Agustina Asri Rahmianna
Indonesia Legumes and Tuber Crops Research Institute

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Respons Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Varietas Kacang Tanah terhadap Pemberian Pupuk Organik di Dataran Tinggi Lahan Kering Iklim Kering Agustina Asri Rahmianna; Andy Wijanarko; Yeremias Bombo
Buletin Palawija Vol 16, No 2 (2018): Buletin Palawija Vol 16 no 2, 2018
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bulpa.v16n2.2018.p104-112

Abstract

Lahan kering iklim kering merupakan lahan potensial untuk berusahatani komoditas kacang tanah, mengingat bahwa Provinsi Nusa Tenggara Timur yang didominasi lahan kering dan iklim kering merupakan sentra keenam terbesar kacang tanah di Indonesia. Salah satu strategi untuk meningkatkan produksi kacang tanah jangka pendek adalah menanam varietas unggul berdaya hasil tinggi. Uji adaptasi suatu calon varietas selama ini dilakukan di sentra-sentra produksi yang terletak di dataran rendah di P. Jawa pada tipe iklim yang lebih basah. Oleh kerana itu, perlu dilakukan uji adaptasi varietas-varietas unggul di lahan kering iklim kering (LKIK). Penelitian dilaksanakan di LKIK tadah hujan di Desa Pambotan Jara, Kecamatan Waingapu yang terletak pada ketinggian 600 m dpl mulai April hingga Juni 2016. Rancangan strip plot dengan tiga ulangan digunakan pada penelitian ini. Faktor horizontal adalah enam varietas (Lokal Sandel, Kancil, Kelinci, Talam 1, Takar 1, dan takar 2), faktor vertikal adalah tiga dosis pupuk kandang (0, 2500, dan 5000 kg/ha). Pada makalah ini hanya dibahas keragaan pertumbuhan vegetatif dan generatif enam varietas tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif varietas unggul Kancil, Kelinci, Talam 1, Takar 1 dan Takar 2 lebih bagus dari pertumbuhan varietas lokal Sandel di lahan kering tadah hujan pada ketinggian tempat 600 m dpl. Kelima varietas ini ternyata beradaptasi pada lokasi dengan ketinggian tempat 600 m, walaupun uji adaptasinya dilakukan di sentra produksi di dataran rendah. Di antara kelima varietas yang diuji, varietas Kancil, Kelinci, dan Talam 1 mempunyai lebih banyak keunggulan dibanding varietas Takar 1 dan Takar 2. Satu-satunya keunggulan varietas lokal Sandel adalah bobot per polong yang paling tinggi. 
Changes of Chemical Composition and Aflatoxin Content of Peanut Products as Affected by Processing Methods Erliana Ginting; Agustina Asri Rahmianna; Eriyanto Yusnawan
Buletin Palawija Vol 17, No 2 (2019): Buletin Palawija Vol 17 no 2, 2019
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bulpa.v17n2.2019.p73-82

Abstract

Peanut production in Indonesia is predominantly used for food, thus information on nutritional aspects and aflatoxin contamination in peanuts is essential in terms of food security and safety. As changes may occur during processing, the effects of processing methods on chemical composition and aflatoxin content in selected peanut products were studied. The dried peanut pods collected from a farmer in Ponorogo, East Java were stored for one month, and then the kernels were prepared into fried peanut (kacang goreng), peanut sauce (sambel pecel), peanut press cake (bungkil kacang), fried-pressed peanut (bungkil kacang goreng), fermented peanut press cake (tempe bungkil kacang), and fried peanut tempe (tempe bungkil kacang goreng). The trial was arranged in a randomized complete design with three replicates. ELISA method was applied for aflatoxin B1 analysis. The results showed that peanut kernels contained 26.3% protein (dw) and 50.4% fat (dw) with relatively low aflatoxin B1 content (9.1 ppb) due to low moisture level (5.6%), no Aspergillus flavus infection and high sound/intact kernels (73.1%). Peanuts processed into tempe bungkil kacang showed the highest increase in protein content, followed by tempe bungkil kacang goreng, bungkil kacang, and bungkil kacang goreng, while fat contents decreased in all products. Processing into kacang goreng and bungkil kacang goreng decreased aflatoxin B1 by 26.4% and 41.8%, respectively, while no significant differences were noted in sambal pecel and bungkil kacang. Aflatoxin B1 increased two-fold during the preparation of tempe bungkil kacang, however it significantly decreased by 38.9% after deep-fried. Excluding peanut tempe, all peanut products contained aflatoxin B1 below the permitted level (15 ppb), therefore they are safe for consumption.
Changes of Chemical Composition and Aflatoxin Content of Peanut Products as Affected by Processing Methods Erliana Ginting; Agustina Asri Rahmianna; Eriyanto Yusnawan
Buletin Palawija Vol 17, No 2 (2019): Buletin Palawija Vol 17 no 2, 2019
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (163.306 KB) | DOI: 10.21082/bulpa.v17n2.2019.p73-82

Abstract

Peanut production in Indonesia is predominantly used for food, thus information on nutritional aspects and aflatoxin contamination in peanuts is essential in terms of food security and safety. As changes may occur during processing, the effects of processing methods on chemical composition and aflatoxin content in selected peanut products were studied. The dried peanut pods collected from a farmer in Ponorogo, East Java were stored for one month, and then the kernels were prepared into fried peanut (kacang goreng), peanut sauce (sambel pecel), peanut press cake (bungkil kacang), fried-pressed peanut (bungkil kacang goreng), fermented peanut press cake (tempe bungkil kacang), and fried peanut tempe (tempe bungkil kacang goreng). The trial was arranged in a randomized complete design with three replicates. ELISA method was applied for aflatoxin B1 analysis. The results showed that peanut kernels contained 26.3% protein (dw) and 50.4% fat (dw) with relatively low aflatoxin B1 content (9.1 ppb) due to low moisture level (5.6%), no Aspergillus flavus infection and high sound/intact kernels (73.1%). Peanuts processed into tempe bungkil kacang showed the highest increase in protein content, followed by tempe bungkil kacang goreng, bungkil kacang, and bungkil kacang goreng, while fat contents decreased in all products. Processing into kacang goreng and bungkil kacang goreng decreased aflatoxin B1 by 26.4% and 41.8%, respectively, while no significant differences were noted in sambal pecel and bungkil kacang. Aflatoxin B1 increased two-fold during the preparation of tempe bungkil kacang, however it significantly decreased by 38.9% after deep-fried. Excluding peanut tempe, all peanut products contained aflatoxin B1 below the permitted level (15 ppb), therefore they are safe for consumption.
Respons Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Varietas Kacang Tanah terhadap Pemberian Pupuk Organik di Dataran Tinggi Lahan Kering Iklim Kering Agustina Asri Rahmianna; Andy Wijanarko; Yeremias Bombo
Buletin Palawija Vol 16, No 2 (2018): Buletin Palawija Vol 16 no 2, 2018
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (122.559 KB) | DOI: 10.21082/bulpa.v16n2.2018.p104-112

Abstract

Lahan kering iklim kering merupakan lahan potensial untuk berusahatani komoditas kacang tanah, mengingat bahwa Provinsi Nusa Tenggara Timur yang didominasi lahan kering dan iklim kering merupakan sentra keenam terbesar kacang tanah di Indonesia. Salah satu strategi untuk meningkatkan produksi kacang tanah jangka pendek adalah menanam varietas unggul berdaya hasil tinggi. Uji adaptasi suatu calon varietas selama ini dilakukan di sentra-sentra produksi yang terletak di dataran rendah di P. Jawa pada tipe iklim yang lebih basah. Oleh kerana itu, perlu dilakukan uji adaptasi varietas-varietas unggul di lahan kering iklim kering (LKIK). Penelitian dilaksanakan di LKIK tadah hujan di Desa Pambotan Jara, Kecamatan Waingapu yang terletak pada ketinggian 600 m dpl mulai April hingga Juni 2016. Rancangan strip plot dengan tiga ulangan digunakan pada penelitian ini. Faktor horizontal adalah enam varietas (Lokal Sandel, Kancil, Kelinci, Talam 1, Takar 1, dan takar 2), faktor vertikal adalah tiga dosis pupuk kandang (0, 2500, dan 5000 kg/ha). Pada makalah ini hanya dibahas keragaan pertumbuhan vegetatif dan generatif enam varietas tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif varietas unggul Kancil, Kelinci, Talam 1, Takar 1 dan Takar 2 lebih bagus dari pertumbuhan varietas lokal Sandel di lahan kering tadah hujan pada ketinggian tempat 600 m dpl. Kelima varietas ini ternyata beradaptasi pada lokasi dengan ketinggian tempat 600 m, walaupun uji adaptasinya dilakukan di sentra produksi di dataran rendah. Di antara kelima varietas yang diuji, varietas Kancil, Kelinci, dan Talam 1 mempunyai lebih banyak keunggulan dibanding varietas Takar 1 dan Takar 2. Satu-satunya keunggulan varietas lokal Sandel adalah bobot per polong yang paling tinggi.