I Ketut Kariyasa
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Rancangan dan Implementasi Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Rangga Ditya Yofa; Mewa Ariani; I Ketut Kariyasa; Achmad Suryana
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 14, No 1 (2016): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v14n1.2016.55-72

Abstract

Field School-Integrated Crop Management (FS-ICM) was one of components within the National Rice Production Enhancement Program implemented by the Ministry of Agriculture in the period of 2009−2014. With the support of a large amount of budget, FS-ICM implementation was expected to have a significant impact on the increase of food production. This study aims to assess planning design and the implementation of FS-ICM on rice. This study used primary and secondary data included all information related to planning design and the implementation of FS-ICM program at national and regional levels. Data collection was carried out by interviewing the leaders of agricultural institutions associated with activities of FS-ICM and from Focus Group Discussion (FGD) among the group and individual rice farmers at provincial and regency levels in West Java Province in the period of September−October 2014. The data and information were processed descriptively and qualitatively. The results of this study indicated that annual planning of the FS-ICM program was in fact not based on the results of annual evaluation of the implementation and the performance of FS-ICM. During five-year period, annual target of the FS-ICM had been arranged to be increased at a very high rate, regardless of the limited capacity and the unsuccessful implementation of the program. This study had also indicated that planning and implementation of FS-ICM in the field was not fully in accordance with the basic concept of ICM. The rate of adoption of ICM technology components among the rice farmers was quite low, besides the limited number and quality of agriculture extension workers to support this program. It is suggested reporting systems and socialization program improvement, well-functioning LL, encouraging the mobilization of extension, fostering local growers, establishing better coordination between central and local governments as well as implementers in the field, and also building and repairing aspects of processing, marketing and farmers groups. AbstrakSekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) merupakan salah satu komponen dalam program Peningkatan Produksi Beras Nasional yang dilaksanakan Kementerian Pertanian pada tahun 2009−2014. Dengan dukungan anggaran yang besar, pelaksanaan SL-PTT diharapkan dapat berdampak nyata pada peningkatan produksi pangan. Kajian ini bertujuan untuk mengkaji perencanaan dari implementasi kegiatan SL-PTT padi sawah. Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data primer dan sekunder, meliputi informasi tentang perencanaan dan implementasi SL-PTT di pusat dan daerah. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan pimpinan instansi pertanian yang terkait dengan kegiatan SL-PTT serta focus group discussion (FGD) di antara kelompok tani/petani padi sawah pada tingkat provinsi dan kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang dilaksanakan pada bulan September−Oktober 2014.  Pengolahan data dan informasi dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa kegiatan perencanaan tahunan SL-PTT tidak didasarkan pada hasil evaluasi pelaksanaan dan kinerja implementasi SL-PTT di lapangan. Selama periode lima tahun, target tahunan SL-PTT terus ditambah dengan tingkat kenaikan yang tinggi, tanpa memperhatikan kemampuan daya dukung keberhasilan program. Kajian ini juga menunjukkan perencanaan dan implementasi SL-PTT di lapangan tidak mengacu sepenuhnya pada konsep dasar PTT, tingkat adopsi komponen teknologi PTT masih rendah, dan jumlah serta kualitas penyuluh pertanian terbatas untuk mendukung keberhasilan program SL-PTT ini. Implikasi kebijakan yang disarankan ialah perbaikan sistem pelaporan dan sosialisasi program, memfungsikan LL secara baik, mendorong mobilisasi penyuluh, menumbuhkan penangkar-penangkar lokal, membangun koordinasi yang baik antara pemerintah pusat, daerah, dan pelaksana di lapangan, serta membangun dan memperbaiki aspek pengolahan, pemasaran, dan kelembagaan kelompok tani.
Potensi Dampak Kebijakan Harga dalam Mendorong Penerapan Teknologi Anjuran dan Peningkatan Produksi Kedelai I Ketut Kariyasa
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 13, No 2 (2015): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v13n2.2015.167-184

Abstract

EnglishSoybean is one of the major food commodities in Indonesia and its demand increases both as direct consumption and for food industries. However, up to now domestic soybean production is only able to meet domestic demand of about 30 − 40%. To increase domestic production and reduce imported soybean, Indonesian government has issued soybean price policy. Research results in Banten, West Nusa Tenggara, and Central Java Provinces showed that soybean price policy of Rp7,600/kg − Rp7,700/kg was not able to encourage farmers to manage their soybean farming intensively and to grow soybean instead of other food crops (corn, green beans, peanuts). Thus, additional potential soybean production is estimated only 4.23%. Therefore, the government needs to review and readjust the level of current soybean price policy to encourage farmers to grow and manage their soybean farming intensively. Efforts to incr ease soybean production should not only be done through single price policy alone, but it should also be coupled with other policy instruments, such as the provision of good seed and site specific technology, infrastructure, and market acessibility improvement.  IndonesiaKedelai merupakan salah satu komoditas pangan utama di Indonesia dan permintaan terhadap komoditas initerus meningkat baik untuk dikonsumsi langsung maupun untuk industri pangan. Produksi kedelai dalam negeri baru mampu memenuhi permintaan tersebut antara 30−40%. Dalam upaya meningkatkan produksi kedelai dalam negeri dan mengurangi jumlah impor, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Harga Beli Petani (HBP). Hasil kajian di Provinsi Banten, NTB, dan Jateng dengan menggunakan analisis keuntungan kompetitif dan melibatkan 180 petani contoh menunjukkan bahwa kebijakan HBP sebesar Rp7.600/kg–Rp7.700/kg belum mampu mendorong petani untuk mengelola usaha tani kedelainya secara intensif dan menggantikan lahan komoditas pangan lainnya dengan tanaman kedelai, sehingga potensi tambahan produksi kedelai diperkirakan hanya sebesar 4,23%. Oleh karena itu, pemerintah perlu meninjau dan menyesuaikan kembali besaran HBP kedelai yang berlaku sekarang untuk mendorong petani mau menanam kedelai. Upaya peningkatan produksi kedelai sebaiknya tidak hanya dilakukan melalui kebijakan tunggal HBP saja, tapi dibarengi juga dengan beberapa instrumen kebijakan lainnya, seperti penyediaan benih bermutu dan teknologi spesifik lokasi, perbaikan infrastruktur, dan akses pasar.
Potensi Dampak Kebijakan Harga dalam Mendorong Penerapan Teknologi Anjuran dan Peningkatan Produksi Kedelai I Ketut Kariyasa
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 13, No 2 (2015): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (148.388 KB) | DOI: 10.21082/akp.v13n2.2015.167-184

Abstract

EnglishSoybean is one of the major food commodities in Indonesia and its demand increases both as direct consumption and for food industries. However, up to now domestic soybean production is only able to meet domestic demand of about 30 − 40%. To increase domestic production and reduce imported soybean, Indonesian government has issued soybean price policy. Research results in Banten, West Nusa Tenggara, and Central Java Provinces showed that soybean price policy of Rp7,600/kg − Rp7,700/kg was not able to encourage farmers to manage their soybean farming intensively and to grow soybean instead of other food crops (corn, green beans, peanuts). Thus, additional potential soybean production is estimated only 4.23%. Therefore, the government needs to review and readjust the level of current soybean price policy to encourage farmers to grow and manage their soybean farming intensively. Efforts to incr ease soybean production should not only be done through single price policy alone, but it should also be coupled with other policy instruments, such as the provision of good seed and site specific technology, infrastructure, and market acessibility improvement.  IndonesiaKedelai merupakan salah satu komoditas pangan utama di Indonesia dan permintaan terhadap komoditas initerus meningkat baik untuk dikonsumsi langsung maupun untuk industri pangan. Produksi kedelai dalam negeri baru mampu memenuhi permintaan tersebut antara 30−40%. Dalam upaya meningkatkan produksi kedelai dalam negeri dan mengurangi jumlah impor, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan Harga Beli Petani (HBP). Hasil kajian di Provinsi Banten, NTB, dan Jateng dengan menggunakan analisis keuntungan kompetitif dan melibatkan 180 petani contoh menunjukkan bahwa kebijakan HBP sebesar Rp7.600/kg–Rp7.700/kg belum mampu mendorong petani untuk mengelola usaha tani kedelainya secara intensif dan menggantikan lahan komoditas pangan lainnya dengan tanaman kedelai, sehingga potensi tambahan produksi kedelai diperkirakan hanya sebesar 4,23%. Oleh karena itu, pemerintah perlu meninjau dan menyesuaikan kembali besaran HBP kedelai yang berlaku sekarang untuk mendorong petani mau menanam kedelai. Upaya peningkatan produksi kedelai sebaiknya tidak hanya dilakukan melalui kebijakan tunggal HBP saja, tapi dibarengi juga dengan beberapa instrumen kebijakan lainnya, seperti penyediaan benih bermutu dan teknologi spesifik lokasi, perbaikan infrastruktur, dan akses pasar.
Rancangan dan Implementasi Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Rangga Ditya Yofa; Mewa Ariani; I Ketut Kariyasa; Achmad Suryana
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 14, No 1 (2016): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v14n1.2016.55-72

Abstract

Field School-Integrated Crop Management (FS-ICM) was one of components within the National Rice Production Enhancement Program implemented by the Ministry of Agriculture in the period of 2009−2014. With the support of a large amount of budget, FS-ICM implementation was expected to have a significant impact on the increase of food production. This study aims to assess planning design and the implementation of FS-ICM on rice. This study used primary and secondary data included all information related to planning design and the implementation of FS-ICM program at national and regional levels. Data collection was carried out by interviewing the leaders of agricultural institutions associated with activities of FS-ICM and from Focus Group Discussion (FGD) among the group and individual rice farmers at provincial and regency levels in West Java Province in the period of September−October 2014. The data and information were processed descriptively and qualitatively. The results of this study indicated that annual planning of the FS-ICM program was in fact not based on the results of annual evaluation of the implementation and the performance of FS-ICM. During five-year period, annual target of the FS-ICM had been arranged to be increased at a very high rate, regardless of the limited capacity and the unsuccessful implementation of the program. This study had also indicated that planning and implementation of FS-ICM in the field was not fully in accordance with the basic concept of ICM. The rate of adoption of ICM technology components among the rice farmers was quite low, besides the limited number and quality of agriculture extension workers to support this program. It is suggested reporting systems and socialization program improvement, well-functioning LL, encouraging the mobilization of extension, fostering local growers, establishing better coordination between central and local governments as well as implementers in the field, and also building and repairing aspects of processing, marketing and farmers groups. AbstrakSekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) merupakan salah satu komponen dalam program Peningkatan Produksi Beras Nasional yang dilaksanakan Kementerian Pertanian pada tahun 2009−2014. Dengan dukungan anggaran yang besar, pelaksanaan SL-PTT diharapkan dapat berdampak nyata pada peningkatan produksi pangan. Kajian ini bertujuan untuk mengkaji perencanaan dari implementasi kegiatan SL-PTT padi sawah. Data yang digunakan dalam kajian ini adalah data primer dan sekunder, meliputi informasi tentang perencanaan dan implementasi SL-PTT di pusat dan daerah. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan pimpinan instansi pertanian yang terkait dengan kegiatan SL-PTT serta focus group discussion (FGD) di antara kelompok tani/petani padi sawah pada tingkat provinsi dan kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang dilaksanakan pada bulan September−Oktober 2014.  Pengolahan data dan informasi dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa kegiatan perencanaan tahunan SL-PTT tidak didasarkan pada hasil evaluasi pelaksanaan dan kinerja implementasi SL-PTT di lapangan. Selama periode lima tahun, target tahunan SL-PTT terus ditambah dengan tingkat kenaikan yang tinggi, tanpa memperhatikan kemampuan daya dukung keberhasilan program. Kajian ini juga menunjukkan perencanaan dan implementasi SL-PTT di lapangan tidak mengacu sepenuhnya pada konsep dasar PTT, tingkat adopsi komponen teknologi PTT masih rendah, dan jumlah serta kualitas penyuluh pertanian terbatas untuk mendukung keberhasilan program SL-PTT ini. Implikasi kebijakan yang disarankan ialah perbaikan sistem pelaporan dan sosialisasi program, memfungsikan LL secara baik, mendorong mobilisasi penyuluh, menumbuhkan penangkar-penangkar lokal, membangun koordinasi yang baik antara pemerintah pusat, daerah, dan pelaksana di lapangan, serta membangun dan memperbaiki aspek pengolahan, pemasaran, dan kelembagaan kelompok tani.