Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

ṬULŪ’ AL-HILĀL Rekonstruksi Konsep Dasar Hilāl Nur Aris
Al-Ahkam Volume 24, Nomor 2, Oktober 2014
Publisher : Faculty of Sharia and Law, Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (416.429 KB) | DOI: 10.21580/ahkam.2014.24.2.149

Abstract

This paper intends to review the basic concepts of crescent issue as the most fundamental concepts of the Hijri calendar systems. The crescent basic concept of ṭulū‘ al-hilāl, based on these principles: first, put the crescent as a matter of objective existence does not depend on the subject or observer, but the object itself. Second, the lower moon extremity as a conceptual reference for basic concepts. Third, the beginning of the lunar calender is based on crescent moon rising. This paper also tries to determine the cause of the beginning of lunar calender with the normative traditions of the prophet to analyze the visual sighting of the crescent and istikmāl from the philosophy of Islamic Law’s point of view. Normative cause of fasting Ramadan is not obligatory visual sighting of the crescent of Ramadan, but the rising of the crescent (ṭulū‘ al-hilāl). Visual sighting of the crescent and istikmāl and also Astronomy is a way to find out and make sure that the cause has occurred and they are not the cause by itself
DIGITAL LIBRARY: MENGENAL AL-MAKTABAH AL-SYAMILAH Nur Aris
LIBRARIA Vol 3, No 2 (2015): LIBRARIA
Publisher : UPT. Perpustakaan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/libraria.v3i2.1589

Abstract

Artikel ini membahas konsep dasar digital library dengan mengambil software al-Maktabah al-Syamilah sebagai sampel. Pembahasan ini dilatarbelakangi oleh perkembangan perpustakaan di era kemajuan teknologi informasi yang salah satunya adalah ditandai dengan era digitalisasi berbagai informasi. Namun fakta di lapangan, masih terdapat banyak perustakaan yang manual, atau ada juga perpustakaan yang mengaku digital tetapi masih berasa manual. Hal ini di antaranya disebabkan oleh ketidakakuratan dalam konseptualisasinya, misalnya konsep digital library identik dengan software perpustakaan seperti OPAC dan lain sebagainya. Dari persoalan ini tampaknya perlu sekali untuk membahas secara mendasar ciri-ciri digital library dengan memfokuskan kajian pada suatu software digital library yang sudah teruji, yaitu al-Maktabah al-Syamilah. Dari pembahasan ini dapat ditemukan bahwa digital library adalah perpustakaan yang koleksinya tidak lagi berbentuk cetak tetapi digital. Digitalisasi koleksi perpustakaan akan berdampak pada pencarian informasi yang sangat mudah dan pengelolaannya pun sangat murah, fleksibel dan praktis.
Dinamika Kriteria Penentuan Awal Bulan Qamariah Dalam Penanggalan Umm Al-Qura' Saudi Arabia Nur Aris
Al-Ahkam Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum Vol. 1 No. 1 (2016): Al-Ahkam: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum
Publisher : IAIN Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22515/alahkam.v1i1.97

Abstract

Paper ini adalah archival research dengan content analysis sebagai metodenya yang bertujuan untuk menjelaskan dinamika yang terjadi pada kriteria penentuan awal bulan qamariah penanggalan Umm al-Qura Saudi Arabia. Berdasarkan data-data baik yang berupa dokumen atau tulisan anggota komisi supervisor penanggalan Umm al-Qura' dan korespondensi yang dilakukan dengan informan kunci, ditemukan bahwa: Pertama, dinamika kriteria penentuan awal bulan qamariah dalam penanggalan Umm al-Qura' merupakan produk dialog antar tiga kepentingan, yaitu: 1) kepentingan modernisasi birokrasi pemerintahan yang diwakili oleh kerajaan, 2) kepentingan syariat yang diwakili oleh ulama yang berbasis rukyat murni, dan 3) kepentingan ilmiah-astronomis yang diwakili oleh ilmuan di KACST. Dialog antar tiga kepentingan tersebut tidak terjadi sebelum 1393 H karena penanggalan Umm al-Qura' sebelum tahun tersebut merupakan penanggalan bulanan dengan kriteria rukyat. Pasca oil booming dan modernisasi birokrasi pemerintahan, penanggalan berbasis rukyat tidak lagi memadahi. Pemerintah Saudi Arabia membutuhkan sistem organisasi waktu jangka panjang berbasis tahunan. Persoalan ini membawa penanggalan Umm al-Qura' harus merubah kriterianya dari rukyat kepada kriteria hisab astronomis. Dialog antar tiga kepentingan di atas mulai muncul pada 1393 H, ketika Fad}l Ahmad diminta oleh pemerintah Saudi Arabia mengkompilasi penanggalan Umm al-Qura' untuk beberapa tahun ke depan. Fadl Ahmad sebagai seorang astronom menawarkan konjungsi sebelum pukul 00:00 GMT berbasis Universal Time (UT). Pada saat itu, kriteria tawaran Fadl Ahmad bisa diterima oleh para ulama, namun hanya sementara, karena pada tahun 1422 H kriteria penanggalan Umm al-Qura' diganti dengan Moonset after Sunset di Mekah. Ulama menolak dengan tegas penggunaan waktu UT (00:00 GMT) yang mereka anggap sebagai sistem waktu orang kafir, mereka menginginkan waktu Islam, maka waktu Mekah (zona +3) dijadikan sebagai referensinya. Kriteria konjungsi juga diganti karena seringkali hilal baru terlihat satu atau dua hari setelah tanggal yang ditentukan pada penanggalan Umm al-Qura'. Ketidaksinkronan antara penanggalan Umm al-Qura' pada periode kedua ini dengan praktek rukyat di Saudi juga menjadi dasar perubahan tersebut. Pada tahun 1423 H, kriteria penanggalan Umm al-Qura' mengalami perubahan lagi. Konjungsi yang pada periode ketiga (1420 H-1422H) dihilangkan, digunakan lagi. Kriteria penanggalan Umm al-Qura' pada periode ini terdiri dari dua parameter astronomis yaitu konjungsi sebelum Magrib dan Moonset after Sunset di Mekah. Kriteria ini sering disebut dengan wilādah al-hilal syariyyan. Kedua, astronom dalam keanggotaan komisioner memegang peran penting dalam rumusan kriteria penentuan awal bulan dalam penanggalan Umm al-Qura' dalam setiap periode perkembangannya.
Dinamika Kriteria Penentuan Awal Bulan Qamariah Dalam Penanggalan Umm Al-Qura' Saudi Arabia Nur Aris
Al-Ahkam: Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum Vol. 1 No. 1 (2016): Al-Ahkam: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum
Publisher : Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22515/alahkam.v1i1.97

Abstract

Paper ini adalah archival research dengan content analysis sebagai metodenya yang bertujuan untuk menjelaskan dinamika yang terjadi pada kriteria penentuan awal bulan qamariah penanggalan Umm al-Qura Saudi Arabia. Berdasarkan data-data baik yang berupa dokumen atau tulisan anggota komisi supervisor penanggalan Umm al-Qura' dan korespondensi yang dilakukan dengan informan kunci, ditemukan bahwa: Pertama, dinamika kriteria penentuan awal bulan qamariah dalam penanggalan Umm al-Qura' merupakan produk dialog antar tiga kepentingan, yaitu: 1) kepentingan modernisasi birokrasi pemerintahan yang diwakili oleh kerajaan, 2) kepentingan syariat yang diwakili oleh ulama yang berbasis rukyat murni, dan 3) kepentingan ilmiah-astronomis yang diwakili oleh ilmuan di KACST. Dialog antar tiga kepentingan tersebut tidak terjadi sebelum 1393 H karena penanggalan Umm al-Qura' sebelum tahun tersebut merupakan penanggalan bulanan dengan kriteria rukyat. Pasca oil booming dan modernisasi birokrasi pemerintahan, penanggalan berbasis rukyat tidak lagi memadahi. Pemerintah Saudi Arabia membutuhkan sistem organisasi waktu jangka panjang berbasis tahunan. Persoalan ini membawa penanggalan Umm al-Qura' harus merubah kriterianya dari rukyat kepada kriteria hisab astronomis. Dialog antar tiga kepentingan di atas mulai muncul pada 1393 H, ketika Fad}l Ahmad diminta oleh pemerintah Saudi Arabia mengkompilasi penanggalan Umm al-Qura' untuk beberapa tahun ke depan. Fadl Ahmad sebagai seorang astronom menawarkan konjungsi sebelum pukul 00:00 GMT berbasis Universal Time (UT). Pada saat itu, kriteria tawaran Fadl Ahmad bisa diterima oleh para ulama, namun hanya sementara, karena pada tahun 1422 H kriteria penanggalan Umm al-Qura' diganti dengan Moonset after Sunset di Mekah. Ulama menolak dengan tegas penggunaan waktu UT (00:00 GMT) yang mereka anggap sebagai sistem waktu orang kafir, mereka menginginkan waktu Islam, maka waktu Mekah (zona +3) dijadikan sebagai referensinya. Kriteria konjungsi juga diganti karena seringkali hilal baru terlihat satu atau dua hari setelah tanggal yang ditentukan pada penanggalan Umm al-Qura'. Ketidaksinkronan antara penanggalan Umm al-Qura' pada periode kedua ini dengan praktek rukyat di Saudi juga menjadi dasar perubahan tersebut. Pada tahun 1423 H, kriteria penanggalan Umm al-Qura' mengalami perubahan lagi. Konjungsi yang pada periode ketiga (1420 H-1422H) dihilangkan, digunakan lagi. Kriteria penanggalan Umm al-Qura' pada periode ini terdiri dari dua parameter astronomis yaitu konjungsi sebelum Magrib dan Moonset after Sunset di Mekah. Kriteria ini sering disebut dengan wilādah al-hilal syariyyan. Kedua, astronom dalam keanggotaan komisioner memegang peran penting dalam rumusan kriteria penentuan awal bulan dalam penanggalan Umm al-Qura' dalam setiap periode perkembangannya.