Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Perkawinan dan Keharusan Pencatatanya Achmad Asfi Burhanudin
El-Faqih : Jurnal Pemikiran dan Hukum Islam Vol 4 No 1 (2018): EL-FAQIH
Publisher : Institut Agama Islam (IAI) Faqih Asy'ari Kediri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (332.883 KB) | DOI: 10.29062/faqih.v4i1.6

Abstract

AbstrakDalam Undang-undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 pasal 1 merumuskan perkawinan sebagai berikut: “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Salah satu bentuk pembaharuan hukum kekeluargaan Islam adalah dimuatnya pencatatan perkawinan sebagai salah satu ketentuan perkawinan yang harus dipenuhi. Pencatatan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat. Ini merupakan suatu upaya yang diatur melalui perundangundangan, untuk melindungi martabat dan kesucian perkawinan. Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa melalui pencatatan perkawinan yang dibuktikan dengan kutipan Akta Nikah, yang masing-masing suami istri mendapat kutipannya, apabila terjadi perselisihan atau percekcokan diantara mereka, atau salah satu tidak bertanggung jawab, maka yang lain dapat melakukan upaya hukum guna mempertahankan memperoleh hak haknya masing-masing. Karena itu dengan kutipan akta tersebut, suami istri memiliki bukti autentik atas perbuatan hukum yang telah mereka miliki.Pencatatan perkawinan merupakan syarat administratif, selain substansinya bertujuan untuk mewujudkan ketertiban hukum. Ia mempunyai cakupan manfaat yang sangat besar bagi kepentingan dan kelangsungan suatu perkawinan. Manfaat pencatatan untuk menanggulangi agar tidak terjadi kekurangan atau penyimpangan rukun dan syarat-syarat perkawinan, baik menurut hukum agama maupun menurut perundang-undangan
Peran Etika Profesi Hukum Sebagai Upaya Penegakan Hukum Yang Baik Achmad Asfi Burhanudin
El-Faqih : Jurnal Pemikiran dan Hukum Islam Vol 4 No 2 (2018): EL-FAQIH
Publisher : Institut Agama Islam (IAI) Faqih Asy'ari Kediri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (390.664 KB) | DOI: 10.29062/faqih.v4i2.25

Abstract

Salah satu aspek yang disoroti etika dan moral berkenaan dengan perilaku perbuatan seseorang adalah pada bidang kerja keahlian yang disebut profesi. Dikarenakan profesi sebagai suatu pekerjaan tentang keahlian teori dan teknis, yang bersandar pada suatu kejujuran, sehingga ketergantungan dan harapan orang yang membutuhkan bantuannya sangat besar guna menerapkan sistem penegakan hukum yang baik, sehingga dari itu para pengemban suatu profesi dituntut syarat-syarat tertentu dalam mengemban dan melaksanakan tugas dan fungsi profesinya, agar benar – benar bekerja secara profesional di bidangnya. Profesi yang bergerak di bidang hukum antara lain hakim, jaksa, polisi, advokat, notaris dan berbagai unsur instansi yang diberi kewenangan berdasarkan undang – undang. Bagi profesional hukum dalam menjalankan fungsi keprofesionalannya dilengkapi dengan rambu – rambu dalam arti luas, yaitu rambu – rambu hukum (hukum perundangan) dalam arti luas, dan rambu – rambu etik dan moral profesi (kode etik profesi), sehingga tanggung jawab profesi dalam pelaksanaan profesi meliputi tanggung jawab hukum dan tanggung jawab moral. Etika profesi hukum (kode etik profesi) merupakan bagian yang terintegral dalam mengatur perilaku penegak hukum sebagai wujud penegakan hukum yang baik sekaligus berkeadilan. Penegakan hukum menuntut sikap integritas moral, sikap ini menjadi modal bagi penyelenggara profesi hukum dalam menjalankan tugas profesinya. Tolok ukur utama menjadi penyelenggara profesi hukum dalam menegakkan hukum terletak pada indepensi penyelenggara profesi dan kuatnya integritas moral ketika menghadapi beragam permasalahan yang menjadi tanggung jawabnya. Untuk menjadi penyelenggaraa profesi hukum yang baik dalam menjalankan tugas profesinya dalam menegakkan hukum dibutuhkan praktisi yang memiliki kualifikasi sikap, sikap kemanusiaan, sikap keadilan, mampu melihat dan menempatkan nilai-nilai obyektif dalam suatu perkara yang ditangani, sikap jujur, serta kecakapan teknis dan kematangan etis.
Kontribusi Mahasiswa Dalam Upaya Pencegahan Korupsi Achmad Asfi Burhanudin
El-Faqih : Jurnal Pemikiran dan Hukum Islam Vol 5 No 1 (2019): EL-FAQIH
Publisher : Institut Agama Islam (IAI) Faqih Asy'ari Kediri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (584.101 KB) | DOI: 10.29062/faqih.v5i1.40

Abstract

Abstract Basically, corruption has a bad impact on the whole joints of human life. Corruption is one of the major causal factors of justice and prosperity of a nation. Corruption also adversely affects the economic system, democracy system, political system, legal system, governmental system, and societal order. No less important corruption can also degrade a nation in international governance. Therefore, we should put corruption as a common enemy that we have to fight together because of its extraordinary nature, then to combat or eradicate corruption is needed extraordinary effort anyway. The effort to eradicate corruption is not at all an easy job. The eradicating corruption effort can not only be the responsibility of law enforcement institutions or government only, but also a responsibility with all the components of the nation. Therefore, the efforts to eradicate corruption should involve all stakeholders that are related, namely government, private and community. It is in this context that students, as one of the important parts of the community, are expected to be active. earnestly. The important contribution of students in the prevention of corruption can not be released from the characteristics they possess, namely: intellectuality, Young Soul, and idealism. Student involvement in the anti-corruption movement can essentially be differentiated into four regions, namely: in the family environment, in the campus environment, in the local community, and at the regional or national level.
Konsep Perjanjian Perkawinan Dalam Perspektif Perbandingan Hukum Achmad Asfi Burhanudin
El-Faqih : Jurnal Pemikiran dan Hukum Islam Vol 5 No 2 (2019): EL-FAQIH
Publisher : Institut Agama Islam (IAI) Faqih Asy'ari Kediri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29062/faqih.v5i2.69

Abstract

Abstraksi Terdapat berbagai kasus yang berhubungan dengan perkawinan terutama yang menyangkut perceraian. Jumlah perkara yang masuk di Peradilan tidak sebanding dengan jumlah hakim yang menangani perkara itu untuk memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara yang diajukan oleh para orang-orang yang mencari keadilan. Jenis perkara lain yang banyak diajukan didominasi oleh kaum perempuan yang seharusnya merasa terlindungi dengan adanya perjanjian perkawinan. Tuntutan ke Pengadilan Agama di wilayah hukum masing-masing Pengadilan di Indonesia pun semakin hari meningkat. Namun terdapat wilayah hukum tertentu yang jumlah perkaranya sedikit karena mempunyai hukum kebiasaan atau tradisi budayanya dibidang perkawinan yang berkaitan dengan perjanjian perkawinan sebelum dilaksanakan akad nikah harus mempertahankan perkawinan mereka hingga salah satu dari pasangannya meninggal dunia. Perjanjian perkawinan (Pranikah) dapat diartikan sebagai Akta Kesepakatan calon suami-isteri dalam membuat klausul-klausul yang tertuang dalam perjanjian yang nantinya akan mengikat dan ditaati setelah terjadinya perkawinan mereka tentang segala sesuatu yang berkenaan dengan kategori Harta Bersama, melakukan sesuatu atau melarangnya (termasuk KDRT-Kekerasan Dalam Rumah Tangga), larangan selingkuh- poligami (poliandri), pengaturan penghasilan masing-masing untuk kebutuhan rumah tangga, penyatuan atau pemisahan harta yang dihasilkan dalam perkawinan atau harta bawaan, tanggung jawab hutang masing-masing, pengasuhan anak, biaya perawatan hidup pendidikan anak hingga dewasa dan mandiri. Perjanjian perkawinan dalam Hukum Perdata Barat (KUH Perdata) dengan Hukum Islam mempunyai persamaan yaitu dilakukan secara tertulis, sedangkan perbedaannya terletak pada keabsahan dan kekuatan mengikatnya terhadap pihak ketiga. Perjanjian perkawinan (Pranikah) pada jaman sekarang sangat perlu untuk mengantisipasi niat yang tidak baik dari pasangan yang mengincar harta atau maksud yang tidak baik lainnya dalam menikahi seseorang.