Yosua Sibarani
Sekolah Tinggi Teologi Happy Family

Published : 4 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PERAN ORANG TUA DALAM MEWARISKAN IMAN BAGI PEMBINAAN ROHANI ANAK REMAJA MENURUT 2 TIMOTIUS 1:5 DALAM ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0 Yosua Sibarani
Jurnal STT Gamaliel Vol 3, No 1 (2021): Jurnal Gamaliel Vol. 3 No. 1 Maret 2021
Publisher : STT Gamaliel

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38052/gamaliel.v3i1.61

Abstract

ABSTRAK - Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam era revolusi industri 4.0 turut menyeret kehidupan anak remaja ke dalam berbagai penyalahgunaan dan penyimpangan. Ada banyak kenakalan remaja yang terjadi di dalam masyarakat seperti pergaulan bebas, merokok, tawuran, minuman keras dan obat-obat terlarang, bahkan seks di luar nikah. Hal tersebut dapat disebabkan kurangnya peran orang tua dalam mewariskan nilai-nilai kerohanian kepada anak remaja. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan peran orang tua dalam mewariskan iman kepada anak remaja berdasarkan 2 Timotius 1:5. Penulis membatasi penelitian ini pada pembinaan rohani anak remaja. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka penulis menerapkan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi literatur. Dalam hal ini, penulis juga menganalisis teks 2 Timotius 1:5 melalui prinsip hermeneutik Perjanjian Baru untuk mendapatkan peran orang tua dalam mewariskan iman bagi pembinaan rohani anak remaja. Sebagai hasil dari penelitian ini, peran orang tua dalam mewariskan iman kepada anak remaja adalah sebagai pendidik (edukator), sebagai pembimbing (mentor), dan sebagai pendorong (motivator). Kata Kunci: Warisan Iman; Anak Remaja; Pembinaan Rohani; 2 Timotius 1:5 ABSTRACT – The advancement of science and technology in the industrial revolution era 4.0 also dragged the lives of teenagers into various abuses and deviations. There are many juvenile delinquencies that occur in society such as promiscuity, smoking, brawl, alcohol and drugs, and even sex outside of marriage. This can be due to the lack of the role of parents in passing on spiritual values to adolescents. Thus, the purpose of this study is to explain the role of parents in passing on faith to adolescents based on 2 Timothy 1: 5. The author limits this research to the spiritual formation of adolescents. To achieve these objectives, the authors apply descriptive qualitative research methods with a literature study approach. In this case, the author also analyzes the text of 2 Timothy 1:5 through the New Testament hermeneutic principles to get the role of parents in passing on faith for the spiritual formation of adolescents. As a result of this study, the role of parents in passing on faith to adolescents is as educators, as mentors, and as motivators. Keywords: Faith Heritage; Teenager; Spiritual Formation; 2 Timothy 1: 5
Alegorisasi Hagar Sebagai Gunung Sinai dan Yerusalem dalam Penafsiran Paulus: The Allegorization Hagar's as Mount Sinai and Jerusalem in Paul's Interpretation Yosua Sibarani
PASCA : Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen Vol 17 No 2 (2021): PASCA: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Baptis Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46494/psc.v17i2.144

Abstract

This article aims to explain the allegorization of Hagar and Mount Sinai in Paul's theology as written in Galatians 4:24-25 as a result of exegesis studies. To achieve this goal, the author uses a historical-grammatical approach. In addition, the author presents the interpretation debate by New Testament theologians about the text as consideration for deciding the interpretation following Paul's intent. In conclusion, Paul uses an allegorical interpretation of Galatians 4:24-25 by explaining that Hagar as Mount Sinai and Jerusalem is an allusion to the Old Testament and legalistic Judaism, not grace.
Tinjauan Etika Kristen tentang Praktek Penggelembungan Dana (Mark-up) Bagi Pebisnis Kristen Yosua Sibarani
CARAKA: Jurnal Teologi Biblika dan Praktika Vol. 2 No. 1 (2021): Mei 2021
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Injil Bhakti Caraka

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46348/car.v2i1.43

Abstract

AbstractIn the realities of everyday life, Christians often encounter various kinds of temptations to do things that are hated by God. Of the many temptations, dishonesty has become a struggle for all Christians, including Christian businessmen. This form of dishonesty is inflating funds or often known as mark-up. This paper discusses the practice of mark-up and how Christian businessmen react to it from a Christian ethical perspective. A Christian businessman should glorify God through his business activities by rejecting behavior that is contrary to Christian faith. As a follower of Christ, he must have a different attitude from society in general. The Bible as the word of God is the basis for studying the practice of inflating these funds so that Christian businessmen can apply it in their life in general and their business activities in particular. AbstrakDalam kenyataan hidup sehari-hari, tidak jarang orang Kristen berhadapan dengan berbagai macam godaan berbuat hal yang dibenci oleh Allah. Dari sekian banyak godaan, ketidakjujuran menjadi pergumulan semua kalangan Kristen, termasuk pebisnis Kristen. Bentuk ketidakjujuran tersebut adalah penggelembungan dana atau sering dikenal dengan istilah mark-up.  Tulisan ini membahas tentang praktek penggelembungan dana (mark-up) dan cara pebisnis Kristen menyikapinya berdasarkan perspektif etika Kristen. Seorang pebisnis Kristen seharusnya memuliakan Allah melalui aktivitas bisnis yang dilakukannya dengan menolak perilaku yang bertentangan dengan iman Kristen. Sebagai pengikut Kristus, ia harus memiliki sikap yang berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Alkitab sebagai firman Allah menjadi landasan untuk mengkaji praktek penggelembungan dana tersebut sehingga pebisnis Kristen dapat menerapkannya dalam hidupnya secara umum dan aktivitas bisnisnya secara khusus.
MAKNA "LETIH LESU DAN BERBEBAN BERAT" DALAM INJIL MATIUS 11:28 BERDASARKAN PRINSIP HERMENETIKA INJIL Yosua Sibarani
Voice of Wesley: Jurnal Ilmiah Musik dan Agama Vol 4, No 2 (2021): J.VoW Vol 4. No. 2 (2021)
Publisher : Sekolah Tinggi Teologia Wesley Methodist Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36972/jvow.v4i2.82

Abstract

AbstractA reader of the Bible should know that ancient copies of the Old and New Testaments sometimes use different or inexact wordings regarding certain texts. This fact shows that the Bible needs to be interpreted based on the principle of correct interpretation so that today's readers understand the meaning of the text that is being read. The text of the Gospel of Matthew 11:28 is one of the many biblical texts that Christians have misunderstood as a result of the preacher's error in presenting it. This study aims to describe the concept of "tired and heavy laden" in Matthew 11:28 based on the interpretive principle that places Matthew specifically as one of the Gospels in the New Testament canon using qualitative research methods. As a result of this research, the phrase “weary and laden with weight” refers to Jews who are exhausted from carrying out the demands of the law for salvation, not to people who experience problems or problems of daily life of a physical nature. AbstrakSeorang pembaca Alkitab perlu mengetahui bahwa salinan kuno dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru kadang-kadang menggunakan susunan kata yang berbeda atau tidak sama persis mengenai teks tertentu. Fakta tersebut menunjukkan bahwa Alkitab perlu ditafsirkan berdasarkan prinsip penafsiran yang benar agar pembaca masa kini memahami makna teks yang sedang dibaca. Teks Injil Matius 11:28 adalah salah satu dari sekian banyak teks Alkitab yang disalahpahami oleh orang Kristen sebagai akibat dari kekeliruan pengkhotbah menyampaikannya. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan konsep “letih lesu dan berbeban berat” dalam Matius 11:28 berdasarkan prinsip penafsiran yang menempatkan Matius secara khusus sebagai salah satu dari Injil dalam kanon Perjanjian Baru menggunakan metode penelitian kualitatif. Sebagai hasil dari penelitian ini, frase “letih lesu dan berbeban berat” merujuk kepada orang-orang Yahudi yang mengalami kelelahan karena melakukan tuntutan hukum Taurat untuk mendapatkan keselamatan, bukan orang-orang yang mengalami masalah atau persoalan hidup sehari-hari yang bersifat jasmani.