Benny Rachman
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Implikasi Kebijakan Harga Eceran Tertinggi Beras Terhadap Profitabilitas Usaha Tani Padi, Harga, Kualitas, serta Serapan Beras Benny Rachman; Adang Agustian; Arif Syaifudin
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 17, No 1 (2019): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v17n1.2019.59-77

Abstract

In order to maintain the stability of rice price the government establishes rice ceiling price (RCP) policy based on rice quality and distribution areas. This policy was issued through the Minister of Trade Regulation No. 57/2017 in effect since 1 September 2017. This study aims to examine the impact of RCP policy on profitability of rice farming, rice prices in traditional and modern markets, shift in rice quality, and paddy and rice procurement by Perum Bulog. This study was conducted in three rice producing provinces, namely West Java, East Java and South Sulawesi. After implementation of RCP policy, profitability of rice farming increased, market prices for medium quality rose approaching the medium RCP, and premium rice price tended to decline but still stable close to RCP. Most rice sold in the markets shifted from medium to premium quality. Government rice procurement conducted by Bulog decreased significantly. Besides profit margins, lack of binding of broken grain criteria for medium and premium rice qualities and absence of certification regarding the differentiation of both qualities may affect rice quality shifting. It is suggested that RCP policy should implemented with clear and firm regulation on rice quality criteria. AbstrakBeras merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Dalam upaya menjaga stabilitas harga beras, pemerintah menetapkan patokan harga eceran tertinggi (HET) berdasarkan jenis beras dan wilayah edarnya. Kebijakan ini ditetapkan melalui Permendag No. 57 tahun 2017 yang berlaku sejak 1 September 2017. Kajian ini bertujuan untuk mengkaji implikasi kebijakan penerapan HET beras tersebut terhadap profitabilitas usahatani padi, harga beras di pasar tradisional dan modern, pergeseran kualitas beras yang diperdagangkan, dan penyerapan gabah-beras petani oleh Perum Bulog Kajian dilaksanakan di tiga provinsi sentra beras, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Kajian menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa profitabilitas usahatani padi meningkat setelah penetapan HET beras;  harga beras medium cenderung naik mendekati batas HET medium, sedangkan harga beras premium cenderung menurun namun masih stabil tinggi mendekati batas HET premium; kualitas beras yang diperdagangkan sebagian  bermigrasi dari beras medium ke premium; dan pengadaan gabah pemerintah oleh Bulog  serapan gabah-beras petani oleh Bulog mengalami penurunan. Selain margin keuntungan, longgarnya kriteria butir patah beras medium dan premium serta belum adanya sertifikasi mengenai pembedaan kualitas medium dan premium ditengarai menjadi faktor migrasi kualitas beras yang diperdagangkan. Disarankan penetapan HET perlu disertai dengan pengaturan yang lebih tegas mengenai kriteria kualitas beras medium dan premium. Selain itu, pemerintah untuk mengawasi  kepatuhan pedagang, perlu dilakukan  akreditasi terhadap beras premium kemasan yang beredar di pasar.
Efektivitas dan Perspektif Pelaksanaan Program Beras Sejahtera (Rastra) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) Benny Rachman; Adang Agustian; nFN Wahyudi
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 16, No 1 (2018): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v16n1.2018.1-18

Abstract

Rice for the Poor (Rastra) and Non-Cash Food Assistance (BPNT) Programs are among the policy instruments for poverty alleviation. Rastra, formerly a subsidy policy, was partly transformed into assistance design through BPNT Program since 2017. This study aims to assess effectiveness of Rastra and BPNT in terms of 6R aspects, i.e. Right Target, Right Amount, Right Price, Right Time, Right Quality, and Right Administration. Primary data were collected from sample cities implementing these programs. This study used both quantitative and qualitative approaches. It is necessary to improve target beneficiaries, assistance receiving time, rice quality, and e-warong readiness. As instruments of poverty alleviation, Rastra and BPNT were implemented in an integrated manner based on the surplus and deficit areas. Subsidy design (Rastra) transformation into non-cash food assistance (BPNT) should be implemented gradually. Bulog needs to improve farmers’ rice purchase and to increase government’s rice reserve. AbstrakProgram Beras Sejahtera (Rastra) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) merupakan salah satu instrumen kebijakan penting dalam penanggulangan kemiskinan bagi masyarakat miskin berpenghasilan rendah. Sesuai arahan Presiden RI tentang bantuan sosial dan keuangan inklusif, maka sejak tahun 2017 Rastra yang merupakan kebijakan subsidi sebagian ditransformasi menjadi pola bantuan melalui Program BPNT. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektivitas pelaksanaan Rastra dan BPNT (aspek 6T: Tepat Sasaran, Tepat Jumlah, Tepat Harga, Tepat Waktu, Tepat Kualitas, dan Tepat Administrasi) dan merumuskan saran kebijakan perbaikan pelaksanaan Rastra dan BPNT. Cakupan kajian dan data yang digunakan adalah pada tingkat nasional dengan keterwakilan dari masing-masing kota pelaksana program. Metode kajian menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif. Pelaksanaan Rastra dan BPNT dipandang perlu dilakukan perbaikan dari sisi sasaran penerima, waktu penerimaan bantuan, kualitas beras, dan kesiapan e-warong di semua wilayah. Sebagai instrumen penanggulangan kemiskinan, Rastra dan BPNT dilaksanakan secara terpadu dengan mempertimbangkan wilayah surplus dan deficit. Proses transformasi pola subsidi (Rastra) menjadi pola bantuan pangan (BPNT) juga harus dilakukan secara bertahap sesuai kesiapan infrastrukturnya.  Selain itu mengingat kebijakan Rastra dan BPNT sangat terkait dengan peran dan kapasitas Bulog dalam melakukan serapan gabah-beras dari petani dan menjaga stabilisasi harga beras, maka pemerintah perlu meningkatkan Cadangan Beras Pemerintah.
Harga Pembelian Pemerintah (Hpp) Gabah-Beras Tahun 2010: Efektivitas dan Implikasinya Terhadap Kualitas dan Pengadaan oleh Dolog Muhammad Maulana; Benny Rachman
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 4 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v9n4.2011.331-347

Abstract

Terkait dengan stabilisasi harga dan peningkatan kualitas gabah-beras, pemerintah menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) dan penggunaan tabel rafaksi sebagai acuan dalam transaksi gabah-beras. Kajian ini bertujuan untuk melihat efektivitas HPP, dan bagaimana faktor produksi dan kualitas gabah-beras mempengaruhi efektivitas kebijakan HPP. Kebijakan HPP GKP efektif dalam menjaga stabilitas harga GKP ditingkat petani. Tingkat harga pada transaksi jual beli gabah beras dipengaruhi kuantitas dan kualitas gabah beras. Kuantitas berhubungan dengan produksi antar musim. Namun, dalam menentukan harga transaksi, tidak ada pedoman baku yang digunakan untuk menentukan kualitas. Tabel Rafaksi tidak digunakan oleh petani dan pedagang. Petani dan pedagang telah mempunyai persepsi masing-masing tentang penentuan kualitas gabah-beras. Oleh sebab itu, sosialisasi tabel rafaksi pada petani sangat perlu digiatkan.
PAJAK EKSPOR DAN PENGARUHNYA TERHADAP CPO INDONESIA Benny Rachman; Adang Agustin
Agro Ekonomi Vol 17, No 2 (2010): DESEMBER 2010
Publisher : Department of Agricultural Socio-Economics Faculty of Agriculture Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3476.888 KB) | DOI: 10.22146/jae.17905

Abstract

This study aims to analyze the development of national CPO (Crude Palm Oil) export, the influence of the implementation of the export tax for the welfare of producers, and the competiveness of CPO. This study uses primary data and secondary data. The result of the study shows that (1) in tne period 2000-2007, the volume and value of exports of CPO increased were 18.07 and 37.63 % per year, respectively, (2) CPO export tax directly and proportionally reduce the local price of CPO, which in tye end reduce the price of TBS (Tandan Buah Segar). The higher export tax and the more disadvantages CPO producers and overall level of welfare to decrease with the high PE rate of CPO, and (3) Indonesia has a comparative and competitive advantages in the production od CPO, as indicated by the value DRCR < 1 and PCR < 1 (DRC = 0.66 and the PCR = 0.60).
Performa Dayasaing Komoditas Padi Benny Rachman
Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol 11 No 2 (2011)
Publisher : Politeknik Negeri Lampung.

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (164.248 KB) | DOI: 10.25181/jppt.v11i2.225

Abstract

Change in rice market from controlled market to free market cause domestic rice price is exposed more to market fluctuation. This circumstance directly affects competitiveness of domestic rice farm business. This paper is aimed at assessing competitiveness of rice farm business. The results showed that rice farm business competitiveness was very sensitive to yield decrease, world price of rice, and change in rupiah exchange rate. Strategic attempt to do is to improve efficiency of rice farm business through (a) application of specific technology for specific locations, (b) balance of inputs use, (c) improvement of inputs and output market institution, and (d) farm business management improvement. Keywords : Competitiveness, profitability, institution
Harga Pembelian Pemerintah (Hpp) Gabah-Beras Tahun 2010: Efektivitas dan Implikasinya Terhadap Kualitas dan Pengadaan oleh Dolog Muhammad Maulana; Benny Rachman
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 9, No 4 (2011): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (629.285 KB) | DOI: 10.21082/akp.v9n4.2011.331-347

Abstract

Terkait dengan stabilisasi harga dan peningkatan kualitas gabah-beras, pemerintah menetapkan harga pembelian pemerintah (HPP) dan penggunaan tabel rafaksi sebagai acuan dalam transaksi gabah-beras. Kajian ini bertujuan untuk melihat efektivitas HPP, dan bagaimana faktor produksi dan kualitas gabah-beras mempengaruhi efektivitas kebijakan HPP. Kebijakan HPP GKP efektif dalam menjaga stabilitas harga GKP ditingkat petani. Tingkat harga pada transaksi jual beli gabah beras dipengaruhi kuantitas dan kualitas gabah beras. Kuantitas berhubungan dengan produksi antar musim. Namun, dalam menentukan harga transaksi, tidak ada pedoman baku yang digunakan untuk menentukan kualitas. Tabel Rafaksi tidak digunakan oleh petani dan pedagang. Petani dan pedagang telah mempunyai persepsi masing-masing tentang penentuan kualitas gabah-beras. Oleh sebab itu, sosialisasi tabel rafaksi pada petani sangat perlu digiatkan.
Implikasi Kebijakan Harga Eceran Tertinggi Beras Terhadap Profitabilitas Usaha Tani Padi, Harga, Kualitas, serta Serapan Beras Benny Rachman; Adang Agustian; Arif Syaifudin
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 17, No 1 (2019): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (519.219 KB) | DOI: 10.21082/akp.v17n1.2019.59-77

Abstract

In order to maintain the stability of rice price the government establishes rice ceiling price (RCP) policy based on rice quality and distribution areas. This policy was issued through the Minister of Trade Regulation No. 57/2017 in effect since 1 September 2017. This study aims to examine the impact of RCP policy on profitability of rice farming, rice prices in traditional and modern markets, shift in rice quality, and paddy and rice procurement by Perum Bulog. This study was conducted in three rice producing provinces, namely West Java, East Java and South Sulawesi. After implementation of RCP policy, profitability of rice farming increased, market prices for medium quality rose approaching the medium RCP, and premium rice price tended to decline but still stable close to RCP. Most rice sold in the markets shifted from medium to premium quality. Government rice procurement conducted by Bulog decreased significantly. Besides profit margins, lack of binding of broken grain criteria for medium and premium rice qualities and absence of certification regarding the differentiation of both qualities may affect rice quality shifting. It is suggested that RCP policy should implemented with clear and firm regulation on rice quality criteria. AbstrakBeras merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Dalam upaya menjaga stabilitas harga beras, pemerintah menetapkan patokan harga eceran tertinggi (HET) berdasarkan jenis beras dan wilayah edarnya. Kebijakan ini ditetapkan melalui Permendag No. 57 tahun 2017 yang berlaku sejak 1 September 2017. Kajian ini bertujuan untuk mengkaji implikasi kebijakan penerapan HET beras tersebut terhadap profitabilitas usahatani padi, harga beras di pasar tradisional dan modern, pergeseran kualitas beras yang diperdagangkan, dan penyerapan gabah-beras petani oleh Perum Bulog Kajian dilaksanakan di tiga provinsi sentra beras, yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Kajian menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa profitabilitas usahatani padi meningkat setelah penetapan HET beras;  harga beras medium cenderung naik mendekati batas HET medium, sedangkan harga beras premium cenderung menurun namun masih stabil tinggi mendekati batas HET premium; kualitas beras yang diperdagangkan sebagian  bermigrasi dari beras medium ke premium; dan pengadaan gabah pemerintah oleh Bulog  serapan gabah-beras petani oleh Bulog mengalami penurunan. Selain margin keuntungan, longgarnya kriteria butir patah beras medium dan premium serta belum adanya sertifikasi mengenai pembedaan kualitas medium dan premium ditengarai menjadi faktor migrasi kualitas beras yang diperdagangkan. Disarankan penetapan HET perlu disertai dengan pengaturan yang lebih tegas mengenai kriteria kualitas beras medium dan premium. Selain itu, pemerintah untuk mengawasi  kepatuhan pedagang, perlu dilakukan  akreditasi terhadap beras premium kemasan yang beredar di pasar.