Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search
Journal : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan

Pelaksanaan Tugas Dan Fungsi Dinas Sosial Dalam Penyediaan Fasilitas Bagi Penyandang Disabilitas Di Kota Banda Aceh Dian Riska Sani; Efendi Efendi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 2, No 3: Agustus 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dalam Pasal 19 huruf (b) Peraturan Gubernur Nomor 111 Tahun 2016 yang mengatur tentang kedudukan, susunan organisasi, tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Sosial Aceh, dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas Dinas Sosial Kota Banda Aceh menyelenggarakan fungsi “Pelaksanaan kebijakan dalam penyendiaan fasilitas bagi penyandang disabilitas”. Namun pada kenyataannya masih banyak ditemukan penyandang disabilitas yang belum mendapatkan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhannya di Kota Banda Aceh, hal ini menunjukan bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi Dinas Sosial dalam penyediaan fasilitas bagi penyandang disabilitas di kota Banda Aceh belum dilaksanakan secara maksimal. Tujuan penulisan artikel ini untuk menjelaskan pelaksanaan tugas dan fungsi Dinas Sosial,  kendala yang dihadapi Dinas Sosial dalam penyediaan fasilitas bagi penyandang disabilitas di Kota Banda Aceh, upaya yang telah dilakukan oleh Dinas Sosial dalam penyediaan fasilitas bagi penyandang disabilitas di Kota Banda Aceh. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku, bahan internet dan hasil karya ilmiah lain yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini serta penelitian lapangan yang dilakukan untuk memperoleh data primer dengan mewawancarai responden dan informan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi Dinas Sosial dalam penyediaan fasilitas bagi penyandang disabilitas di Kota Banda Aceh tidak berjalan sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Peraturan Gubernur Nomor 111 Tahun 2016 tentang kedudukan, susunan organisasi, tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Sosial Aceh. Hal ini dikarenakan kurangnya dana operasional, penyandang disabilitas bukan berasal dari Banda Aceh, masyarakat tidak memberikan data tentang keluarganya yang mengalami disabilitas, pihak keluarga menyembunyikan identitas penyandang disabilitas, dan pihak keluarga tidak mengizinkan penyandang disabilitas direhabilitasi diluar daerah,. Upaya yang dilakukan oleh Dinas Sosial dalam menghadapi kendala penyediaan fasilitas bagi penyandang disabilitas antara lain memberikan sosialisasi kepada masyarakat, memberikan pendidikan dan keterampilan kepada penyandang disabilitas, dan memberikan bantuan kepada penyandang disabilitas yang memiliki usaha. Diharapkan kepada Kepala Dinas Sosial Kota Banda Aceh untuk lebih meningkatkan dana dalam bidang Rehabilitasi Sosial dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya memberikan data tentang penyandang disabilitas kepada Dinas Sosial Kota Banda Aceh.
Pelaksanaan Pasal 21 Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana Terhadap Bencana Gempa Bumi 7 Desember 2016 di Kabupaten Pidie Jaya T. Farhad Wardhana; Efendi Efendi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 2, No 4: November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Mengingat lahirnya Undang-Undang No.24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana sudah sepuluh tahun, maka seharusnya BPBD sudah dapat menjalankan tugasnya sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang dan dapat meminimalisir resiko bencana terhadap masyarakat karena mengingat Aceh adalah salah satu daerah rawan akan bencana gempa bumi. BPBD seharusnya memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pencegahan resiko bencana. Pada gempa bumi Kabupaten Pidie Jaya, masih belum adanya pemahaman kepada masyarakat mendirikan bangunan yang tahan akan gempa bumi. Sehingga bencana gempa bumi di Kabupaten Pidie Jaya tanggal 7 Desember 2016, banyak masyarakat menjadi korban dikarenakan tertimpa bangunan akibat gempa bumi. Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan tugas Badan Penanggulangan Bencana Kabupaten Pidie Jaya dalam penanggulangan bencana gempa bumi 7 Desember 2016, faktor-faktor yang menghambat tugas Badan Penanggulangan Bencana Kabupaten Pidie Jaya dalam penanggulangan bencana gempa bumi 7 Desember 2016, dan upaya untuk mengatasi hambatan tugas BPBD Pidie Jaya dalam penanggulangan bencana gempa bumi 7 Desember 2016. Data yang diperoleh dalam penulisan artikel ini, dilakukan dengan menggunakan metode yuridis empiris, yakni penelitian kepustakaan dan lapangan. Dalam mendapatkan data sekunder dilakukan penelitian kepustakaan dengan menelaah buku-buku dan peraturan perundang-undangan sedangkan data primer diperoleh dari wawancara yang dilakukan dengan sejumlah responden dan informan yang terkait langsung denan masalah yang diteliti. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa BPBD Pidie Jaya belum maksimal menjalankan tugasnya dalam penanggulangan bencana gempa bumi 7 Desember 2016 terutama dalam hal pengkoordinasian dan manajemen informasi. Faktor-faktor yang menghambat tugas BPBD Pidie Jaya dalam penanggulangan bencana gempa bumi tersebut yaitu sarana dan prasarana yang kurang memadai serta pemilihan SDM yang kurang tepat. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut seharusnya BPBD Pidie Jaya memaksimalkan pendidikan mengenai kebencanaan dan sosialisasi terhadap masyarakat. Disarankan kepada BPBD Pidie Jaya untuk melaksanakan penanggulangan bencana dengan kesiapan yang mantap serta merekrut relawan yang berkompeten. Dan lebih giat memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai kebencanaan untuk meningkatkan kesiapsiagaan agar dapat meminimalisir dampak yang ditimbulkan akibat bencana.
Pelaksanaan Tugas Dan Fungsi Balai Besar Pengawas Obat Dan Makanan (BBPOM) Terhadap Peredaran Produk Pangan Olahan Impor Tanpa Izin Edar Di Kota Banda Aceh Muhammad Haikal; Efendi Efendi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 2, No 4: November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penulisan artikel ini untuk menjelaskan penyebab masih ditemukannya produk pangan olahan impor tanpa izin edar di Kota Banda Aceh, faktor yang menyebabkan tugas dan fungsi pelaksanaan pengawasan terhadap peredaran produk pangan olahan impor tanpa izin edar oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Kota Banda Aceh kurang berjalan,  upaya yang telah dilakukan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan dalam mengatasi kendala pelaksanaan pengawasan terhadap peredaran produk pangan olahan impor tanpa izin edar di Kota Banda Aceh. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder dengan cara mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku, bahan internet dan hasil karya ilmiah lain yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini serta penelitian lapangan yang dilakukan untuk memperoleh data primer dengan mewawancarai responden dan informan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi Balai Besar POM terhadap peredaran produk pangan olahan impor tanpa izin edar di Kota Banda Aceh tidak berjalan sebagaimana yang telah diamanatkan oleh perundang-undangan. Hal ini dikarenakan masyarakat lebih menyukai produk pangan olahan impor, harga produk pangan olahan impor relatif lebih murah, BBPOM sering terlambat dalam melakukan pemeriksaan atau pengkajian terhadap produk pangan olahan impor. Kurangnya jumlah pegawai petugas lapangan pemeriksaan BBPOM, perbandingan jumlah pegawai pemeriksaan dan sarana pangan, kurangnya sosialisasi oleh BBPOM Kota Banda Aceh terkait perihal adanya pemberlakuan izin edar terhadap produk pangan olahan impor. Upaya yang dilakukan oleh BBPOM dalam menghadapi kendala pelaksanaan pengawasan terhadap peredaran produk pangan olahan impor tanpa izin edar antara lain mengajukan penambahan pegawai petugas lapangan pemeriksaan ke Badan Kepegawaian  Negara, melakukan pembinaan dan pemeriksaan terhadap pelaku usaha produk pangan olahan impor, memberikan sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya mengkonsumsi produk pangan olahan impor tanpa izin edar dari BBPOM. Diharapkan kepada Kepala BBPOM Kota Banda Aceh, agar dapat meningkatkan pengawasan terhadap peredaran produk pangan olahan impor yang beredar, serta melakukan sosialisasi kepada pelaku usaha.
Pelaksanaan Koordinasi Dalam Pengawasan Peredaran Produk Kosmetik Yang Tidak Terdaftar Di Kota Banda Aceh Lia Riska; Efendi Efendi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 2, No 4: November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan dari penulisan artikel ini untuk menjelaskan penyebab masih ditemukannya produk kosmetik tidak terdaftar di Kota Banda Aceh, untuk menjelaskan pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengawasan terhadap produk kosmetik tidak terdaftar di Kota Banda Aceh, dan untuk menjelaskan pelaksanaan koordinasi dalam pengawasan yang dilakukan oleh BBPOM, Dinkes dan Disperindag terhadap kosmetik yang tidak terdaftar di BBPOM beredar di Kota Banda Aceh. Untuk memperoleh data dalam penulisan artikel ini dilakukan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan untuk mendapatkan data sekunder dengan cara membaca peraturan perundang-undangan, buku literatur hukum atau bahan hukum tertulis lainnya. Penelitian lapangan untuk mendapatkan data primer yang berhubungan dengan penelitian ini melalui wawancara dengan responden dan informan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penyebab munculnya produk kosmetik yang tidak terdaftar beredar di Kota Banda Aceh adalah karena mahalnya syarat untuk melakukan pendaftaran, adapun pihak-pihak yang harus bertanggung jawab dalam pelaksanaan pengawasan terhadap produk kosmetik yang tidak terdaftar di Kota Banda Aceh adalah BBPOM, Dinkes, dan Disperindag. Koordinasi BBPOM, Dinkes dan Disperindag dalam mengatasi peredaran produk kosmetik yang tidak terdaftar adalah dengan memberikan pembinaan, sosialisasi dan pemeriksaan rutin terhadap pelaku usaha kosmetik yang terdapat di Kota Banda Aceh. Disarankan kepada BBPOM agar dapat meningkatkan koordinasi dengan Dinkes dan Disperindag dalam melakukan pengawasan terhadap kosmetik beredar yang tidak terdaftar, melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan pelaku usaha serta dapat meningkatkan jumlah petugas pengawas terhadap kosmetik beredar yang tidak terdaftar di BBPOM Kota Banda Aceh.
Perlindungan Lokasi Yang Diduga Situs Cagar Budaya Oleh Pemerintah Kota Banda Aceh Desfa Meutia Lestari; Efendi Efendi
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bidang Hukum Kenegaraan Vol 2, No 4: November 2018
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya menyebutkan. “Pemerintah berkewajiban melakukan pencarian benda, bangunan, struktur, dan/atau lokasi yang diduga sebagai Cagar Budaya. Dan dalam Pasal 99 Ayat (1) menyebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap pengawasan Pelestarian Cagar Budaya sesuai dengan kewenangannya.Namun dalam kenyataannya masih terdapat lokasi yang diduga cagar budaya yang tidak dilindungi. Penulisan artikel ini bertujuan untuk menjelaskan alasan dibangunnya proyek IPAL di lokasi yang diduga situs cagar budaya, menjelaskan upaya perlindungan yang dilakukan oleh  Pemerintah Kota Banda Aceh terhadap  lokasi yang diduga situs cagar budaya, hambatan yang dialami Pemerintah Kota Banda Aceh untuk melindungi lokasi yang diduga situs cagar budaya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum yuridis empiris.Data diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Library Research) dan penelitian lapangan (field research). Penelitian kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca dan menelaah buku-buku, perundang-undangan. Sedangkan penelitian lapangan dilakukan guna memperoleh data primer melalui wawancara dengan responden dan informan. Hasil penelitian menunjukkan faktor penyebab dibangunnya lokasi IPAL di lokasi yang diduga situs cagar budaya dikarenakan belum ditetapkan sebagai kawasan cagar budaya. Terhadap penemuan situs yang diduga cagar budaya, Pemerintah Kota Banda Aceh menghentikan sementara proyek hingga dilakukan pengkajian ilmiah, pengkajian dilakukan dengan segera membentuk Tim Ahli Cagar Budaya. Tidak adanya Peraturan Pelaksana Undang-Undang Cagar Budaya dan Qanun tentang perlindungan cagar budaya ditingkat provinsi dan/atau kota membuat perlindungan hukum menjadi tidak optimal. Tidak adanya sumber daya manusia dibidang kepurbakalaan ditingkat Dinas Pendidikan dan kebudayaan sebagai instansi berwenang di bidang cagar budaya membuat proses untuk membentuk Tim Ahli Cagar Budaya menjadi terhambat. Pemerintah Kota Banda Aceh disarankan agar menata ulang dan melakukan kajian terhadap lokasi yang diduga cagar budaya agar dapat dijadikan kawasan cagar budaya. Melakukan upaya pencarian teradap situs cagar budaya yang belum ditemukan di seitar lokasi yang diduga situs cagar budaya dan di wilayah sekitarnya terutama Gampong Jawa. Pemerintah Pusat disarankan segera menerbitkan Peraturan Pelaksana dari Undang- Undang Cagar Budaya dan Pemerintah daerah baik provinsi maupun pusat segera membentuk Qanun Perlindungan Cagar Budaya. Untuk mempermudah kinerja Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Banda Aceh dalam hal kewenangnnya melindungi cagar budaya disarankan untuk nambahan sumber daya manusia dibidang kepurbakalaan.