Paridjata Westra
Faculty of Veterinary Medicine, Universitas Airlangga

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Reformasi Industri Perunggasan menuju Ketahanan Pangan (Protein Hewani) bagi Masyarakat Miskin di Jawa Timur Paridjata Westra
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 3 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v7n3.2009.223-230

Abstract

Jumlah masyarakat miskin di Jawa Timur mencapai 7,138 juta orang (18,93% dari populasi Jawa Timur) dan mereka umumnya tinggal di desa-desa.  Rata-rata konsumsi protein orangIndonesiahanya 81,9 gr per hari dan nilai ini jauh di bawah standar yang ditetapkan oleh WNPG sebanyak 150 gr per hari. Pemenuhan kebutuhan protein hewani bersifat mutlak untuk menjamin  pertumbuhan dan perkembangan hidup manusia yang lebih baik. Data menunjukkan industri perunggasan diIndonesia, meliputi pengembangbiakan dan pengolahan pakan ternak dikuasai oleh beberapa perusahaan besar saja  yang sekaligus mengendalikan produksi dan pemasaran di dalam negeri. Di sisi lain kebutuhan bahanbakukhususnya jagung dan kedelai untuk kebutuhan industri perunggasan  masih diimpor, sementara produksi  biji-bjian di dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Data populasi dan produksi perunggasan di Jawa Timur tahun 2007 adalah tertinggi dibanding provinsi lainnya. Undang-undang Keamanan Pangan (UU No. 7/1996), tidak menjamin setiap orang memiliki akses terhadap pangan atau nutrisi yang cukup baik kuantitas maupun kualitas dan secara kultural patut, tetapi hanya mempromosikan keamanan pangan saja. Dengan demikian, konsep kedaulatan pangan menjadi lebih penting, sebagai konsep yang menjamin adanya keamanan pangan. Industri perunggasan harus di reformasi dengan program baru, berbasis regulasi pemerintah dan hak azasi manusia tentang pangan sebagai amanat konstitusi yang dapat menjamin perkembangan sektor primer di desa. Dengan demikian setiap orang termasuk keluarga miskin di perdesaan bebas dari kelaparan dan memperoleh kecukupan protein hewani. 
Reformasi Industri Perunggasan menuju Ketahanan Pangan (Protein Hewani) bagi Masyarakat Miskin di Jawa Timur Paridjata Westra
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 7, No 3 (2009): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (279.417 KB) | DOI: 10.21082/akp.v7n3.2009.223-230

Abstract

Jumlah masyarakat miskin di Jawa Timur mencapai 7,138 juta orang (18,93% dari populasi Jawa Timur) dan mereka umumnya tinggal di desa-desa.  Rata-rata konsumsi protein orangIndonesiahanya 81,9 gr per hari dan nilai ini jauh di bawah standar yang ditetapkan oleh WNPG sebanyak 150 gr per hari. Pemenuhan kebutuhan protein hewani bersifat mutlak untuk menjamin  pertumbuhan dan perkembangan hidup manusia yang lebih baik. Data menunjukkan industri perunggasan diIndonesia, meliputi pengembangbiakan dan pengolahan pakan ternak dikuasai oleh beberapa perusahaan besar saja  yang sekaligus mengendalikan produksi dan pemasaran di dalam negeri. Di sisi lain kebutuhan bahanbakukhususnya jagung dan kedelai untuk kebutuhan industri perunggasan  masih diimpor, sementara produksi  biji-bjian di dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Data populasi dan produksi perunggasan di Jawa Timur tahun 2007 adalah tertinggi dibanding provinsi lainnya. Undang-undang Keamanan Pangan (UU No. 7/1996), tidak menjamin setiap orang memiliki akses terhadap pangan atau nutrisi yang cukup baik kuantitas maupun kualitas dan secara kultural patut, tetapi hanya mempromosikan keamanan pangan saja. Dengan demikian, konsep kedaulatan pangan menjadi lebih penting, sebagai konsep yang menjamin adanya keamanan pangan. Industri perunggasan harus di reformasi dengan program baru, berbasis regulasi pemerintah dan hak azasi manusia tentang pangan sebagai amanat konstitusi yang dapat menjamin perkembangan sektor primer di desa. Dengan demikian setiap orang termasuk keluarga miskin di perdesaan bebas dari kelaparan dan memperoleh kecukupan protein hewani.