Sulaiman Sulaiman
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Published : 2 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

Peningkatan Koordinasi Struktur dalam Penegakan Hukum Illegal Fishing di Aceh Adwani Adwani; Sulaiman Sulaiman
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 22, No 3 (2020): Vol. 22, No. 3, Desember 2020
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24815/kanun.v22i3.18031

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis bagaimana koordinasi struktur dalam penegakan hukum terhadap penangkapan ikan ilegal di perairan Aceh. Analisis ini berdasarkan pemahaman bahwa pemanfaatan sumber perikanan yang dilakukan oleh kapal perikanan harus selalu berdasarkan izin. Khusus bagi nelayan kecil dikecualikan. Realitasnya penangkapan ikan banyak terjadi secara ilegal, sehingga perlu dilakukan penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran. Penelitian ini menggunakan metode sosio-legal, dengan melihat hukum yang tidak terpisahkan dari berbagai faktor lain. Temuan penelitian menunjukkan bahwa penegakan hukum belum terlaksana secara efektif. Struktur yang terlibat dalam penegakan hukum di laut adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut, dan Kepolisian Air dan Udara. Penegakan hukum dilakukan melalui pengawasan dan penangkapan terhadap kapal-kapal yang melakukan penangkapan ikan secara ilegal. Sebanyak 36 kapal ditangkap dan dikenakan sanksi hukumnya. Koordinasi struktur dalam penegakan hukum masih kurang. Disarankan supaya dilakukan penegakan hukum secara terus-menerus yang efektif dan dilakukan koordinasi secara intensif antara para penegak hukum dengan memperkuat personil dan peralatan dalam penegakan hukum di laut. Improvement of Structural Coordination in Illegal Fishing Law Enforcement in Aceh This study aims to analyze the structural coordination in law enforcement against illegal fishing on the Aceh coast. This analysis is based on the understanding that the use of fisheries by fishing vessels must always be based on a permit. Especially for small fishermen it is excluded. In fact, many fishing occurs illegally, so it is necessary to enforce the law against the perpetrators. This research uses the socio-legal method, by looking at the law that is inseparable from various other factors. Research findings indicate that law enforcement has not been implemented effectively. The structures involved in the law enforcement are Civil Servant Investigators, the Indonesian National Army, the Navy, and the Air and Water Police. Law enforcement is carried out through the supervision and arrest of vessels fishing illegally. A total of 36 ships were arrested and subject to sanctions. Structural coordination in law enforcement is lacking. It is recommended that effective continuous law enforcement and intensive coordination between law enforcement agencies be carried out by strengthening personnel and equipment in law enforcement at sea.
Recognition of Adat Forest and Plantation Concessions in Indonesia Esmi Warassih; Sulaiman Sulaiman
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol 19, No 2 (2017): Vol. 19, No. 2, (Agustus, 2017)
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRACT: Legal recognition of adat forests has long been established through Decision of the Constitutional Court No. 35/PUU-X/2012 correcting terminology of adat forests in the Forestry Law. However, the recognition has been still not running as expected to date. This article will explore about what are legal implications of recognition of adat forests associated with plantation concessionaires. The study found a number of unfair articles in the Plantation Act, even though they had been corrected by two Decisions of the Constitutional Court. The injustice appeared in regulation to plantation concessionaires who can be entitled to land for plantation business. On the one hand, such regulation showed injustice, especially with orientation of partiality. On the other hand, it would potentially generate a conflict between plantation business and community. A number of cases occurred between communities and plantation enterprises are potentially taking small community away from justice. Pengakuan Hutan Adat dan Konsesi Perkebunan di Indonesia ABSTRAK: Pengakuan hukum atas hutan adat sudah lama diteguhkan, melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012, yang mengoreksi terminologi hutan adat dalam Undang-Undang Kehutanan. Akan tetapi hingga sekarang pengakuan tersebut masih belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Artikel ini ingin menelusuri bagaimana implikasi hukum atas pengakuan hutan adat terhadap pemegang konsesi perkebunan. Penelitian ini menemukan bahwa dalam Undang-Undang Perkebunan, terdapat sejum-lah pasal yang tidak berkeadilan, walau sudah diperbaiki dengan dua Putusan Mahka-mah Konsitusi. Ketidakadilan tampak pada pengaturan pelaku usaha perkebunan yang dapat diberi hak atas tanah untuk usaha perkebunan. Pengaturan demikian memperlihatkan ketidakadilan di satu pihak, terutama dengan orientasi keberpihakan. Di pihak lain, berpotensi memunculkan konflik usaha perkebunan dengan masyarakat. sejumlah kasus terjadi antara masyarakat dan usaha perkebunan, yang berpotensi menjauhkan masyarakat kecil dari keadilan.