Arihta Esther Tarigan
Universitas Tama Jagakarsa

Published : 7 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Itikad Baik Dalam Perjanjian Suatu Perspektif Hukum Dan Keadilan Endang Suprapti; Arihta Esther Tarigan
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 8, No 1 (2021)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v8i1.19377

Abstract

Contract or agreement is a first step in carrying out a fulfillment of needs and interests so humans are always in touch with each other in various places and times with various events.How good faith becomes the basis for parties to make an agreement. To answer this problem, research sources in the form of primary legal materials are needed, both in the form of laws and regulations, court decisions and secondary sources in the form of books, texts, legal dictionaries, legal journals. The research method in this paper uses primary and secondary legal materials, the law approach and conceptual approach. This type of research is normative and qualitative in nature.Keywords: Good faith, Agreement, Justice AbstrakKontrak atau perjanjian adalah suatu langkah awal dalam menyelenggarakan suatu pemenuhan kebutuhan dan kepentingan maka manusia selalu berhubungan satu sama lain di berbagai tempat dan waktu dengan berbagai macam peristiwa. Bagaimana itikad baik menjadi dasar bagi pihak  dalam membuat suatu perjanjian. Untuk menjawab permasalahan ini diperlukan sumber penelitian berupa bahan hukum primer, baik berupa peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan sumber sekunder berupa buku-buku, teks, kamus-kamus hukum, jurnal hukum. Metode penelitian dalam penulisan ini menggunakan bahan hukum primer dan sekunder, pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual. Jenis Penelitian ini adalah Normatif dan bersifat kualitatif.Kata Kunci: Itikad Baik, Perjanjian, Keadilan
Perlindungan Hukum Terhadap Pemakaian Nama Orang Terkenal Menurut UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merk dan Indikasi Geografis Eni Jaya; Endang Suprapti; Arihta Esther Tarigan; Jum Anggriani
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 9, No 1 (2022)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v9i1.24660

Abstract

Case of trademark disputes using famous people’s names often occurs at this time. The purpose of this research is to examine the legal protection of “famous person’s name” on use mark in terms Law Number 20 of 2016 (UUIG) and to analyze judicial views regarding the use of the famous name as a mark. The method used in this research is juridical normative. The result showed that UUIG does not explicitly state “famous person’s name” however if a famous person’s name is linked to a famous mark in explanation of article 21 Section (1) point b of UUIG, then can formulate: first, general public knowledge of a famous person, the second reputation earned because of the popularity of achievement; third, evidence of fame through various mass media and online coverage. Fourth,  Commercial Court can order an independent institution to conduct a survey regarding a person’s name fame. The result of this research is implementing regulations of UUIG should provide clarity and legal protection regarding “famous person’s name” to be used as benchmarks for whether is accepted or rejected during the substantive examination.Keywords: Mark; Dispute; Famous Name AbstrakSengketa merek menggunakan nama orang terkenal sering terjadi pada saat sekarang ini,  Tujuan penelitian ini adalah mengkaji perlindungan hukum atas “nama orang terkenal  pada penggunaan mereka ditinjau dari UU No.20 Tahun 2016 (UUIG).  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Penelitian menunjukkan bahwa UUIG tidak menyatakan secara eksplisit  “ nama orang terkenal” namun jika nama orang terkenal dikaitkan dengan merek terkenal ada penjelasan pasal 21 ayat (1) huruf b UUIG, maka dapat di rumuskan;: pertama, kurangnya  pengetahuan umum masyarakat luas terhadap orang terkenal; kedua, reputasi yang diperoleh  karena popularitas atau prestasi; ketiga, bukti keterkenalan melalui pemberitaan berbagai media massa dan online dan yang terakhir , pengadilan  niaga  dapat memerintahkan lembaga mandiri  untuk melakukan survei  mengenai keterkenalan nama orang tersebut.  Hasil dari penelitian ini adalah hendaknya peraturan pelaksanaan UUIG memberikan kejelasan dan perlindungan hukum mengenai nama orang terkenal untuk menjadi tolok ukur merek tersebut diterima atau ditolak saat pemeriksaan.Kata Kunci: Merek; Sengketa; Nama Terkenal
Urutan Kreditur yang Didahulukan dalam Pelunasan Piutang pada Perkara Kepailitan Arihta Esther Tarigan; Syafrida Syafrida
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 8, No 2 (2021)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v8i2.20363

Abstract

Bankruptcy is preceded by an agreement between the creditor and the debtor. The condition for the debtor to be declared as a bankrupt has at least two or more creditors and when the payment is due, neither of them can pay off the debt. Creditors in bankruptcy are distinguished by separatist creditors, namely creditors secured by Pawning, Mortgage, Mortgage, Fiduciary and other material rights, Preferred Creditors, namely creditors who have special privileges in settling receivables such as unpaid worker rights wages, bankruptcy fees and fees. transportation and others and unsecured concurrent creditors. The Problem. Which order of creditors takes precedence in settling creditors' accounts. The purpose of writing is to determine the order of creditors that takes precedence in settlement of accounts receivable. The research method used is library research, the type of normative research using secondary data (primary legal materials in the form of statutory regulations include the Civil Code, Law Number 37 of 2004, secondary legal materials in the form of books related to treaty law, property law and law. bankruptcy and tertiary legal materials in the form of legal dictionaries and Indonesian dictionaries, the research approach used is a statutory approach and a conceptual approach. the creditors who are not guaranteed (concurrent creditors) receive the last order in settlement of the accounts receivable.Keywords: Creditor Order, priority accounts receivable, bankruptcy AbstrakKepailitan didahului perjanjian utang piutang kreditur dengan debitur. Syarat debitur dinyatakan paiit minimal punya dua orang atau lebih kreditur dan pada saat jatuh tempo pembayaran satupun tidak dapat melunasi utangnnya. kreditur dalam kepailitan dibedakan kreditur sparatis yaitu kreditur dijamin dengan Gadai, Hak Tanggungan, Hipotik, Fidusia dan hak kebendaan lainnya, Kreditur Preferen yaitu kreditut yang mempunyai hak istimewa didahulukan dalam pelunasan piutang seperti, upah hak pekerja yang belum dibayar, biaya pengurusan boedel pailit dan biaya transportasi dan lainnnya dan Kreditur konkuren yang tidak dijamin. Permasalahan Urutan kreditur manakah yang didahulukan dalam pelunasan piutang kreditur Tujuan penulisan untuk mengetahui urutan kreditur yang didahulukan dalam pelunasan piutang. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan, jenis penelitian normatif dengan mengunakan data sekunder(bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan antara lain berupa KUHPerdata, Undang Nomor 37 tahun 2004, bahan hukum sekunder berupa buku-buku berkaitan hukum perjanjian, hukum benda dan hukum kepailitan dan bahan hukum tertier berupa kamus hukum dan kamus Bahasa Indonesia, Pendekatan penelitian yang digunakan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual.  Gagasan, dalam perjanjian utang piutang jadilah kreditur separtis yang dijamin dengan hak kebendaan, jika debitur cidera janji atau pailit kreditur separatis didahulukan dalam pelunasan piutangnya disamping kreditur hak istimewa (privilege). Sedangkan kreditur yang tidak dijamin (kreditur konkuren) mendapat urutan terakhir dalam pelunasan piutang.Kata Kunci: Uratan Kreditur, piutang yang didahulukan, kepailitan
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA MEMPRODUKSI OBAT SIRUP CAIR MENIMBULKAN GAGAL GINJAL AKUT PADA ANAK Arihta Esther Tarigan; Ralang Hartati; Syafrida Syafrida; Erna Amalia
Jurnal Surya Kencana Dua : Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol 9, No 2 (2022): Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum & Keadilan
Publisher : Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/SKD.v9i2.y2022.26204

Abstract

Kegiatan usaha yang dijalankan pelaku usaha dalam menghasilan suatu produk dapat berupa barang dan/atau jasa yang dapat memberikan rasa aman, nyaman, keselamatan serta tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan konsumen. Produk yang diproduksi, diperdagangkan pelaku usaha harus memenuhi standar mutu, informasi benar, jujur dan jelas terhadap produk diproduksi, diperdagangkan setelah melalui uji dan pemeriksaan oleh BPOM. Namun kenyataan masih banyak ditemukan dimasyarakat peredaran produk belum sesuai standar mutu dan membahayakan kesehatan konsumen. Kasus dewasa ini tentang obat sirup anak yang menimbulkan gagal ginjal akut pada anak yang mematikan merupakan salah satu bentuk produk obat tidak memenuhi standar mutu obat membahayakan kesehatan konsumen. Permasalahan,  bagaimana tanggung jawab pelaku usaha memproduksi obat sirup menimbulkan gagal ginjal akut pada anak. Kesimpulan,  pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha memproduksi obat obat sirup anak mengunakan bahan campuran obat berbahaya, penggunaan melebihi ambang batas.  Tanggung jawab secara perdata, memberi ganti kerugian dan santunan kepada keluarga korban. Tanggung jawab secara pidana, bahwa pelaku telah melakukan penipuan mengunakan obat berbahaya yang tidak boleh digunakan sebagai campuran obat dan tidak mengiinformasikan dengan benar, jelas, jujur  komposisi yang tertera pada label.
Perlindungan Hukum Terhadap Sengketa Hak Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 2 tahun 2004 Tentang PPHI Endang Suprapti; Arihta Esther Tarigan; Eni Jaya; Jum Anggriani
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 10, No 1 (2023)
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v10i1.28497

Abstract

Labor disputes, like other disputes in legal phenomena, are something that cannot possibly happen. Since the promulgation of the Law on the Settlement of Industrial Relations Disputes, a special court has been established called the Industrial Relations Court. The method used in this research is descriptive qualitative and juridical-normative in nature. The results of the study state that the legal protection regulated in the handling of disputes that occur in industrial relations interactions is used to guarantee workers' basic rights and guarantee equality and treatment without discrimination. It aims to realize the welfare of workers and their families while still paying attention to developments in the progress of the business world and the interests of employers.Keywords: Protection, Labor, Disputes AbstrakSengketa perburuhan sebagaimana sengketa yang lain dalam fenomena hukum  merupakan suatu hal yang tidak mungkin nihil terjadi. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial telah dibentuk pengadilan khusus yang dinamakan Pengadilan Hubungan Industrial.  Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan bersifat yuridis normatif. Hasil penelitian menyatakan bahwa perlindungan hukum yang diatur dalam penanganan perselisihan yang terjadi dalam interaksi hubungan industrial digunakan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja dan  menjamin kesamaan serta perlakuan tanpa diskriminasi. Hal itu bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha dan kepentingan pengusaha.Kata Kunci: Perlindungan, Buruh, Sengketa.
TINJAUAN PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN PEKERJAAN INTERIOR Eni Jaya; Endang Suprapti; Jum Anggriani; Arihta Esther Tarigan
SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i Vol 10, No 5 (2023): Article-in-Press
Publisher : Faculty of Sharia and Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/sjsbs.v10i5.34969

Abstract

Pekerjaan interior merupakan pekerjaan yang dilakukan setelah pekerjaan konstruksi selesai dan diserahterimakan ke pemilik proyek. Penyerahan gedung disini adalah penyerahan dimana bangunan tersebut belum terpasang interiornya, sehingga pekerjaan interior disini termasuk didalamnya pembersihan, pembongkaran dan merapikan kembali tempat yang akan diperbaiki. Sebagaimana halnya pekerjaan konstruksi, pekerjaan interior ini dilakukan secara borongan, dapat berupa meliputi pemasangan instalasi listrik, pemasangan lantai, pemasangan dinding partisi, pemasangan waterproofing, dan lain-lain. Diterima pekerjaan interior tersebut menimbulkan kesepakatan diantara pemberi pekerjaan dan penerima pekerjaan dalam suatu perjanjian pemborongan pekerjaan karenanya perjanjian pemborongan pekerjaan merupakan perjanjian yang bersifat konsensuil, artinya perjanjian kontrak itu lahir atau ada sejak adanya  kata sepakat antara kedua belah pihak, dan mengikat kedua belah pihak artinya para pihak tersebut tidak dapat membatalkan perjanjian pemborongan tanpa persetujuan pihak lainnya, jika perjanjian pemborongan dibatalkan atau diputuskan secara sepihak, maka pihak lainnya dapat menggugatnya. Hal ini dikarenakan perjanjian pemborongan merupakan perjanjian bertimbal balik, artinya dengan lahirnya perjanjian maka lahir pula hak dan kewajiban para pihak, dimana pihak yang satu, (si pemborong), mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain.
Tanggung Jawab Pelaku Usaha Memproduksi Obat Sirup Cair Menimbulkan Gagal Ginjal Akut Pada Anak Arihta Esther Tarigan; Ralang Hartati; Syafrida Syafrida; Erna Amalia
Jurnal Surya Kencana Dua : Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan Vol. 9 No. 2 (2022): Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum & Keadilan
Publisher : Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/SKD.v9i2.y2022.26204

Abstract

Kegiatan usaha yang dijalankan pelaku usaha dalam menghasilan suatu produk dapat berupa barang dan/atau jasa yang dapat memberikan rasa aman, nyaman, keselamatan serta tidak menimbulkan bahaya bagi kesehatan konsumen. Produk yang diproduksi, diperdagangkan pelaku usaha harus memenuhi standar mutu, informasi benar, jujur dan jelas terhadap produk diproduksi, diperdagangkan setelah melalui uji dan pemeriksaan oleh BPOM. Namun kenyataan masih banyak ditemukan dimasyarakat peredaran produk belum sesuai standar mutu dan membahayakan kesehatan konsumen. Kasus dewasa ini tentang obat sirup anak yang menimbulkan gagal ginjal akut pada anak yang mematikan merupakan salah satu bentuk produk obat tidak memenuhi standar mutu obat membahayakan kesehatan konsumen. Permasalahan,  bagaimana tanggung jawab pelaku usaha memproduksi obat sirup menimbulkan gagal ginjal akut pada anak. Kesimpulan,  pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha memproduksi obat obat sirup anak mengunakan bahan campuran obat berbahaya, penggunaan melebihi ambang batas.  Tanggung jawab secara perdata, memberi ganti kerugian dan santunan kepada keluarga korban. Tanggung jawab secara pidana, bahwa pelaku telah melakukan penipuan mengunakan obat berbahaya yang tidak boleh digunakan sebagai campuran obat dan tidak mengiinformasikan dengan benar, jelas, jujur  komposisi yang tertera pada label.