Indonesia, the AEZ map was introduced in the early of 1990’s at scales of 1:1000,000 for island-basis and 1:250,000 for provincial-basis derived from the available reconnaissance soil or land system maps. The AEZ map gives general information on the direction of agricultural commodity zoning for supporting both national and provincial planning. Recently, the AEZ base maps published by Geospatial Information Agency to support One Map Policy movement. By increasing the need of the geospatial data at larger scale, the AEZ map should be detailed the map unit delineations into 1:50,000 scale. The AEZ maps at scale of 1:50,000 were firstly created in the early of 2000’s, but systematically they have been created on the regency-basis since 2012, and they will be completed for the whole regencies of Indonesia in the end of 2017. The effective planning and strategy, and sufficient cost are needed to speed up of completing these maps. Constraints for completing the maps include the limited number of researchers and technicians, level of map reliability/accuracy, dissemination of result, and updating the maps. The use of accurate geospatial land resource data could support the agricultural development planning properly.