nFN Supriyati
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Subsidi Pupuk: Kebijakan, Pelaksanaan, dan Optimalisasi Pemanfaatannya Valeriana Darwis; nFN Supriyati
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 11, No 1 (2013): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v11n1.2013.45-60

Abstract

Pupuk merupakan salah satu input penting dalam meningkatkan produktivitas tanaman pangan, sehingga keberadaan dan pemanfaatannya memiliki posisi yang strategis. Salah satu kebijakan dalam pengadaan pupuk adalah subsidi pupuk. Subsidi pupuk sudah lama diterapkan dengan berbagai kebijakan yang mengikutinya seperti kebijakan pengadaan pupuk, distribusi pupuk dan pengawasan pupuk bersubsidi. Dalam pelaksanaannya kebijakan subsidi pupuk ini belum optimal sehingga diperlukan langkah perbaikan seperti: (i) pengalokasian pupuk (kuota) ditingkatkan dari kebutuhan untuk satu tahun menjadi rincian kebutuhan pupuk selama dua tahun, (ii) titik bagi terakhir berada di kelompok tani (lini v), (iii) penentuan kios pengecer sesuai dengan aturan yang semestinya dan (iv) pengalokasian dana yang cukup serta penetapan petugas yang tetap untuk operasional petugas PPNS dan KP3
Kaji Ulang Konsep Neraca Gula Nasional: Konsep Badan Ketahanan Pangan vs Dewan Gula Indonesia nFN Supriyati
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 2 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v9n2.2011.109-124

Abstract

Gula merupakan salah satu komoditas pangan strategis dalam perekonomian Indonesia. Kebijakan pergulaan tidak hanya ditentukan oleh pertimbangan aspek-aspek ekonomi tetapi juga aspek-aspek politik. Selain dikonsumsi secara langsung oleh masyarakat, gula juga digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan makanan dan minuman. Salah satu alat untuk mengetahui keseimbangan pasokan/pengadaan dan penggunaan/ permintaan gula adalah neraca bahan makanan (NBM). Tercatat ada dua Neraca Gula Nasional yang disusun dua instansi, yaitu Badan Ketahanan Pangan (BKP)/Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dewan Gula Indonesia (DGI), namun unsur-unsur penyusun dan besaran angkanya berbeda. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan ini, maka tujuan dari tulisan ini adalah mengkaji ulang konsep kedua neraca gula nasional tersebut. Hasil kaji ulang menunjukkan bahwa: (1) kedua neraca menggunakan definisi, dan sumber data berbeda; (2) konsep Neraca Gula dari BKP/BPS mengacu pada konsep NBM dari FAO, dengan beberapa saran perbaikan yaitu: (a) produksi adalah produksi gula ex tebu, yang berarti benar-benar mencerminkan kemampuan produksi gula dalam negeri; (b) impor sebaiknya dibedakan atas raw sugar (PG Putih dan PG Rafinasi), GKP (konsumsi langsung) dan GKR (untuk industri mamin); (3) neraca Gula DGI, dengan saran perbaikan sebagai berikut: (a) produksi yang dimasukkan adalah produksi ex tebu; (b) impor harus dibedakan atas impor raw sugar (PG Putih dan PG Rafinasi), GKP (konsumsi langsung) dan GKR (untuk industri mamin); (c) dalam penyusunan neraca harus mempertimbangkan pemakaian untuk industri non pangan dan tercecer; (4) neraca Gula nasional harus mengacu pada satu konsep yang sama yaitu konsep FAO, agar tidak membingungkan pengguna. Konsekuensinya, BKP dan DGI perlu menggunakan definisi unsur- unsur neraca yang sama.
Kaji Ulang Konsep Neraca Gula Nasional: Konsep Badan Ketahanan Pangan vs Dewan Gula Indonesia nFN Supriyati
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 2 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (458.712 KB) | DOI: 10.21082/akp.v9n2.2011.109-124

Abstract

Gula merupakan salah satu komoditas pangan strategis dalam perekonomian Indonesia. Kebijakan pergulaan tidak hanya ditentukan oleh pertimbangan aspek-aspek ekonomi tetapi juga aspek-aspek politik. Selain dikonsumsi secara langsung oleh masyarakat, gula juga digunakan sebagai bahan baku industri pengolahan makanan dan minuman. Salah satu alat untuk mengetahui keseimbangan pasokan/pengadaan dan penggunaan/ permintaan gula adalah neraca bahan makanan (NBM). Tercatat ada dua Neraca Gula Nasional yang disusun dua instansi, yaitu Badan Ketahanan Pangan (BKP)/Badan Pusat Statistik (BPS) dan Dewan Gula Indonesia (DGI), namun unsur-unsur penyusun dan besaran angkanya berbeda. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan ini, maka tujuan dari tulisan ini adalah mengkaji ulang konsep kedua neraca gula nasional tersebut. Hasil kaji ulang menunjukkan bahwa: (1) kedua neraca menggunakan definisi, dan sumber data berbeda; (2) konsep Neraca Gula dari BKP/BPS mengacu pada konsep NBM dari FAO, dengan beberapa saran perbaikan yaitu: (a) produksi adalah produksi gula ex tebu, yang berarti benar-benar mencerminkan kemampuan produksi gula dalam negeri; (b) impor sebaiknya dibedakan atas raw sugar (PG Putih dan PG Rafinasi), GKP (konsumsi langsung) dan GKR (untuk industri mamin); (3) neraca Gula DGI, dengan saran perbaikan sebagai berikut: (a) produksi yang dimasukkan adalah produksi ex tebu; (b) impor harus dibedakan atas impor raw sugar (PG Putih dan PG Rafinasi), GKP (konsumsi langsung) dan GKR (untuk industri mamin); (c) dalam penyusunan neraca harus mempertimbangkan pemakaian untuk industri non pangan dan tercecer; (4) neraca Gula nasional harus mengacu pada satu konsep yang sama yaitu konsep FAO, agar tidak membingungkan pengguna. Konsekuensinya, BKP dan DGI perlu menggunakan definisi unsur- unsur neraca yang sama.
Subsidi Pupuk: Kebijakan, Pelaksanaan, dan Optimalisasi Pemanfaatannya Valeriana Darwis; nFN Supriyati
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 11, No 1 (2013): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (240.391 KB) | DOI: 10.21082/akp.v11n1.2013.45-60

Abstract

Pupuk merupakan salah satu input penting dalam meningkatkan produktivitas tanaman pangan, sehingga keberadaan dan pemanfaatannya memiliki posisi yang strategis. Salah satu kebijakan dalam pengadaan pupuk adalah subsidi pupuk. Subsidi pupuk sudah lama diterapkan dengan berbagai kebijakan yang mengikutinya seperti kebijakan pengadaan pupuk, distribusi pupuk dan pengawasan pupuk bersubsidi. Dalam pelaksanaannya kebijakan subsidi pupuk ini belum optimal sehingga diperlukan langkah perbaikan seperti: (i) pengalokasian pupuk (kuota) ditingkatkan dari kebutuhan untuk satu tahun menjadi rincian kebutuhan pupuk selama dua tahun, (ii) titik bagi terakhir berada di kelompok tani (lini v), (iii) penentuan kios pengecer sesuai dengan aturan yang semestinya dan (iv) pengalokasian dana yang cukup serta penetapan petugas yang tetap untuk operasional petugas PPNS dan KP3