Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Kontruksi Perempuan dalam Media Baru: Analisis Semiotik Meme Ibu-Ibu Naik Motor di Media Sosial Yanti Dwi Astuti
PALASTREN Jurnal Studi Gender Vol 10, No 2 (2017): PALASTREN
Publisher : STAIN Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/palastren.v10i2.2679

Abstract

Tingginya pemanfaatan internet dan media sosial melahirkan fenomena munculnya kreativitas warganet menciptakan berbagai parody gambar (meme) untuk mengekspresikan perasaan, kondisi dan mengkritisi sebuah fenomena. Meme telah membuka jalan baru untuk mengkombinasikan berbagai unsur seperti kreatifitas, seni, pesan dan humor kedalam budaya internet. Salah satu fenomenanya mengenai meme ibu-ibu naik motor yang lebih menekankan unsur parody yang cenderung hyperrealitas, hiperbola dan repetisi/alterasi menunjukkan bahwa kasus ini menarik dan layak diteliti lebih lanjut karena media bukanlah sebuah saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya. Penelitian ini menggunakan metode analisis semiotik sebagai pisau analisis untuk membedah pesan/makna yang terkandung dalam 12 meme ibu-ibu naik motor yang hits dimedia sosial  dengan menggunakan model segi tiga makna Charles Saunders Pierce, yaitu: Sign (tanda), object (objek) dan interpretasi (interpretant). Hasil penelitian menyimpulkan ada hubungan yang erat antara tanda, obyek dan penafsir. Tanda (gambar) meme yang dibangun warganet menanggapi perilaku ibu-ibu naik motor di jalan umum. Obyek (makna) umumnya berisi cibiran, sindiran dan ketidaksukaan warganet terhadap Ibu-ibu naik motor dan dikemas dalam bentuk satire (humor). Sementara penafsir atau sikap (pemikiran) kreator meme dan para warganet tidak semuanya sama. Dimana warganet umumnya ada yang menerima dan ada yang tidak setuju dengan isi meme ini. Beberapa warganet melabeli ibu-ibu naik motor sebagai sosok yang pantas di antisipasi. 
Persepsi Remaja Muslim Yogyakarta Terhadap Peredaran Hoaks di Media Sosial Yanti Dwi Astuti; Mustofa Mustofa
KOMUNIKA: Jurnal Dakwah dan Komunikasi Vol 14 No 1 (2020)
Publisher : Fakultas Dakwah UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (442.786 KB) | DOI: 10.24090/komunika.v14i1.2865

Abstract

This research tries to reveal how Muslim teenagers' perceptions and interpretations of hoax news are often circulating in social media. The phenomenon of hoax spreads or false information gets a big moment when social media becomes very common on the internet. People become agents of hoax distribution because they believe in hoax content. Young teenagers are considered the most vulnerable affected by false or hoax news because the characteristics tend to be explorative, always curious, easily influenced, and tend to receive just the contents of the media. It may pose a latent danger and potentially divisive perceptions of society. This research uses Stimulus, Organism, and Response (SOR) theory through qualitative approaches. Data was collected through the FGD method, observation, in-depth interviews, and documentation by using purposive sampling. Meanwhile, to ensure the validity of the data, it is done with the triangulation of data and sources. The results revealed a relationship between understandings of the hoax with the rejection of hoax. It suggests that hoaxes as false news are designed to pose a threat to social life. The study concluded that people, especially Muslim youth, reexamine the truth of the information with "Tabayyun. It also increases digital literacy to be smart and critical in the media. Penelitian ini mencoba untuk mengungkap bagaimana persepsi dan interpretasi remaja muslim mengenai berita hoaks yang kerap beredar di media sosial Fenomena penyebaran hoaks atau berita bohong mendapat momen besar ketika media sosial menjadi sangat umum berkembang di zaman internet. Masyarakat menjadi agen penyebaran Hoaks karena percaya dengan konten hoaks. Kalangan remaja remaja dinilai paling rentan terpengaruh berita bohong atau hoaks karena karakteristiknya cenderung eksploratif, selalu ingin tahu, mudah terpengaruh dan cenderung menerima begitu saja isi media. Ini dapat menimbulkan bahaya laten dan beragam persepsi yang berpotensi memecah belah masyarakat. Penelitian ini akan menggunakan teori Stimulus, Organisme dan Respon (SOR) melalui pendekatan kualitatif. Pengumpulan data penelitian dilakukan melalui, metode FGD, Observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi dengan menggunakan teknik purposive sampling. Sementara itu, untuk menjamin validitas data, dilakukan dengan triangulasi data dan sumber. Hasil penelitian mengungkapkan terdapat hubungan antara pemahaman terhadap hoaks dengan penolakan terhadap hoaks. Hal ini menunjukkan bahwa hoaks sebagai berita bohong yang terdesain menjadi ancaman bagi kehidupan sosial. Penelitian menyimpulkan agar masyarakat khususnya remaja muslim memeriksa kembali kebenaran sebuah berita dengan “Tabayyun. Selain itu juga meningkatkan literasi digital agar dapat pintar dan kritis dalam bermedia.
EKSISTENSI PUBLIC SPHERE DALAM MEDIA MAINSTREAM: Studi pada Rubrik Citizen Journalism Tribun Yogyakarta Yanti Dwi Astuti
Jurnal Sosiologi Reflektif Vol 12, No 2 (2018)
Publisher : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/jsr.v12i2.1235

Abstract

Citizen Journalism phenomenon became a trend in the world of journalism and became a new public space for society. One of the mainstream media that is Tribun Jogja newspaper adopted the trend into its rubric called Citizen Journalism rubric. In practice, however, there is an enormous amount of preaching incompatible with the essential meaning of citizen journalism and the public space itself. Where it tends to be very flat and descriptive does not touch on the essence of the meaning of public space is the discussion process that prioritizes rational and critical debate and still apply the process of screening and editing by editors. This is in stark contrast to the spirit of the presence of citizen journalism that is free from any intervention, freely voicing opinions, interactivity, unlimited space, no competition between authors, and no strict detection of news content. Based on this assumption, this research will try to uncover how the existence of public space through Citizen Journalism rubric of Tribun Jogja in the period of one year since its presence which is from 2011 to 2012. Data obtained through in-depth interviews and documentation in the form of Citizen Journalism rubric in Tribun Jogja. Data analysis using three stages of discourse analysis on the news consisting of text analysis, social cognition, and social context. This study reinforces the fact that mainstream media is not a free and neutral channel, but a tool of dominant groups and also produces dominant ideologies. So put the rubric named citizen journalism into utopia. Recommendations for editors Citizen Journalism and Koran Tribun Jogja, should provide more news coverage space both in print and online editions, and submit the management of Citizen Journalism rubric to outsiders who have no direct ties with the media concerned, so that the dimension of independence can Achieved.Fenomena Citizen Journalism menjadi trend dalam dunia jurnalisme dan menjadi ruang publik baru bagi masyarakat. Salah satu media mainstream yaitu koran Tribun Jogja mengadopsi tren tersebut ke dalam rubriknya yang dinamakan rubrik Citizen journalism. Namun dalam prakteknya, terdapat banyak sekali kecenderungan pemberitaan yang tidak sesuai dengan makna hakiki dari citizen journalism dan ruang publik itu sendiri. Dimana cenderung sangat datar dan deskriptif tidak menyentuh pada esensi dari makna ruang publik yaitu pada proses diskusi yang megedepankan debat rasional dan kritis serta masih diberlakukannya proses penseleksian dan editing oleh redakturnya. Hal ini sangat kontras dengan semangat hadirnya citizen journalism yang bersifat bebas dari intervensi siapapun, menyuarakan pendapat secara leluasa, interaktifitas, tidak terbatasi oleh halaman (unlimited space), tidak ada persaingan antar penulis, dan tidak adanya penseleksian ketat terhadap konten beritanya. Berdasarkan asumsi tersebut penelitian ini akan mencoba membongkar dan menggambarkan bagaimana eksistensi ruang publik melalui rubrik Citizen Journalism Tribun Jogja dalam kurun waktu tiga tahun sejak kehadirannya yaitu mulai 2011 hingga 2012. Penelitian ini menguatkan fakta bahwa media mainstream bukanlah saluran yang bebas dan netral, melainkan sebuah alat dari kelompok dominan dan juga memproduksi ideologi dominan. Sehingga menempatkan rubrik yang bernama citizen journalism menjadi utopia. Rekomendasi bagi redaktur rubrik Citizen Journalism dan Koran Tribun Jogja, sebaiknya memberikan space pemberitaan rubrik ini lebih banyak lagi baik pada edisi cetak maupun online, dan menyerahkan pengelolaan rubrik Citizen Journalism pada pihak luar yang tidak memiliki ikatan langsung dengan media yang bersangkutan, sehingga dimensi independensi dapat tercapai. 
Your Finger, your Tiger: Netiquette Violations of the Microcelebrity Parody Content on Social Media Yanti Dwi Astuti; Mohammad Zamroni
MediaTor (Jurnal Komunikasi) Vol 15, No 2 (2022): (Accredited Sinta 2)
Publisher : Unisba Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/mediator.v15i2.10322

Abstract

Netiquette is still lacking among Indonesian netizens. One of the netiquette violations was carried out by micro-celebrities Tri Suaka and Zinidin Zidan, who virally recorded and distributed mocking parody videos of Andika Kangen Band. This research aims to uncover the phenomenon of the practice of violating netiquette by microcelebrities using the constructivism paradigm with qualitative content analysis methods in order to draw a conclusion from the meaning of a text in the video. The audience here plays two roles at once, namely consumers and producers. The theories used are of Digital Literacy, Social Media and Netiquette. The results of the study reveal that internet ethics violations occur due to the anonymous and confidential nature of digital media resulting in no recognition of identity, misinterpretation of digital rights related to unlimited freedom of expression, and excessive use of social media time by netizens. Research has also found that netizens more easily show attitudes and opinions that are usually hidden from others due to social and economic conditions that make them anxious and frustrated, consumption of and belief in hoaxes, low awareness of ethics and morality, and lack of understanding about sanctions for ethical violations related to digital media.
Revealing intercultural and interfaith communication in Manado which has a thousand churches as a city of tolerance Yanti Dwi Astuti; Mohammad Zamroni; Siantari Rihartono
Informasi Vol 52, No 2 (2022): Informasi
Publisher : Universitas Negeri Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21831/informasi.v52i2.52455

Abstract

Indonesia is prone to violence with religious motives that could threaten the integrity of the Republic of Indonesia. Various conflicts with cultural and religious motives not only cause loss of property, but also human life. This research tries to map the intercultural and religious communication model in the city of Manado by using the theory of intercultural communication and symbolic interaction. The research method used is descriptive qualitative with data collection techniques through FGD, in-depth interviews, observation and documentation. The results of the study found that the creation of harmony between religious communities is a sense of tolerance for the people of Manado City due to the existence of the Forum for Religious Harmony (FKUB), the Agency for Inter-Religious Cooperation (BKSAUA) and the Women's Forum for Inter-Religious Harmony (FWKAUA). The model of interaction and relations between Manado's religious communities is carried out equally, tolerantly and inclusively. In addition, there are forms of language symbols, religious symbols, budget support and strong Manado city government policies for religious forums and the young generation of various religions in the city of Manado as well as the active role of the mass media which helps maintain harmony between religious adherents is in Manado.