Ulber Silalahi
Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Katolik Parahyangan, Bandung

Published : 12 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

REINVENTING KEPEMIMPINAN DI SEKTOR PUBLIK UNTUK MEMBANGUN KEPERCAYAAN WARGA KEPADA PEMERINTAH Silalahi, Ulber
Jurnal Ilmu Administrasi: Media Pengembangan Ilmu dan Praktek Administrasi Vol 8, No 3 (2011): Jurnal Ilmu Administrasi
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31113/jia.v8i3.289

Abstract

Leader and leadership are two important terminologies in public administration. A leader may use his/her leadership to inspire, motivate, and influence his/her employees to achieve desired goals. The recent condition shows political bureaucracy and administration have been unfavorable in generating such leadership. It is, thus, necessary to re-invent public leadership in order to be able to empower public organizations and society. Reinventing means to change the leaders' attitudes to make people trust the government. Public leaders expected by society are those who are honest, visionary, inspiring, skillful, competent, consistent, loyal, and open. Good leaders are supposed to be sensitive with current issues and put public interest on the first place. Meanwhile, bad leadership leads to poor government performance and deteriorating public trust.
GLOBALISASI INFORMASI DAN PERUBAHAN POLITIK DAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN INDONESIA PASCA ORDE BARU Silalahi, Ulber
Jurnal Ilmu Administrasi: Media Pengembangan Ilmu dan Praktek Administrasi Vol 9, No 1 (2012): Jurnal Ilmu Administrasi
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31113/jia.v9i1.256

Abstract

The globalization of information in the early 21st century has made the country, government, and the world community closer and connected quickly. The world has become borderless, so what's happening in the world's first and second world will soon be known to the third world. Moreover, the globalization of information makes a success of democratization and decentralization in the country and desentralisasion encourage democratization in other countries,including Indonesia. This study aims to explain the impact of globalization on the political administration of government information post-New Order Indonesia. The method used is descriptive, qualitative study of literature. The findingssuggest that the globalization of information have changed the political administration post-New Order Indonesia become more democratic and decentralized. Visible indication of democratization democratization elections (presidential and legislative elections as well as representatives) and local elections (local elections and local legilslatif members) andgovernance based on good governance, while decentralization seems indicative of an increase of area and district and city up to 69.6 with the details of the province increased 26.9, the district increased 76.8, the city government increased 60.3%. This increase will impact on the improvement of government management, public service management and welfare of citizens
BIROKRASI TRADISIONAL DARI SATU KERAJAAN DI SUMATERA HARAJAON BATAK TOBA Ulber Silalahi
Research Report - Humanities and Social Science Vol. 1 (2012)
Publisher : Research Report - Humanities and Social Science

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (19366.255 KB)

Abstract

Penelitian ini berangkat dari tesis yang mengatakan bahwa tanah Batak makmur tanpa satu kerajaan yang melindungi dan memerintah. Kalaupun ada “raja” dan “kerajaan” di tanah Batak, ia tidak berkedudukan dan tidak memiliki kekuasaan seperti seorang raja atau kerajaan-kerajaan di daerah lain seperti di Jawa. Tetapi sebaliknya, ada pandangan bahwa tidak pernah ada masyarakat tanpa pemerintahan. Manakala seseorang mengkaji masyarakat, ia menemukan unit politik atau pemerintahan. Pranata politik (pemerintahan) itulah yang mengontrol dan menjaga pengelompokan yang lebih besar, yakni masyarakat tadi. Semua masyarakat politik memiliki pemerintahannya dengan birokrasinya sendiri yang diperlukan untuk mengatur hidup bersama dari masyarakat, mengatur kepentingan masyarakat, meningkatkan standar kehidupan masyarakat dan mendistribusikan penghasilan secara lebih merata, atau meningkatkan pengaruh warga terhadap pemerintah mereka dan sekaligus mencipakan ketertiban sosial.Beranjak dari pendapat terakhir, maka penelitian ini dilakukan untuk mencari jawaban tentang masyarakat Batak Toba apakah memiliki birokrasi pemerintahan kerajaan tradisional. Data yang akan dikumpulkan terkait dengan dengan penciri utama birokrasi pemerintahan kerajaan. Penelitian dilakukan dengan penelitian deskriptif-kualitatif. Data bertsumber dari dongeng-dongeng suci yang hidup dalam masyarakat Batak Toba tradisional yang didapatkan dengan metode dokumenter dan wawancara mendalam. Data tersebut kemudian direduksi, disajikan, dan disimpulkan atau diverifikasi. Juga menggunakan trianggulasi analisis data yaitu the narrative analysis (analisis naratif) dan the illustrative method (metode ilustratif); content analysis (analisis isi), analisis wacana dan penafsiran teks serta semiotic analysis (analisis semiotik).Dari hasil penelitian ditemukan bahwa masyarakat Batak Toba telah memiliki pemerintahan kerajaan tradisional. Pemerintahan kerajaan tradisional Batak Toba memiliki ideologi, struktur, aparatur dan aturan hukum sebagai penciri utama dari birokrasi pemerintahan kerajaan. Ideologi dalam bentuk komunalitas; struktur dalam bentuk territorial-fungsional, aparatur yang mengatur adat, ekonomi, pertahanan, keuangan, keadilan dan agama; dan aturan hukum sebagai pegangan dalam berpemerintahan terkait erat dengan nilai-nilai budaya kultural tradisional Batak Toba. Birokrasi pemerintahan kerajaan tradisional Batak Toba tidak feodalistis sehingga berbeda dengan birokrasi pemerintahan kerajaan tradisional dalam masyarakat lain seperti kerajaan-kerajaan di Jawa yang feodalistis. Secara kultural, setiap masyarakat tradisional memiliki karakteristik sendiri bermasyarakat danberpemerintahan. Karena itu tata pemerintahan tradisional Batak Toba akan berbeda dengan tata pemerintahan masyarakat tradisional lainnya.
KEDUDUKAN DAN KEKUASAAN RAJA DALAM KERAJAAN TRADISIONAL DARI SATU MASYARAKAT DI SUMATERA UTARA: MASYARAKAT BATAK TOBA Ulber Silalahi
Research Report - Humanities and Social Science Vol. 2 (2012)
Publisher : Research Report - Humanities and Social Science

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (6562.035 KB)

Abstract

Dalam tiap masyarakat selalu ditemukan unit politik atau pemerintahan yang mengatur kehidupan masyarakat setempat. Dalam pemerintahan kerajaan pasti ada orang yang berkedudukan sebagai raja. Kedudukan raja dalam masyarakat tradisional dipercaya sebagai wakil atau representasi dewata untuk mengatur hidup bermasyarakat dan berpemerintahan. Ia juga memiliki kekuasaan untuk mengatur kehidupan masyarakat. Kekuasaan yang dimiliki raja bisa bersumber dari kekuasaan legal-rasional, kekuasaan tgradisional dan kekuasaan karismatik. Penelitian ini bermaksud untuk mendeskripsikan lebih mendalam tentang kedudukan dan kekuasaan raja dalam kerajaan tradisional dari satu masyarakat di Sumatera Utara dimana masyarakat Batak Toba dijadikan sebagai kasus. Penelitian ini masuk dalam ranah penelitian historis dengan metode deskriptif-kualitatif untuk menggambarkan kedudukan dan kekuasaan raja dalam pemerintahan kerajaan tradisional Batak Toba. Data yang digunakan ialah dongeng-dongeng suci seperti turiturian, baik lisan maupun tulisan, peribahasa dan simbol yang mengacu pada kehidupan pemerintahan kerajaan tradisional masyarakat Batak Toba. Untuk itu pengumpulan data menggunakan metode dokumenter, wawancara mendalam dan observasi. Sementara analisis naratif dan metode ilustratif, analisis isi, analisis wacana dan penafsiran teks digunakan untuk menganalisis teks dari dokumen dan hasil wawancara, dan analisis semiotik digunakan untuk menganalisis tanda atau simbol yang diperoleh dari observasi. Dari hasil penelitian ditemukan corak kedudukan dan kekuasaan raja dalam masyarakat tradisional Batak Toba ditentukan oleh budaya kerohanian. Masyarakat Batak Toba tradisional sebagai masyarakat  kosmos-religius percaya bahwa raja adalah representasi dari dewata sehingga kedudukan dan kekuasaan raja sangat suci dan sakral. Berdasarkan kepercayaan kosmos-religius maka masyarakat Batak Toba tradisional taat kepada raja untuk mendapatkan keberuntungan. Karena kedudukan raja sebagai “representasi” dari dewata, maka tidak membentuk hubungan  patron-client antara raja dan masyarakat. Berdasarkan kepercayaan kosmos-religius, masyarakat Batak Toba juga percaya seorang raja memiliki hak ilahi atas kekuasaan (devine right), yaitu kekuasaan didapatkan dari dewata sehingga suara raja adalah suara deata. Raja diberi kekuasaan oleh dewata untuk mengatur kehidupan masyarakat. Kekuasaan itu bersumber dari kekuasaan tradisional dan kekuasaan karismatik. Kekuasaan karismatik ditandai oleh pemilikan apa yang disebut sahala harajaon atau wibawa kerajaan yang juga didapat dari dewata.
RELEVANSI KEBIJAKAN HUMAN-CENTERED DEVELOPMENT DAN PERBAIKAN KUALITAS PENDIDIKAN DALAM PENGEMBANGAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA INDONESIA Ulber Silalahi
Jurnal Administrasi Publik Vol. 2 No. 1 (2003): Jurnal Administrasi Publik, Tahun 2, Nomor 1, April 2003, ISSN 1412 - 7040
Publisher : Centre for Public Policy and Management Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (326.076 KB)

Abstract

Sumber daya manusia yang mandiri dan memiliki rasionalitas yang tinggi untuk meningkatkan kualitas hidup merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki Indonesia untuk survive di era globalisasi. Namun demikian kebijakan pembangunan yang selama ini ditempuh Indonesia justru telah menempatkan pengembangan sumber daya manusia dalam area subordinatif dibandingkan pertumbuhan ekonomi, sehingga upaya pengembangan yang dilakukan tidaklah memperhatikan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Pemaknaan sumber daya manusia dalam hirarki semacam ini tentunya menempatkan Indonesia pada posisi rawan dalam kancah persaingan global. Kondisi inilah yang mendorong beralihnya paradigma pembangunan Indonesia pada paradigma human-centered development yang memberikan penekanan pada pembangunan kualitas sumber daya manusia yang kritis dan inovatif agar mampu mengaktualisasikan potensi diri sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya.Tulisan ini memandang bahwa upaya pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan haruslah diarahkan pada perbaikan dalam tiga hal yakni peningkatan kualitas tenaga pengajar, perbaikan kurikulum dan manajemen pendidikan. Ketiga upaya pembenahan tersebut diterjemahkan ke dalam program yang lebih konkrit berupa pencanangan visi pendidikan 2004 yang disertai dengan peningkatan anggaran pendidikan, pemberlakuan kurikulum berbasis kompetensi, Gerakan Peningkatan Mutu Pendidikan serta pemberlakuan otonomi pendidikan. Program-program tersebut diharapkan akan mampu menciptakan manusia Indonesia yang memiliki kompetensi akhlak, moral, pengetahuan, kemampuan, sikap dan perilaku kehidupan yang menguatkan mereka sebagai individu dan anggota masyarakat serta bangsa.
Komunikasi Pemerintahan : Mengirim dan Menerima Informasi Tugas dan Informasi Publik Ulber Silalahi
Jurnal Administrasi Publik Vol. 3 No. 1 (2004): Jurnal Administrasi Publik, Volume 3, Nomor 1, April 2004, ISSN 1412 - 7040
Publisher : Centre for Public Policy and Management Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (601.023 KB)

Abstract

Government communication is one of the important element in public organization, which is become a part of organizational communication. In the context of organizational communication, government communication can be separated by internal communication and external communication. Internal communication have a lot of purposes like sending and receiving task information between administrator and staff External communication intend to sending public information from administrator and staff to public and privat sector, instrument of administrative accountability to the public and also accomodating public opinion. In the Orde Baru era, there were dominated kind of the way which is communication exist, that are downward and upward communication. Government communication in good governance dominating by responsiveness, transparency, participation, and accountability. Blockages in communication could be eliminated by using the ‘right’ language, eliminating barriers and having knowledge about the audience, the message and the medium.Kata kunci : government communication, internal, external communication
Relevansi “Semangat” Birokrasi Lokal Tradisional Dalam Merevitalisasi Birokrasi Lokal Modern Indonesia Di Era Otonomi Daerah: Kasus Birokrasi Dalam Masyarakat Tradisional Batak Toba Di Sumatera Utara Ulber Silalahi
Jurnal Administrasi Publik Vol. 1 No. 1 (2002): Jurnal Administrasi Publik, Tahun 1, Nomor 1, Agustus 2002, ISSN 1412 - 7040
Publisher : Centre for Public Policy and Management Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (357.013 KB)

Abstract

Sejarah Negara Indonesia membuktikan bahwa universalitas birokrasi yang dirancang secara sentralistik kurang, mampu mengaspirasi kepentingan lokal, sehingga menjadi kurang efektif. Dalam era desentralisasi ini, efektifitas birokrasi lokal modern sangat ditentukan oleh sejauh mana birokrasi tersebut mampu mengapresiasi dan mengadopsi unsur-unsur positif birokrasi tradisional lokal yang sesuai dengan budaya masyarakat setempat. Paper ini merupakan hasil penelitian yang mencoba menggali nilai-nilai birokrasi tradisional “Sisingamangaraja” dalam masyarakat Batak Toba.Ada dua akar ideologi masyarakat Batak Toba, pertama, ideologi Agama (Hindu) dimana harmoni tercipta melalui tiga dimensi makrokosmos yaitu banoa ginjang (dunia atas), banoa tonga (dunia tengah) dan banoa toru (dunia bawah). Masing-masing dunia dikuasai seorang dewata yang merepresentasi sifat-sifat kebaikan tertentu yang dibutuhkan dalam menjaga keseimbangan dan kelestarian kehidupan. Ideologi kedua adalah kekerabatan, yaitu marga dan etnisitas yang bersifat komunal yang terpola dalam Dalihan Nan Tolu (Tungku nan Tiga). Setiap tungku mencerminkan posisi atau unsur yang harus ada dalam setiap kegiatan. Setiap individu yang sudah menikah melekat dalam ketiga posisi tersebut.Implikasi kedua ideologi di atas dalam masyarakat Batak Toba, melandasi hubungan antara Raja (pemimpin) dan Rakyat, rakyat dengan rakyat dengan kewajiban sesuai dengan posisinya. Raja merupakan pemimpin karismatik dan sekaligus pemimpin tradisional. Sebagai pemimpin karismatik, raja dianggap jelmaan dari dewata yang harus mempunyai sifat-sifat kebaikan dewa serta memiliki kekuatan magis. Sebagai pemimpin tradisional raja mempunyai legitimasi yang tinggi karena dipilih oleh rakyat sehingga harus mampu memenuhi tujuan kolektif (sesuai keinginan rakyat). Kepatuhan rakyat pada pemimpinnya (raja) ditentukan oleh kedua sifat kepemimpinan tersebut. Hubungan rakyat dan rakyat (sosial) didasarkan pada ketiga tungku yang bersifat seimbang dan totalitas. Setiap unsur dituntut menjalankan fungsinya sehingga tercipta tertib sosial dalam masyarakat.Sistem ideologi agama dan kekerabatan tersebut menciptakan birokrasi pemerintahan dan masyarakat yang demokratis berdasarkan keseimbangan fungsi sosial dan kedudukan masing-masing. Legitimasi pemimpin ditentukan oleh sejauh mana ia mampu menjalankan fungsinya. Dalam hubungan vertikal (rakyat dan pemimpin) dan hubungan lateral (masyarakat) diterapkan budaya konsultatif dalam pengambilan keputusan khususnya keputusan yang menyangkut publik, seperti pemilihan raja. Budaya-budaya di atas merupakan nilai-nilai positif yang bisa diadopsi dalam sistem pemerintahan lokal pada masa kini, untuk mendapatkan legitimasi dan dukungan tinggi, sehingga berjalan efektif dan efisien.Sejarah Negara Indonesia membuktikan bahwa universalitas birokrasi yang dirancang secara sentralistik kurang, mampu mengaspirasi kepentingan lokal, sehingga menjadi kurang efektif. Dalam era desentralisasi ini, efektifitas birokrasi lokal modern sangat ditentukan oleh sejauh mana birokrasi tersebut mampu mengapresiasi dan mengadopsi unsur-unsur positif birokrasi tradisional lokal yang sesuai dengan budaya masyarakat setempat. Paper ini merupakan hasil penelitian yang mencoba menggali nilai-nilai birokrasi tradisional “Sisingamangaraja” dalam masyarakat Batak Toba.  Ada dua akar ideologi masyarakat Batak Toba, pertama, ideologi Agama (Hindu) dimana harmoni tercipta melalui tiga dimensi makrokosmos yaitu banoa ginjang (dunia atas), banoa tonga (dunia tengah) dan banoa toru (dunia bawah). Masing-masing dunia dikuasai seorang dewata yang merepresentasi sifat-sifat kebaikan tertentu yang dibutuhkan dalam menjaga keseimbangan dan kelestarian kehidupan. Ideologi kedua adalah kekerabatan, yaitu marga dan etnisitas yang bersifat komunal yang terpola dalam Dalihan Nan Tolu (Tungku nan Tiga). Setiap tungku mencerminkan posisi atau unsur yang harus ada dalam setiap kegiatan. Setiap individu yang sudah menikah melekat dalam ketiga posisi tersebut.  Implikasi kedua ideologi di atas dalam masyarakat Batak Toba, melandasi hubungan antara Raja (pemimpin) dan Rakyat, rakyat dengan rakyat dengan kewajiban sesuai dengan posisinya. Raja merupakan pemimpin karismatik dan sekaligus pemimpin tradisional. Sebagai pemimpin karismatik, raja dianggap jelmaan dari dewata yang harus mempunyai sifat-sifat kebaikan dewa serta memiliki kekuatan magis. Sebagai pemimpin tradisional raja mempunyai legitimasi yang tinggi karena dipilih oleh rakyat sehingga harus mampu memenuhi tujuan kolektif (sesuai keinginan rakyat). Kepatuhan rakyat pada pemimpinnya (raja) ditentukan oleh kedua sifat kepemimpinan tersebut. Hubungan rakyat dan rakyat (sosial) didasarkan pada ketiga tungku yang bersifat seimbang dan totalitas. Setiap unsur dituntut menjalankan fungsinya sehingga tercipta tertib sosial dalam masyarakat.  Sistem ideologi agama dan kekerabatan tersebut menciptakan birokrasi pemerintahan dan masyarakat yang demokratis berdasarkan keseimbangan fungsi sosial dan kedudukan masing-masing. Legitimasi pemimpin ditentukan oleh sejauh mana ia mampu menjalankan fungsinya. Dalam hubungan vertikal (rakyat dan pemimpin) dan hubungan lateral (masyarakat) diterapkan budaya konsultatif dalam pengambilan keputusan khususnya keputusan yang menyangkut publik, seperti pemilihan raja. Budaya-budaya di atas merupakan nilai-nilai positif yang bisa diadopsi dalam sistem pemerintahan lokal pada masa kini, untuk mendapatkan legitimasi dan dukungan tinggi, sehingga berjalan efektif dan efisien.
Rekonsiliasi Sosial: Satu Kerangka Analisis dari Teori Konsensus Ulber Silalahi
Jurnal Administrasi Publik Vol. 5 No. 2 (2008): Jurnal Administrasi Publik, Volume 5, Nomor 2, Oktober 2008, ISSN 1412 - 70405
Publisher : Centre for Public Policy and Management Studies

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1670.798 KB)

Abstract

This article discusses social reconciliation and consensus. The analysis covers social solidarity and collective awarness and how do they relate to modern society in general and Indonesian society in particular. The discussion pn social reconciliation and consencus specifically focus on Indonesia's post new order era when to a certain extent anomic has existed.Keywords: concensus, social reconciliation
REINVENTING KEPEMIMPINAN DI SEKTOR PUBLIK UNTUK MEMBANGUN KEPERCAYAAN WARGA KEPADA PEMERINTAH Ulber Silalahi
Jurnal Ilmu Administrasi: Media Pengembangan Ilmu dan Praktek Administrasi Vol 8, No 3 (2011): Jurnal Ilmu Administrasi
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Lembaga Administrasi Negara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31113/jia.v8i3.289

Abstract

Leader and leadership are two important terminologies in public administration. A leader may use his/her leadership to inspire, motivate, and influence his/her employees to achieve desired goals. The recent condition shows political bureaucracy and administration have been unfavorable in generating such leadership. It is, thus, necessary to re-invent public leadership in order to be able to empower public organizations and society. Reinventing means to change the leaders' attitudes to make people trust the government. Public leaders expected by society are those who are honest, visionary, inspiring, skillful, competent, consistent, loyal, and open. Good leaders are supposed to be sensitive with current issues and put public interest on the first place. Meanwhile, bad leadership leads to poor government performance and deteriorating public trust.
Kepercayaan Publik kepada Pemerintah Daerah Pasca Orde Baru Ulber Silalahi
JIANA ( Jurnal Ilmu Administrasi Negara ) Vol 11, No 02 (2011)
Publisher : Universitas Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (58.139 KB) | DOI: 10.46730/jiana.v11i02.1083

Abstract

Public trust in government is important because trust is social capital in governancesystem as such as relationship between government and businessman. The problems which arefaced by many government as such as Indonesia in this decade are the decline of public trust intheir government. This study is to explain the degree of businessman trust in Bandung CityGovernment in business licence service delivery. This study based on descriptive-quantitativemethods. Sample size are 100 businessman who were selected by nonprobability sampling withquota sampling technic. Sample were sampled from member of KADIN Bandung who applyed forbusiness license in 2001-2005. Research used survey design with questioner and interview as aprimary research instrumnet to collect data. The data were analyzed using descriptive statisticwith central tendency. Results of this study show that businessman trust in Bandung City Gov-ernment is low or distrusting. Businessman trust is low in local government because bureaucrat oflocal government have low integrity, commitment, concistency and loyality in business lincenceservice delivery.