Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Konsep Pemikiran Ibn Taymiyah Tentang Kepemimpinan Politik Dalam Islam Moch. Azis Qoharuddin
El-Faqih : Jurnal Pemikiran dan Hukum Islam Vol 5 No 1 (2019): EL-FAQIH
Publisher : Institut Agama Islam (IAI) Faqih Asy'ari Kediri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (957.966 KB) | DOI: 10.29062/faqih.v5i1.19

Abstract

Abstract Ibn Taymiyah's thoughts on political leadership in Islam include the form of leadership, the requirements of a leader, and the electoral procedures of the leader. Also Besides, what are the differences and similarities and the advantages and disadvantages of political leadership from the viewpoint of political philosophy?. The research data is compiled through text reading and study (text reading) and subsequently analyzed by the approach of political philosophy, descriptive method, comparative and content analysis. The results of the study concluded in Ibn Taymiyah's thought, leadership forms tended to maintain the status quo of the autocracy kingdom, the requirements of the leader were people who had strengths (quwwah) and Integrity (trust), and leaders Elected or shadowed by Ahl-Shawkah, but it does not explain in detail how the institution was formed and how it was chosen. Ibn Taymiyah did not use the term imamate or caliphate in leadership, not requiring the leader to be of the tribe of Quraish, emphasized the importance of deliberation and alluded to the figure of Fir'aun and Qarun as the disgraceful man. Ibn Taymiyah's thought lies in the guidance to elect state officials, there should be a harmony between the leader and his deputy, the terms of strength (quwwah) and Integrity (trust), these terms are the same as that of Plato, the self-control, wisdom, courage, and justice.
Kedudukan Wali Adhal Dalam Perkawinan Moch. Azis Qoharuddin
El-Faqih : Jurnal Pemikiran dan Hukum Islam Vol 4 No 2 (2018): EL-FAQIH
Publisher : Institut Agama Islam (IAI) Faqih Asy'ari Kediri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (615.641 KB) | DOI: 10.29062/faqih.v4i2.44

Abstract

Menurut Wah}bah Zuhayliy, wali merupakan orang yang mempunyai otoritas penuh dalam pernikahan puterinya. Oleh sebab itu wali adalah orang yang berhak menikahkan atau memberikan izin untuk menikah. Hal yang paling prinsip adalah izin atau restu dari seorang wali, baik ia yang menikahkan sendiri atau mewakilinya. Perwalian disebut juga wilayah yang berarti penguasaan dan perlindungan. Sedangkan menurut istilah, wali adalah pertanggung jawaban tindakan, pengawasan oleh orang dewasa yang cakap terhadap orang yang ada di bawah umur dalam hal pengurusan diri pribadi seseorang dan harta kekayaan. Atau dalam bahasa lain perwalian (wilayah) ialah penguasaan penuh yang diberikan oleh agama kepada seseorang untuk menguasai dan melindungi orang atau barang. Sebagian ulama, terutama dari kalangan H}anafiah, membedakan perwalian ke dalam tiga kelompok, yaitu perwalian terhadap jiwa (al-wala>yah ‘ala an-nafs), perwalian terhadap harta (al-walayah ‘ala al-mal), serta perwalian terhadap jiwa dan harta sekaligus (al-walayah ‘ala an-nafsi wa al-mali ma’an). Perwalian dalam nikah tergolong ke dalam al-walayah ‘ala an-nafs, yaitu perwalian yang bertalian dengan pengawasan (al-Isyraf) terhadap urusan yang berhubungan dengan masalah-masalah keluarga seperti perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan anak, kesehatan, dan aktivitas anak (keluarga) yang hak kepengawasannya pada dasarnya berada di tangan ayah, atau kakek, dan para wali yang lain
Modernisasi Umat Islam India: Studi Pemikiran Amir Ali Dan Akhmad Khan Moch. Azis Qoharuddin
El-Faqih : Jurnal Pemikiran dan Hukum Islam Vol 5 No 2 (2019): EL-FAQIH
Publisher : Institut Agama Islam (IAI) Faqih Asy'ari Kediri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29062/faqih.v5i2.67

Abstract

Abstraksi Di India kemunduran umat Islam terjadi diberbagai bidang kehidupan. Mulai dari pemahaman dan praktek-praktek keagamaan yang dinilai menyimpang, sampai persoalan duniawi seperti ekonomi, politik dan sebagainya yang memprihatinkan. Keadaan ini, telah membangkitkan semangat tokoh-tokoh umat Islam untuk mengenali sebab-sebab kemunduran dan melakukan perbaruan.