Terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas, termasuk peran perempuan dalam pembangunan merupakan bagian dari tujuan pembangunan nasional. Masuknya perempuan dalam pasar tenaga kerja sering kali diiringi dengan keikutsertaan mengurus rumah tangga atau biasa disebut peran ganda. Jam kerja yang cenderung berlebih pada wanita dengan peran ganda dapat berdampak negatif terhadap urusan rumah tangga dan kesehatan, seperti depresi, tingkat energi yang rendah, dan peningkatan keluhan fisik. Di Indonesia, Nusa Tenggara Barat mempunyai angka ketimpangan gender tertinggi selama tahun 2018-2022, menempati posisi keempat penduduk bekerja di sektor informal tertinggi dan posisi kelima penduduk bekerja dengan jam kerja berlebih tertinggi, serta menjadi provinsi yang memiliki penduduk perempuan dengan keluhan kesehatan tertinggi. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran dan mengidentifikasi variabel-variabel sosiodemografi yang memengaruhi jam kerja berlebih wanita kawin yang bekerja di sektor informal di NTB tahun 2022 dengan menggunakan data Sakernas Agustus 2022. Hasil pengujian menggunakan model regresi logistik biner menunjukkan bahwa usia, tingkat pendidikan, keberadaan anak usia sekolah, partisipasi kerja suami, tipe keluarga, dan wilayah tempat tinggal memiliki pengaruh signifikan terhadap status jam kerja berlebih wanita kawin yang bekerja di sektor informal di NTB. Tingkat pendidikan terakhir SMA ke atas dengan nilai odds ratio sebesar 1,8 memiliki kecenderungan paling besar terhadap wanita kawin tenaga kerja di sektor informal untuk memiliki jam kerja berlebih, selanjutnya diikuti dengan tempat tinggal perkotaan dan tipe keluarga inti.