Nandita Pratami, Dr. Yuliati, S.H. LL.M, Yenny Eta Widyanti, S.H. M.Hum Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Email: nanditapratami94@gmail.com Abstrak Penelitian ini didasarkan pada kasus beredarnya kosmetik bernomor notifikasi fiktif yaitu kosmetik Ling Zhi. Kosmetik ini mencantumkan nomor notifikasi pada label/kemasannya yang sebenarnya bukan merupakan nomor notifikasi yang diberikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dengan kata lain nomor tersebut adalah buatan produsen kosmetik sendiri atau fiktif. Kosmetik bernomor notifikasi fiktif ini kemudian diedarkan di toko-toko kosmetik di Surabaya oleh seorang freelancer. Kosmetik tersebut antara lain Ling Zhi Facial Foam, Racikan Ling Zhi Day Cream dan Racikan Ling Zhi Night Cream. Nomor notifikasi pada produk kosmetik merupakan sebuah informasi yang menyatakan bahwa produk kosmetik tersebut telah diizinkan untuk diedarkan di wilayah Indonesia dan telah melalui uji laboratorium sehingga aman untuk digunakan. Pemberian informasi yang tidak benar dengan mencantumkan nomor notifikasi fiktif ini bertentangan dengan Pasal 4 huruf c UU Perlindungan Konsumen dimana dalam pasal tersebut menyatakan konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa yang dalam penelitian ini adalah kosmetik. Konsumen dalam membeli suatu produk selalu mengandalkan informasi-informasi yang terdapat pada label/kemasan sebagai bahan pertimbangan dalam membeli suatu produk yang kemudian akan digunakan, sebab itu produsen atau pelaku usaha dituntut untuk memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur. Penegakan hukum pasal 4 huruf c UU Perlindungan Konsumen yang dilakukan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Surabaya terhadap kosmetik bernomor notifikasi fiktif ini telah dilakukan yaitu dengan menyita seluruh produk kosmetik Ling Zhi dari toko-toko kosmetik yang menjual dan memberikan surat peringatan kepada toko-toko kosmetik tersebut. Akan tetapi penegakan hukum tersebut belum optimal karena belum dilakukannya penegakan hukum yang sesungguhnya terhadap freelancer yang mengedarkan sehingga masih adanya kemungkinan kosmetik bernomor notifikasi tersebut beredar di wilayah lain. Hal tersebut dikarenakan hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Balai Besar POM Surabaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris dengan menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Kemudian data primer dan data sekunder yang diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif untuk mendapat kesimpulan.  Kata Kunci: Penegakan hukum, Hak Konsumen, Kosmetik bernomor notifikasi fiktif