Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Pengembangan Pola Integrasi Tanaman-Ternak Merupakan Bagian Upaya Mendukung Usaha Pembibitan Sapi Potong Dalam Negeri Bambang Winarso; Edi Basuno
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 31, No 2 (2013): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v31n2.2013.151-169

Abstract

EnglishThe beef self-sufficiency program is aimed at raising beef cattle population to meet national meat consumption. If the program is successful it will reduce imports of live cattle, feeder cattle and beef. Sustainability of this program is expected to achieve beef self-sufficiency in the future. Self-sufficiency is ability to meet domestic demand with beef import of not more than 10 percent which is not produced domestically.  Business of beef cattle breeding today is mostly conducted by small-scale farmers with cow-calf operation pattern usually integrated with other agricultural commodity farms. To increase supply of of feeder cattle and population of beef cattle population at national level it requires certain efforts. In order to enhance cattle breeding business from small-scale to medium-scale ones, some efforts are needed such as integration pattern between crops and cattle. Opportunities for integrating crops and beef cattle are promising. The farmers need to apply technologies to access cheaper feed.  Credit provision with low interest rate and less complicated procedure to the bank for animal procurement will help farmers in increasing their livestock farm scales. Assistance of extension workers and related livestock officers are critically important to farmers in dealing with their beef cattle breeding business. IndonesianProgram swasembada daging sapi (PSDS) pada dasarnya merupakan kegiatan yang diarahkan untuk meningkatkan populasi sapi potong. Program tersebut diarahkan agar kebutuhan konsumsi daging secara nasional dapat terpenuhi. Keberhasilan program tersebut berimplikasi pada menurunnya prosentase impor baik sapi hidup terutama sapi bakalan maupun daging sapi. Kekurangan daging sapi secara nasional selama ini masih ditanggulangi melalui impor daging maupun sapi hidup yang nilainya cukup besar. Keberlanjutan program ini dimaksudkan agar dimasa mendatang secara perlahan diharapkan Indonesia dapat mencapai swasembada. Pengertian swasembada yang dimaksud adalah besarnya kebutuhan daging asal impor tidak lebih dari 10 persen. Besaran daging impor 10 persen tersebut merupakan daging yang memang belum dapat diproduksi di dalam negeri. Dilihat dari pelaku usaha pembibitan sapi potong saat ini, sebagian besar diusahakan  dan dikembangkan oleh usaha peternakan rakyat dengan pola produksi induk-anak (cow-calf operation) dalam usaha skala kecil dan biasanya terintegrasi dengan usaha pertanian lainnya. Untuk meningkatkan ketersediaan jumlah bibit sapi bakalan secara nasional dan dalam  upaya peningkatan populasi sapi potong diperlukan upaya–upaya tertentu. Agar usaha pembibitan ternak sapi potong dapat berkembang dari skala kecil menjadi skala menengah salah satu upaya adalah peningkatan skala usaha yang dapat diimplementasikan melalui pola integrasi antara tanaman dengan ternak sapi potong. Peluang untuk pengembangan kearah tersebut sebenarnya terbuka lebar, hanya saja diperlukan upaya serius untuk menindaklanjuti usaha tersebut. Untuk mengarah dari usaha pembibitan tradisional skala kecil ke usaha pembibitan skala menengah memang tidak mudah, banyak hal yang harus diupayakan dan diperlukan penanganan yang lebih serius oleh pemerintah terutama dalam hal peningkatan aplikasi teknologi ke peternak terutama teknologi pengadaan pakan murah dan mudah yang bisa dijangkau oleh peternak. Selain itu kebijakan penyediaan plafon kredit untuk pengadaan ternak dengan bunga rendah yang mudah diakses dengan aturan yang lebih fleksibel sangat membantu peternak dalam meningkatkan skala usaha pembibitan ternak sapi potong. Untuk semua itu, peran penyuluh maupun dinas peternakan dalam membantu peternak untuk mengatasi permasalahan dilapangan sangat dibutuhkan.
Tinjauan Ekonomi Ternak Sapi Potong di Jawa Timur Bambang Winarso; Rosmiyati Sajuti; Chaerul Muslim
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 23, No 1 (2005): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v23n1.2005.61-71

Abstract

EnglishEast Java Province is one of potential regions in the country for beef cow development. This is facilitated with sufficient feed from agricultural by-products, the farmers’ habits in raising beef cows for additional income, and cows as working animals in farm land. The province produces significant beef cows not only sufficient for satisfying regional demand but also for supply of the outside regions. The beef cow farms develop well in the province due to integration of livestock and farm business. This paper assesses performances of livestock farms and agribusiness consisting of livestock business, marketing channel, and the constraints encountered. IndonesianSecara nasional wilayah Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu wilayah pengembangan ternak sapi potong yang sangat potensial. Hal ini ditunjang ketersediaan pakan dari limbah pertanian yang mencukupi, kebiasaan masyarakat yang menjadikan ternak sapi potong sebagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga maupun sebagai ternak kerja di pertanian. Wilayah ini mampu berswasembada daging sapi, bahkan mampu mensuplai kebutuhan daging ke luar daerah. Kegiatan usaha ternak yang diupayakan pada pemanfaatan limbah pertanian menunjukkan bahwa antara usaha ternak dan usaha tani merupakan suatu sistem usaha yang berkembang diwilayah ini. Kajian ini bertujuan melakukan tinjauan kinerja usaha ternak dan kinerja agribisnis dalam arti luas. Aspek kajian meliputi usaha ternak secara keseluruhan, distribusi mata rantai dan mekanisme pemasaran, serta menelaah kendala dan hambatan yang dihadapi. Bahan kajian berasal dari review hasil-hasil penelitian peternakan sapi potong di Jawa Timur.
Upaya Diversifikasi Ekspor Pertanian di Sumatera Utara: Kasus Pengembangan Ternak Babi Budiman Hutabarat; Bambang Winarso
Forum penelitian Agro Ekonomi Vol 13, No 1 (1995): Forum Penelitian Agro Ekonomi
Publisher : Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21082/fae.v13n1.1995.58-70

Abstract

IndonesianMakalah ini ditujukan untuk mengkaji potensi dan keragaan ternak babi ekspor dan dampaknya terhadap permintaan dalam negeri dan lokal, serta kebijakan pemerintah daerah Sumatera Utara. Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai April 1992 di beberapa kabupaten Sumatera Utara. Dilihat dari penyediaan masukan produksi dan pasar keluarannya, Sumatera Utara mempunyai potensi untuk usaha ternak babi. Tetapi, penyerapan pasar lokal ini sangatlah terbatas. Dengan telah keluarnya suatu kebijakan yang mengizinkan pengekspor babi dapat mengisi permintaan luar negeri, maka minat pengusaha di dalam negeri, terutama Sumatera Utara, untuk mengembangkan ternak babinya semakin meningkat. Hal ini terbukti dengan pesatnya laju pertumbuhan populasi yang melebihi laju pertumbuhan harga daging ternak ini disana. Ini merupakan suatu fenomena yang menguntungkan bagi konsumen. Akan tetapi, kenyataan ini agaknya terjadi karena ternak hidup yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan ini banyak yang memasuki pasar lokal terutama terjadi pada tiga tahun terakhir ini, karena mendapat saingan berat di pasar Singapura. Berbeda halnya dengan babi anak yang masih menguntungkan apabila diekspor. Tentu saja hal ini akan semakin mendesak usaha ternak babi rakyat yang memang sudah terdesak oleh ketentuan-ketentuan pemerintah daerah. Oleh karena itu perusahaan peternakan babi apalagi yang memiliki izin ekspor harus betul-betul diawasi dan diarahkan kembali untuk tidak hanya memanfaatkan pasar ekspor babi anak, tetapi juga pasar ekspor babi tanggung dan babi dewasa.