Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search
Journal : Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies

Questioning Liberal Islam in Indonesia: Response and Critique to Jaringan Islam Liberal Wahib, Ahmad Bunyan
Al-Jamiah: Journal of Islamic Studies Vol 44, No 1 (2006)
Publisher : Al-Jamiah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.2006.441.23-51

Abstract

Tulisan ini membahas tentang respons terhadap pemikiran yang dilontarkan oleh para pendukung Jaringan Islam Liberal (JIL), sebuah jaringan yang beranggotakan anak-anak muda yang menyebarkan gagasan-gagasan pemikiran liberal. JIL telah menjadi salah satu ikon pemikiran Islam liberal di Indonesia. Banyak di antara gagasan-gagasan pemikiran yang diusung oleh para anggotanya menjadi gagasan yang kontroversial. Sebuah artikel berjudul “Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam” yang ditulis oleh Ulil Abshar-Abdalla dan dimuat dalam harian Kompas menjadi salah satu artikel yang paling kontroversial. Berbagai respons dan kritik telah dilontarkan terhadap artikel tersebut, baik respons metodologis kritis ataupun apologetis, respons yang bersifat teoretis normatif maupun praktis. Bahkan fatwa mati telah dikeluarkan oleh sekelompok orang bagi penulis artikel tersebut. Dalam banyak hal, respons dan kritik tersebut bukanlah hal baru dalam sejarah perjalanan Islam di Indonesia. Berbagai kritik serupa juga telah dilontarkan oleh berbagai kalangan terhadap Nurcholish Madjid di era 1970-an ketika melontarkan gagasan yang sangat kontroversial, yaitu gagasan tentang pembaharuan pemikiran Islam. Hanya fatwa mati saja yang tidak pernah keluar bagi Nurcholish Madjid.
Save Indonesia By and From Sharī-a: A Debate on the Implementation of Sharī-a Wahib, Ahmad Bunyan
Al-Jamiah: Journal of Islamic Studies Vol 42, No 2 (2004)
Publisher : Al-Jamiah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.2004.422.319-34I

Abstract

Perdebatan tentang penerapan syariat Islam di Indonesia memiliki sejarah cukup panjang, Bermula dengan ‘Piagam Djakarta" yang memuat tujuh kata "dengan kewadjiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknja", pasca kemerdekaan. Pada Orde Lama (Soekarno) dan Orde Baru (Soeharto) perdebatan penerapan syariat Islam tertutup, terutama setelah keluanya Dekrit Presiden 1959 serta kebijakan negara (Orde Baru) untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas bernegara. Di kalangan muslim sendiri penerapan syariat Islam di perdebatkan. Sebagian mendukung dan sebagian menolak. Dukungan terhadapnya disuarakan oleh Islam garis keras, sedangkan Islam liberal menolaknya.
Being Pious Among Indonesian Salafists Wahib, Ahmad Bunyan
Al-Jamiah: Journal of Islamic Studies Vol 55, No 1 (2017)
Publisher : Al-Jamiah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.2017.551.1-26

Abstract

This essay is a brief explanation on the development of the process of Islamic Puritanism among Salafis in Indonesia. The article argues that the Salafis in Indonesia are in the process of puritanization and Arabization. Being pious, to them, means that one has to become an Arab and a Puritan Muslim. This puritanization of Islam is shown by purifying Islamic doctrines from any deviation. That is, religious concepts and practices should be based on the Qur’an and the Sunna only. Likewise, Salafis present themselves as like Arabs as their men let their beard grows, wear turban and trousers above their ankles, while their women wear enveloping veil (niqab). The research also found out that the using of Arabic words, like abi (father), umi (mother), ‘ami (uncle), ‘ama (aunt), akhi and ukhti for friend, are widely popular. Changing name from Javanese to Arabic is another form of Arabization. The acts of piety among Indonesian purist Salafis show that Salafi challenges both secular and traditional worlds which aim to create a stronger bonding every the followers among them, but, at the same time, distance them from other groups.[Tulisan ini menjelaskan tentang perkembangan proses puritanisasi diantara kaum Salafi di indonesia. Tulisan ini memberikan argumen bahwa anggota gerakan Salafi sebenarnya mengalami puritanisasi dan arabisasi. Mereka beranggapan bahwa menjadi orang baik dan saleh berarti menjadi seperti orang Arab dan muslim yang puritan dengan jalan memurnikan doktrin agama dari penyimpangan-penyimpangan. Cara yang diambil adalah dengan kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah. Misalnya bagi laki-laki salaf adalah menumbuhkan jenggot, menggunakan surban dan memakai celana yang panjangnya di atas mata kaki. Sedangkan bagi perempuan harus menggunakan jilbab. Selain itu penelitian ini juga menemukan populernya penggunaan nama panggilan yang berasal dari bahasa Arab, seperti abi, umi, ami dan ama diantara mereka sendiri. Ada juga kecenderungan pergantian nama Jawa menjadi nama Arab. Kesalehan mereka sebenarnya ditujukan untuk merespon tradisionalitas dan modernitas, akan tetapi disaat yuang sama mereka justru membuat jarak dengan kelompok yang lain.]
Save Indonesia By and From Sharī-a: A Debate on the Implementation of Sharī-a Ahmad Bunyan Wahib
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies Vol 42, No 2 (2004)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.2004.422.319-34I

Abstract

Perdebatan tentang penerapan syariat Islam di Indonesia memiliki sejarah cukup panjang, Bermula dengan ‘Piagam Djakarta" yang memuat tujuh kata "dengan kewadjiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknja", pasca kemerdekaan. Pada Orde Lama (Soekarno) dan Orde Baru (Soeharto) perdebatan penerapan syari'at Islam tertutup, terutama setelah keluanya Dekrit Presiden 1959 serta kebijakan negara (Orde Baru) untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya asas bernegara. Di kalangan muslim sendiri penerapan syari'at Islam di perdebatkan. Sebagian mendukung dan sebagian menolak. Dukungan terhadapnya disuarakan oleh Islam garis keras, sedangkan Islam liberal menolaknya.
Questioning Liberal Islam in Indonesia: Response and Critique to Jaringan Islam Liberal Ahmad Bunyan Wahib
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies Vol 44, No 1 (2006)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.2006.441.23-51

Abstract

Tulisan ini membahas tentang respons terhadap pemikiran yang dilontarkan oleh para pendukung Jaringan Islam Liberal (JIL), sebuah jaringan yang beranggotakan anak-anak muda yang menyebarkan gagasan-gagasan pemikiran liberal. JIL telah menjadi salah satu ikon pemikiran Islam liberal di Indonesia. Banyak di antara gagasan-gagasan pemikiran yang diusung oleh para anggotanya menjadi gagasan yang kontroversial. Sebuah artikel berjudul “Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam” yang ditulis oleh Ulil Abshar-Abdalla dan dimuat dalam harian Kompas menjadi salah satu artikel yang paling kontroversial. Berbagai respons dan kritik telah dilontarkan terhadap artikel tersebut, baik respons metodologis kritis ataupun apologetis, respons yang bersifat teoretis normatif maupun praktis. Bahkan fatwa mati telah dikeluarkan oleh sekelompok orang bagi penulis artikel tersebut. Dalam banyak hal, respons dan kritik tersebut bukanlah hal baru dalam sejarah perjalanan Islam di Indonesia. Berbagai kritik serupa juga telah dilontarkan oleh berbagai kalangan terhadap Nurcholish Madjid di era 1970-an ketika melontarkan gagasan yang sangat kontroversial, yaitu gagasan tentang pembaharuan pemikiran Islam. Hanya fatwa mati saja yang tidak pernah keluar bagi Nurcholish Madjid.
Being Pious Among Indonesian Salafists Ahmad Bunyan Wahib
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies Vol 55, No 1 (2017)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.2017.551.1-26

Abstract

This essay is a brief explanation on the development of the process of Islamic Puritanism among Salafis in Indonesia. The article argues that the Salafis in Indonesia are in the process of puritanization and Arabization. Being pious, to them, means that one has to become an Arab and a Puritan Muslim. This puritanization of Islam is shown by purifying Islamic doctrines from any deviation. That is, religious concepts and practices should be based on the Qur’an and the Sunna only. Likewise, Salafis present themselves as like Arabs as their men let their beard grows, wear turban and trousers above their ankles, while their women wear enveloping veil (niqab). The research also found out that the using of Arabic words, like abi (father), umi (mother), ‘ami (uncle), ‘ama (aunt), akhi and ukhti for friend, are widely popular. Changing name from Javanese to Arabic is another form of Arabization. The acts of piety among Indonesian purist Salafis show that Salafi challenges both secular and traditional worlds which aim to create a stronger bonding every the followers among them, but, at the same time, distance them from other groups.[Tulisan ini menjelaskan tentang perkembangan proses puritanisasi diantara kaum Salafi di indonesia. Tulisan ini memberikan argumen bahwa anggota gerakan Salafi sebenarnya mengalami puritanisasi dan arabisasi. Mereka beranggapan bahwa menjadi orang baik dan saleh berarti menjadi seperti orang Arab dan muslim yang puritan dengan jalan memurnikan doktrin agama dari penyimpangan-penyimpangan. Cara yang diambil adalah dengan kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah. Misalnya bagi laki-laki salaf adalah menumbuhkan jenggot, menggunakan surban dan memakai celana yang panjangnya di atas mata kaki. Sedangkan bagi perempuan harus menggunakan jilbab. Selain itu penelitian ini juga menemukan populernya penggunaan nama panggilan yang berasal dari bahasa Arab, seperti abi, umi, ami dan ama diantara mereka sendiri. Ada juga kecenderungan pergantian nama Jawa menjadi nama Arab. Kesalehan mereka sebenarnya ditujukan untuk merespon tradisionalitas dan modernitas, akan tetapi disaat yuang sama mereka justru membuat jarak dengan kelompok yang lain.]