Edi Basuno
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Analisis Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM): Kasus Pengembangan Usaha Ternak Sapi di Provinsi Sulawesi Selatan Edi Basuno; Rita Nur Suhaeti
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 5, No 2 (2007): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v5n2.2007.150-166

Abstract

Tulisan ini merupakan hasil identifikasi kinerja kelompok peternak penerima program Bantuan Pinjaman Langsung  Masyarakat (BPLM) di Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu Kabupaten Barru, Bantaeng, Sinjai. Beberapa kelompok cukup mempunyai prospek untuk berkembang, sedangkan kelompok lainnya tampak sulit berkembang. Distribusi BPLM dengan jangkauan yang cukup luas, disambut dengan antusias oleh semua pihak. Secara umum, aspek teknis budidaya pemeliharaan sapi sudah dikuasai dengan baik oleh anggota kelompok. Perkembangan suatu kelompok erat kaitannya dengan kualitas sumber daya manusia (SDM). Terdapat kecenderungan bahwa anggota yang lebih maju dan inovatif memperoleh manfaat yang lebih besar dari program BPLM tsb. Hal ini disebabkan oleh kualitas SDM mereka yang relatif lebih baik dibanding dengan anggota lainnya, sehingga mereka umumnya mempunyai prakarsa yang lebih baik. Terdapat variasi dalam pelaksanaan BPLM di tingkat daerah, sebagai dampak positif dari otonomi daerah. Namun demikian diperlukan monitoring dan evaluasi terus menerus agar tujuan program tercapai. Meskipun hampir semua kelompok menyatakan bahwa modal sebagai kendala utama, tetapi beberapa kelompok justru menyimpan dana kelompok di bank. Aplikasi berbagai teknologi, perlu mendapat prioritas dari pelaksana BPLM, agar nilai tambah usaha ternak sapi meningkat. Konsekuensinya adalah adanya program pelatihan kader lokal melalui kegiatan yang bersifat learning by doing. Program BPLM semestinya memiliki tim fasilitator sendiri yang mampu melatih pelaksana BPLM di daerah dalam penguatan kelompok. Aspek ini merupakan aspek terlemah yang ditemukan dalam program BPLM. Ditemukan perbedaan pengertian tentang sistem pengembalian antara kelompok dengan Dinas Peternakan, sehingga sebelum distribusi bantuan dimulai, penyiapan kelompok perlu lebih matang, sekaligus mengakomodasi kebutuhan kelompok melalui dialog yang partisipatif. Pola seleksi kelompok secara transparan perlu dikembangkan agar kelompok yang terpilih betul-betul kelompok yang siap melaksanakan program BPLM. Perlu ditambahkan bahwa program BPLM tidak hanya sekedar memberi bantuan kepada masyarakat, tetapi termasuk manajemen tindak lanjutnya.
Review Dampak Wabah dan Kebijakan Pengendalian Avian Influenza di Indonesia Edi Basuno
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 4 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v6n4.2008.314-334

Abstract

Kekhawatiran global tentang terjadinya pandemi Avian Influenza (AI) telah menempatkan Asia, termasuk Asia Tenggara sebagai wilayah yang harus dicermati. Berbagai upaya pengendaliannya telah banyak dilakukan oleh pemerintah Indonesia, melalui koordinasi Komite Nasional Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza (Komnas FBPI). Berbagai dampak muncul dari upaya pengendalian virus AI, seperti menurunnya jumlah peternak, menurunnya skala usaha dan menurunnya pendapatan dari memelihara unggas. Minimnya kesadaran masyarakat dan terbatasnya lahan realokasi merupakan kendala program pengandangan ayam buras. Dampak wabah AI juga mempengaruhi penurunan suplai, impor dan ekspor DOC baik untuk broiler maupun layer, serta harga input otput usaha perunggasan. Sebaliknya wabah AI justru meningkatkan penjualan obat-obatan dan feed supplements yang meningkat sampai 80 persen pada tahun 2004. Usaha ayam petelur ternyata paling menderita dan lebih rentan terhadap wabah AI dibanding ayam broiler. Pemulihan usaha peternakan skala kecil pasca wabah AI merupakan keharusan karena mampu menyediakan lapangan kerja dan menekan urbanisasi. Komnas FBPI, memperkirakan besarnya kerugian di Indonesia akibat wabah AI dari 2004 – 2008 sebesar Rp. 4,3 triliun, di luar kerugian dari hilangnya kesempatan kerja dan berkurangnya konsumsi protein masyarakat. FAO memperkirakan adanya mutasi virus AI di Indonesia yang kemungkinan menyebabkan pandemi. Saat ini telah ditemukan strain baru H5N1 yang kebal terhadap vaksin yang tersedia. Berbagai peraturan yang telah dikeluarkan, baik di tingkat pusat maupun daerah tidak menjadi jaminan dalam mengendalikan virus AI. Indonesia memerlukan SDM yang andal, alokasi dana cukup dan komitmen politik yang kuat, di samping adanya koordinasi yang prima.
Strategi Pemanfaatan Sawah Bukaan Baru (Kasus di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat) Edi Basuno; M. Sofyan Souri; Chairul Muslim
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 3 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/akp.v4n3.2006.199-212

Abstract

Abstrak tidak tersedia
Review Dampak Wabah dan Kebijakan Pengendalian Avian Influenza di Indonesia Edi Basuno
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 6, No 4 (2008): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (224.483 KB) | DOI: 10.21082/akp.v6n4.2008.314-334

Abstract

Kekhawatiran global tentang terjadinya pandemi Avian Influenza (AI) telah menempatkan Asia, termasuk Asia Tenggara sebagai wilayah yang harus dicermati. Berbagai upaya pengendaliannya telah banyak dilakukan oleh pemerintah Indonesia, melalui koordinasi Komite Nasional Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza (Komnas FBPI). Berbagai dampak muncul dari upaya pengendalian virus AI, seperti menurunnya jumlah peternak, menurunnya skala usaha dan menurunnya pendapatan dari memelihara unggas. Minimnya kesadaran masyarakat dan terbatasnya lahan realokasi merupakan kendala program pengandangan ayam buras. Dampak wabah AI juga mempengaruhi penurunan suplai, impor dan ekspor DOC baik untuk broiler maupun layer, serta harga input otput usaha perunggasan. Sebaliknya wabah AI justru meningkatkan penjualan obat-obatan dan feed supplements yang meningkat sampai 80 persen pada tahun 2004. Usaha ayam petelur ternyata paling menderita dan lebih rentan terhadap wabah AI dibanding ayam broiler. Pemulihan usaha peternakan skala kecil pasca wabah AI merupakan keharusan karena mampu menyediakan lapangan kerja dan menekan urbanisasi. Komnas FBPI, memperkirakan besarnya kerugian di Indonesia akibat wabah AI dari 2004 – 2008 sebesar Rp. 4,3 triliun, di luar kerugian dari hilangnya kesempatan kerja dan berkurangnya konsumsi protein masyarakat. FAO memperkirakan adanya mutasi virus AI di Indonesia yang kemungkinan menyebabkan pandemi. Saat ini telah ditemukan strain baru H5N1 yang kebal terhadap vaksin yang tersedia. Berbagai peraturan yang telah dikeluarkan, baik di tingkat pusat maupun daerah tidak menjadi jaminan dalam mengendalikan virus AI. Indonesia memerlukan SDM yang andal, alokasi dana cukup dan komitmen politik yang kuat, di samping adanya koordinasi yang prima.
Strategi Pemanfaatan Sawah Bukaan Baru (Kasus di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat) Edi Basuno; M. Sofyan Souri; Chairul Muslim
Analisis Kebijakan Pertanian Vol 4, No 3 (2006): Analisis Kebijakan Pertanian
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (196.106 KB) | DOI: 10.21082/akp.v4n3.2006.199-212

Abstract

Abstrak tidak tersedia