Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

MEWASPADAI KEKELIRUAN METODE INTERPRETASI DALAM MEMAHAMI HADIS NABI SAW Helmi Basri
AL-FIKRA Vol 15, No 2 (2016): Al-Fikra : Jurnal Ilmiah Keislaman
Publisher : Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/af.v15i2.4015

Abstract

RELEVANSI ANTARA HADITS DAN SAINS Kaedah dan aplikasinya Dalam Bingkai I`jaz Ilmi Helmi Basri
AL-FIKRA Vol 17, No 1 (2018): Al-Fikra : Jurnal Ilmiah Keislaman
Publisher : Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/af.v17i1.5336

Abstract

Analyzing a substance of hadits is the most crucial point in the way of interacts with hadits itself. We will be more understood about the content of hadits by using this way, not only written but also implicit. A part should be analyzed is a balance of what prophet Muhammad SAW say is with scientific fact nowadays. It make us admit that most of research now are related to hadits or sunnah Rasulullah SAW. Therefore, the relevance of hadits and science is called by I`Jaz Ilmi. I’jaz Ilmi in hadits can be seen in several parts, such as in health problem, medical science and other science. Say for example in health problem, there are many suggestions of our prophet that are related to medical science. Furthermore, analyzing hadits I`jazul Ilmi in part of I’jazul Hadist must be done by special people who have competence in this field, and based on the rules to give legitimation in that analyses. Using Hadist as a guidance is a must, because the first function of hadits is become a guidance in human life, without thinking about the relevance of hadits and science.
ANALISIS PENDAPAT WAHBAH AL-ZUHAILI (w. 1437 H) TENTANG NIKAH MISYAR PERSFEKTIF MAQASHID AL-SYARI’AH Ismanul Fajri; Helmi Basri; Arisman
Familia: Jurnal Hukum Keluarga Vol. 4 No. 1 (2023)
Publisher : Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24239/familia.v4i1.82

Abstract

Penelitian ini menganalisis Pendapat Wahbah Al-Zuhaili Tentang Nikah Misyar Persfektif Maqhasid Al-Syari’ah. Penelitian ini adalah penelitian library research dan teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis isi (content analysis) dan pendekatan analisis deduktif. Nikah misyar adalah bentuk pernikahan yang sekarang lagi membuming dibicarakan dimana kaum perempuan disini tidak menuntut hak-hak yang sepatutnya diperoleh dalam pernikahan seperti hak nafkah dan hak tempat tinggal, dan banyak ulama menetang kemudian tidak membolehkan nikah misyar, seperti Abdul Sattar al-Jubali, Abu Malik Kamal bin al-Sayyid, Nasir al-Din al-Bani, Ali Qurah Dagi dan Ibrahim Fadhil Karena melihat pendapat Wahbah Al-Zuhaili ini berbeda dengan pendapat ulama diatas, maka penulis tertarik mengangkat judul ini “Analisis Pendapat Wahbah Al-Zuhaili Tentang Nikah Misyar Persfektif Maqhasid Al-Syari’ah”. Dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa pertama, Wahbah al-Zuhaili dalam nikah misyar pandangan beliau dalam kitab, Mausu’ah al-Fiqh al-Islami wa al-Qadhaya Mu’ashirah, halaman 527 menjadikan perkawinan misyar menjadi hal yang dibolehkan, dikarenakan dalam perkawinan misyar ini terdapat salah satu maqaṣid nikah juga, yaitu maqṣad pelengkap nikah: terjaganya kehormatan pada seorang wanita yang menjadi seorang istri, walaupun dengan perkawinan misyar, dengan arti bahwa si istri di sini akan terjaga dari berbuat zina. Kedua, Dalam metode ijtihad istislahi yang disebutkan oleh Wahbah al-Zuhaili tentang bolehnya nikah misyar adalah kemaslahatan, mencakup untuk semua akad, termasuk akad nikah yang telah memenuhi syarat rukun seperti yang ditetapkan syara’ adalah sah. Ketiga, dari analisa penulis nikah misyar itu secara maqashid al-syari’ah berbeda, pada alasan yang pertama, dikatakan bahwa perkawinan misyar ini mengandung maqaṣid syariah, yaitu penjagaan kehormatan si perempuan. Dalam perkawinan, kehormatan masing-masing suami istri, tidak hanya istri saja, atau suami saja, namun kehormatan keduanya terjaga dengan perkawinan melalui penyaluran hubungan biologis antara keduanya. Maka perkawinan ini adalah perkawinan yang sah, walau tidak dianjurkan, karena maqaṣid syariah tidak tercapai secara sempurna pada pernikahan ini. Semisal: pendidikan/perawatan anak-anak, ketenangan keluarga tidak dapat tergapai. Maqaṣid syariah di sini tercapai karena kehormatan perempuan ataupun laki-laki dalam perkawinan ini tercapai. Istri terpenuhi kebutuhan naluri biologisnya, dan suami pun juga demikian adanya. Walaupun pada dasarnya, perkawinan tidak hanya terkonsentrasi pada hubungan seksual saja. Dan maqaṣid syariah di sini tercapai namun tidak sempurna. Kata kunci: Nikah, Misyar, Maqhasid al-Syari’ah.