Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

RESPONS TANAMAN KEDELAI TERHADAP LINGKUNGAN TUMBUH Abdullah Taufiq; Titik Sundari
Buletin Palawija No 23 (2012): Buletin Palawija No 23, 2012
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bulpa.v0n23.2012.p13-26

Abstract

Tanaman kedelai (Glycine max L.) dapat memberikan respon positif dan negatif terhadap perubahan lingkungan tumbuh di atas tanah maupun di dalam tanah. Respon tersebut dapat diketahui dari perubahan perubahan fenotipik dan fisiologis tanaman. Lingkungan di atas tanah yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman kedelai terutama adalah lama dan intensitas penyinaran, suhu udara dan kandungan CO2 di atmosfer. Lama penyinaran yang optimal adalah 10-12 jam. Berkurangnya intensitas cahaya matahari menyebabkan tanaman tumbuh lebih tinggi, ruas antar buku lebih panjang, jumlah daun dan jumlah polong lebih sedikit, dan ukuran biji semakin kecil.Respon kedelai terhadap perubahan suhu tergantung pada fase pertumbuhan. Suhu yang sesuai pada fase perkecambahan adalah 15-22oC, fase pembungaan 20-25oC, dan pada fase pemasakan 15-22oC. Peningkatan CO2 atmosfer dari 349 µL menjadi 700 µL meningkatkan laju pertukaran karbon (C), menurunkan laju transpirasi, dan meningkatkan efisiensi penggunaan air. Kondisi lingkungan di dalam tanah yang berperan terhadap pertumbuhan kedelai terutama adalah tekstur tanah, kadar air tanah dan unsur hara, unsur-unsur toksik, kemasaman tanah, suhu tanah, dan salinitas. Kedelai tumbuh baik pada tanah bertekstur ringan hingga berat, namun tanah yang padat (BI >1,38 kg/m3) tidak sesuai untuk kedelai. Kebutuhan air tanaman kedelai pada fase generatif lebih tinggi dibandingkan pada fase vegetatif, sehingga pada fase generatif lebih peka terhadap kekeringan terutama pada fase pembungaan hingga pengisian polong. Kandungan air optimal adalah 70-85% dari kapasitas lapangan. Kandungan unsur hara tanah harus di atas batas kekahatan agar tanaman tumbuh optimal. Nilai kritis suatu unsur hara dalam tanah beragam tergantung jenis tanah dan metode analisis yang digunakan. Pengaruh suhu tanah terutama pada fase perkecambahan, dan suhu tanah optimal adalah 24,2-32,8°C. Kedelai agak sensitif terhadap kemasaman tanah, unsur-unsur toksik, dan salinitas. Nilai kritis pH, Al, Mn, dan salinitas berturut-turut adalah pH 5,5, Al-dd 1,33 me/100 g, Mn 3,3 ppm, dan 1,3 dS/m. Rhizobium berperan dalam memasok kebutuhan N tanaman kedelai, namun inokulasi tidak efektif pada tanah yang sering ditanami kedelai.
PENAMPILAN GALUR-GALUR KEDELAI TOLERAN NAUNGAN PADA UJI DAYA HASIL PENDAHULUAN DI DUA LINGKUNGAN Titik Sundari
Buletin Palawija Vol 14, No 2 (2016): Buletin Palawija Vol 14 No 2, 2016
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bulpa.v14n2.2016.p63-71

Abstract

Pemilihan genotipe yang adaptif di lingkungan naungan dan sekaligus di lingkungan tanpa naungan mempunyai peran penting dalam pengembangan di bawah naungan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan galur-galur kedelai toleran naungan yang mampu tumbuh, berkembang, dan berproduksi dengan baik pada lingkungan naungan maupun tanpa naungan, dengan nilai indeks toleransi terhadap cekaman (ITC) yang tinggi. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan kendalpayak, dengan menguji 146 galur dari sepuluh kombinasi persilangan dan 5 varietas pembanding pada dua lingkungan, yaitu lingkungan tanpa naungan dan naungan 50%. Lingkungan naungan diperoleh dari naungan buatan dengan menggunakan paranet hitam. Penempatan perlakuan pada masing-masing lingkungan didasarkan pada rancangan acak kelompok diulang tiga kali. Setiap unit percobaan ditanam pada dua baris dengan panjang 3 m, jarak tanam 40 cm x 15 cm, dua tanaman per rumpun. Pemupukan dilakukan pada saat tanam dengan Urea 50 kg, SP36 100 kg dan KCl 75 kg/ha. Pengamatan dilakukan terhadap umur berbunga dan masak, tinggi tanaman, jumlah cabang, jumlah buku, jumlah polong isi, bobot biji, dan bobot 100 biji. Pengukuran tingkat naungan dilakukan setiap hari dengan membandingkan antara intensitas di bawah naungan dengan di luar naungan. Pengamatan intensitas cahaya dilakukan setiap hari jam 12.00 -13.00 WIB, menggunakan Lux meter. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lingkungan naungan menyebabkan cekaman bagi galur-galur yang diuji dengan intensitas cekaman 20%, yang tergolong rendah. Galur/varietas yang diuji menunjukkan respon yang berbeda terhadap cekaman naungan. Berdasarkan nilai ITC, terdapat 48 galur dengan nilai ITC ≥ ITC Dena 1 (0,89) yang tergolong adaptif terhadap lingkungan naungan. Galur-galur terpilih tersebut teridentifikasi sebagai galur yang adaptif di dua lingkungan (tanpa naungan dan naungan).
Keunggulan Kompetitif Agronomis dan Ekonomis Lima Belas Genotipe Kedelai pada Tumpangsari dengan Jagung Titik Sundari; Siti Mutmaidah
Buletin Palawija Vol 17, No 1 (2019): Buletin Palawija Vol 17 no 1, 2019
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bulpa.v17n1.2019.p46-56

Abstract

Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat keunggulan kompetitif agronomis dan ekonomis 15 genotipe kedelai pada tumpangsari jagung dengan kedelai. Penelitian dilaksanakan di KP Kendalpayak Malang pada Maret-Juli 2018, menggunakan 12 galur harapan kedelai dan tiga varietas pembanding, yaitu Dena 1 dan Dena 2 (toleran naungan) serta Grobogan (ukuran biji besar dan umur genjah). Perlakuan disusun berdasarkan rancangan petak terbagi, empat ulangan. Petak utama adalah pola tanam (monokultur dan tumpangsari jagung dengan kedelai), sedangkan anak petak adalah 15 genotipe kedelai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tumpangsari menurunkan hasil kedelai dan jagung masing-masing 61,53% dan 31,05% dibandingkan monokultur. Pada pola tanam tumpangsari, hasil jagung tertinggi dicapai pada tumpangsari jagung dengan genotipe Grob/Pander-395-2, dan hasil kedelai tertinggi dicapai pada tumpangsari jagung dengan genotipe Grob/IT-7-2. Genotipe kedelai berpengaruh nyata terhadap nilai koefisien kepadatan relatif (K), nilai agresivitas (A), nisbah kesetaraan lahan (NKL), nisbah kompetitif (NK), dan kehilangan hasil aktual (KHA) pada tumpangsari jagung dengan kedelai. Genotipe Grob/IT-7-2 merupakan kompetitor terkuat, dan memiliki dominasi terbesar bagi tanaman jagung dalam tumpangsari jagung dengan kedelai. Namun, berdasarkan nisbah R/C, indeks keuntungan finansial (IKF), nisbah kesetaraan pendapatan (NKP), dan nisbah kesetaraan lahan (NKL), keuntungan terbesar dicapai pada tumpangsari jagung dengan kedelai genotipe Grob/IT-7-7.
Respons Galur-Galur Kedelai terhadap Naungan Titik Sundari; Rina Artari
Buletin Palawija Vol 16, No 1 (2018): Buletin Palawija Vol 16 No 1, 2018
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/bulpa.v16n1.2018.p27-35

Abstract

Intensitas cahaya merupakan salah satu variabel lingkungan yang menjadi faktor utama dalam menentukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Cahaya merupakan sumber daya yang sering menjadi pembatas pertumbuhan tanaman, ketika kebutuhan air dan nutrisi terpenuhi. Hasil kedelai di bawah naungan dapat dimaksimalkan dengan penggunaan varietas yang sesuai. Penelitian bertujuan untuk mengetahui respons galur-galur kedelai (Glycine max L.)terhadap naungan. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Kendalpayak, Malang pada bulan Februari-Juni tahun 2014 dan 2015, menggunakan 21 galur dan satu varietas pembanding (Grobogan) untuk pengujian tahun 2014 dan dua varietas pembanding (Dena 1 dan Dena 2) untuk tahun 2015. Penelitian dilaksanakan pada dua lingkungan, yaitu tanpa naungan (L0) dan naungan 50% (L1). Rancangan acak kelompok tiga ulangan digunakan di setiap lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap genotipe memberikan respons berbeda terhadap lingkungan. Terdapat satu genotipe yang konsisten terpilih pada tahun 2014 dan 2015, yaitu K-453 dengan bobot biji 14,09 dan 11,33 g/tanaman. Berdasarkan nilai Indeks Toleransi Cekaman (ITC) terpilih lima genotipe dengan nilai ITC lebih tinggi daripada varietas Dena 1 (0,95), yaitu K-110, K-254, K-460, K-453, dan K-455, dengan nilai ITC berturut-turut 1,06, 1,01, 1,02, 1,10, dan 1,31
Keunggulan Kompetitif Agronomis dan Ekonomis Lima Belas Genotipe Kedelai pada Tumpangsari dengan Jagung Titik Sundari; Siti Mutmaidah
Buletin Palawija Vol 17, No 1 (2019): Buletin Palawija Vol 17 no 1, 2019
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (193.13 KB) | DOI: 10.21082/bulpa.v17n1.2019.p46-56

Abstract

Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat keunggulan kompetitif agronomis dan ekonomis 15 genotipe kedelai pada tumpangsari jagung dengan kedelai. Penelitian dilaksanakan di KP Kendalpayak Malang pada Maret-Juli 2018, menggunakan 12 galur harapan kedelai dan tiga varietas pembanding, yaitu Dena 1 dan Dena 2 (toleran naungan) serta Grobogan (ukuran biji besar dan umur genjah). Perlakuan disusun berdasarkan rancangan petak terbagi, empat ulangan. Petak utama adalah pola tanam (monokultur dan tumpangsari jagung dengan kedelai), sedangkan anak petak adalah 15 genotipe kedelai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tumpangsari menurunkan hasil kedelai dan jagung masing-masing 61,53% dan 31,05% dibandingkan monokultur. Pada pola tanam tumpangsari, hasil jagung tertinggi dicapai pada tumpangsari jagung dengan genotipe Grob/Pander-395-2, dan hasil kedelai tertinggi dicapai pada tumpangsari jagung dengan genotipe Grob/IT-7-2. Genotipe kedelai berpengaruh nyata terhadap nilai koefisien kepadatan relatif (K), nilai agresivitas (A), nisbah kesetaraan lahan (NKL), nisbah kompetitif (NK), dan kehilangan hasil aktual (KHA) pada tumpangsari jagung dengan kedelai. Genotipe Grob/IT-7-2 merupakan kompetitor terkuat, dan memiliki dominasi terbesar bagi tanaman jagung dalam tumpangsari jagung dengan kedelai. Namun, berdasarkan nisbah R/C, indeks keuntungan finansial (IKF), nisbah kesetaraan pendapatan (NKP), dan nisbah kesetaraan lahan (NKL), keuntungan terbesar dicapai pada tumpangsari jagung dengan kedelai genotipe Grob/IT-7-7.
Respons Galur-Galur Kedelai terhadap Naungan Titik Sundari; Rina Artari
Buletin Palawija Vol 16, No 1 (2018): Buletin Palawija Vol 16 No 1, 2018
Publisher : Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (109.14 KB) | DOI: 10.21082/bulpa.v16n1.2018.p27-35

Abstract

Intensitas cahaya merupakan salah satu variabel lingkungan yang menjadi faktor utama dalam menentukan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Cahaya merupakan sumber daya yang sering menjadi pembatas pertumbuhan tanaman, ketika kebutuhan air dan nutrisi terpenuhi. Hasil kedelai di bawah naungan dapat dimaksimalkan dengan penggunaan varietas yang sesuai. Penelitian bertujuan untuk mengetahui respons galur-galur kedelai (Glycine max L.)terhadap naungan. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Kendalpayak, Malang pada bulan Februari-Juni tahun 2014 dan 2015, menggunakan 21 galur dan satu varietas pembanding (Grobogan) untuk pengujian tahun 2014 dan dua varietas pembanding (Dena 1 dan Dena 2) untuk tahun 2015. Penelitian dilaksanakan pada dua lingkungan, yaitu tanpa naungan (L0) dan naungan 50% (L1). Rancangan acak kelompok tiga ulangan digunakan di setiap lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap genotipe memberikan respons berbeda terhadap lingkungan. Terdapat satu genotipe yang konsisten terpilih pada tahun 2014 dan 2015, yaitu K-453 dengan bobot biji 14,09 dan 11,33 g/tanaman. Berdasarkan nilai Indeks Toleransi Cekaman (ITC) terpilih lima genotipe dengan nilai ITC lebih tinggi daripada varietas Dena 1 (0,95), yaitu K-110, K-254, K-460, K-453, dan K-455, dengan nilai ITC berturut-turut 1,06, 1,01, 1,02, 1,10, dan 1,31