Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Pengaruh Penambahan Natrium Metabisulfit dan Suhu Pemasakan dengan Menggunakan Teknologi Vakum terhadap Kualitas Gula Merah Tebu Dewi Maya Maharani; Rini Yulianingsih; Shinta Rosalia Dewi; Yusron Sugiarto; Dina Wahyu Indriani
agriTECH Vol 34, No 4 (2014)
Publisher : Faculty of Agricultural Technology, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (296.259 KB) | DOI: 10.22146/agritech.9430

Abstract

Brown sugar as sucrose is derived from evaporated sugar cane molasses. Evaporation is the foodstuffs’ process which is commonly used during the manufacture of sugar cane. This process evaporates the sugar cane molasses to produce concentrate. This research was aimed to assess the influence of sodium metabisulphite against physical and chemical properties of sugar cane using vacuum evaporator. In other hand, this reserach examined the influence of temperature on vacuum evaporator for chemical and physical properties of sugar cane. Sugar cooking was done at -700 mmHg below atmospheric pressure, with variations in heating temperature of 60, 70 and 80 C, and with the addition of sodium metabisulphite 0.1; 0.3 and 0.5 g/l sugar cane molasses. The larger addition of sodium metabisulphite in the processing of sugar cane, the higher ash content generated while the green and blue colors of red sugar cane were getting smaller. The higher cooking temperature, the lower the moisture content, ash content, color intensity of red, green and blue of sugar cane. The higher the cooking temperature, the higher the degree of hardness or texture, color preference level, the taste and texture of sugar cane. Based on statistical analysis, cooking temperature affects the moisture content, ash, and the reduction sugar of cane brown sugar. While the addition of sodium metabisulfite gives effects on ash, reduction sugar and the total dissoluble solids of sugar cane. Based on the parameters of chemical properties, physical, organoleptic tests and SNI requirements of sugar cane, the addition of sodium metabisulphite variation of 0.3 g/l and a heating temperature of 80o C in processing sugar cane into brown sugar have shown the most excellent quality. The value of each parameter based on the best treatments as follows: chemical and physical parameters with 8.97 % of water content, 8.29% of reduction sugar, 0.96 % of ash content, 0.50% of total dissoluble solid, 15.68 kg/cm2 of hardness value, while for organoleptic parameters for color 5.50, flavor 5.04 and texture 5.36.ABSTRAKGula merah sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu yang diuapkan. Penguapan merupakan proses pengolahan bahan pangan yang umumnya digunakan pada pembuatan gula merah tebu, dimana proses ini menguapkan sebagian besar nira untuk menghasilkan produk yang kental (konsentrat). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh penambahan natrium metabisulfit terhadap sifat fisik dan kimia gula merah tebu yang dihasilkan dari penggunaan vacuum evaporator, dan mengkaji pengaruh suhu pemasakan pada vacuum evaporator terhadap sifat fisik dan kimia gula merah tebu. Pemasakan gula dilakukan pada tekanan -700 mmHg di bawah tekanan atmosfir, dengan variasi suhu pemasakan 60, 70 dan 80o C dan dengan penambahan natrium metabisulfit 0,1; 0,3 dan 0,5 g/l nira. Semakin besar penambahan natrium metabisulfit dalam pengolahan gula merah tebu, semakin tinggi kadar abu yang dihasilkan sedangkan intensitas warna hijau dan biru gula merah tebu semakin kecil. Semakin tinggi suhu pemasakan, semakin rendah kadar air, kadar abu, intensitas warna hijau dan biru gula merah tebu. Semakin tinggi suhu pemasakan, semakin tinggi tingkat kekerasan atau tekstur, tingkat kesukaan warna, rasa dan tekstur gula merah tebu. Berdasarkan analisis statistik, perlakuan suhu pemasakan berpengaruh terhadap kadar air, kadar abu dan gula reduksi gula merah tebu. Sedangkan perlakuan penambahan natrium metabisulfit berpengaruh terhadap kadar abu, gula reduksi dan total padatan tak terlarut pada gula merah tebu. Berdasarkan parameter sifat kimia, fisik, uji organoleptik dan persyaratan SNI gula merah tebu, penambahan natrium metabisulfit 0,3 g/l dan suhu pemasakan 80o C dalam pengolahan nira tebu menjadi gula merah menunjukkan kualitas yang paling baik. Nilai masing-masing parameternya dari perlakuan terbaik sebagai berikut: parameter kimia dan fisik dengankadar air 8,97%, gula reduksi 7,96 %, kadar abu 2,65%, total padatan tak larut 0,60 %, nilai kekerasan 15,68 kg/cm2, parameter organoleptik denganwarna 5,50, rasa 5,04 dan tekstur 5,36.
Kinetika Perubahan Ketengikan (Rancidity) Kacang Goreng selama Proses Penyimpanan Dewi Maya Maharani; Nursigit Bintoro; Budi Rahardjo
agriTECH Vol 32, No 1 (2012)
Publisher : Faculty of Agricultural Technology, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (255.701 KB) | DOI: 10.22146/agritech.9651

Abstract

Rancidity is a damage or change in odor and flavor in the fat or fatty food. As one of the fatty food products, peanut is susceptible to rancidity during storage.The duration of heating oil resulting in changes of peroxide value of oil as a medium frying pan provides quality changes in fried ingredients. Besides that, availability of oxygen in the package would also affect on the rate of the rancidity process. The purpose of this study was to develop a mathematical model of rancidity changes of fried peanuts during storage expressed by increasing the numerical value of its peroxide. The variation of heating oil used were 0, 1, 2 and 3 hours. While the variation of ratio of peanut volume with the packaging material used were 1:6, 5:13 and 10:17. The results showed that the longer the heating oil, the greater the number peroxide as well as the number of results of frying beans. The smaller the volume ratio of peanuts to the packaging used, the greater the rate constant changes in peroxide value fried peanuts or the faster the rancidity of the peanut. The equation of constant rate of change of peroxide value fried peanuts (rancidity) during storage could be expressed by P(t) P0.e (0.17)RS-0.10 Xt.ABSTRAKKetengikan (rancidity) merupakan kerusakan atau perubahan bau dan flavor dalam lemak atau bahan pangan berlemak. Sebagai salah satu produk  pangan  berlemak  kacang  rentan  terhadap  ketengikan  selama  penyimpanan.  Lama pemanasan minyak dapat mengakibatkan perubahan nilai angka peroksidanya, sehingga akan mempengaruhi kualitas pada bahan yang digoreng. Disamping itu ketersediaan oksigen dalam kemasan ditengarai juga akan mempengaruhi terjadinya proses ketengikan. Tujuan penelitian ini untuk mengembangkan model matematis perubahan ketengikan kacang goreng selama penyimpanan yang dinyatakan dengan peningkatan nilai angka peroksidanya. Variasi lama pemanasan minyak yang digunakan adalah 0, 1, 2 dan 3 jam. Sedangkan variasi rasio volume kacang dengan kemasan yang digunakan adalah 1:6, 5:13 dan 10:17. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama pemanasan minyak, maka semakin besar angka peroksidanya demikian juga angka peroksida dari kacang hasil penggorengannya. Semakin kecil rasio volume kacang dengan kemasan yang digunakan, maka semakin besar konstanta laju perubahan angka peroksida kacang goreng atau kacang semakin cepat tengik. Persamaan konstanta laju perubahan angka peroksida kacang goreng (ketengikan) selama penyimpanan dapat dinyatakan dengan P(t) P0.e (0.17)RS-0.10 Xt.
Optimasi Dengan Algoritma RSM-CCD Pada Evaporator Vakum Waterjet Dengan Pengendali Suhu Fuzzy Pada Pembuatan Permen Susu Yusuf Hendrawan; Bambang Susilo; Angky Wahyu Putranto; Dimas Firmanda Al Riza; Dewi Maya Maharani; Mutiara Nisa' Amri
agriTECH Vol 36, No 2 (2016)
Publisher : Faculty of Agricultural Technology, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (790.355 KB) | DOI: 10.22146/agritech.12868

Abstract

Milk candy is a product which has to be produced under a high temperature to achieve the caramelization process. The use of vacuum system during a food processing is one of the alternatives to engineer the value of a material’s boiling point. The temperature control system and the mixing speed in machine that produce the milk candy were expected to be able to prevent the formation of off-flavour in the final product. A smart control system based on fuzzy logic was applied in the temperature control within the double jacket vacuum evaporator machine that needs stable temperature in the cooking process. The objective of this research is developing vacuum evaporator for milk candy production using fuzzy temperature control. The result in machine and system planning showed that the process of milk candy production was going on well. The parameter optimization of water content and ash content purposed to acquire the temperature point parameter and mixing speed in milk candy production. The optimization method was response surface methodology (RSM), by using the model of central composite design (CCD). The optimization resulted 90.18oC for the temperature parameter and 512 RPM for the mixing speed, with the prediction about 4.69% of water content and 1.57% of ash content.ABSTRAKPermen susu merupakan salah satu produk yang diolah dengan suhu tinggi untuk mencapai proses karamelisasi. Pengolahan pangan dengan sistem vakum merupakan salah satu alternatif untuk merekayasa nilai titik didih suatu bahan. Sistem pengendalian suhu serta kecepatan pengadukan pada mesin produksi permen susu diharapkan dapat mencegah terbentuknya partikel hitam (off-flavour) pada produk akhir. Sistem kontrol cerdas logika fuzzy diaplikasikan dalam pengendalian suhu pada mesin evaporator vakum double jacket yang membutuhkan tingkat stabilitas suhu pemasakan permen susu. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat rancang bangun evaporator vakum pada pembuatan permen susu dengan menggunakan pengendali suhu fuzzy. Hasil perancangan mesin dan sistem menunjukkan bahwa proses produksi permen susu dapat berlangsung dengan baik. Optimasi parameter kadar air dan kadar abu dilakukan untuk mendapatkan titik parameter suhu dan kecepatan pengadukan produksi permen susu yang optimum. Metode optimasi menggunakan response surface methodology (RSM) model central composite design (CCD). Hasil optimasi didapatkan parameter suhu 90,18oC dan kecepatan pengadukan 512 RPM, dengan prediksi produk permen susu memiliki nilai kadar air 4,69% dan kadar abu 1,57%.
Efek Pretreatment Microwave-NaOH Pada Tepung Gedebog Pisang Kepok terhadap Yield Selulosa Dewi Maya Maharani; Khulafaur Rosyidin
agriTECH Vol 38, No 2 (2018)
Publisher : Faculty of Agricultural Technology, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (308.736 KB) | DOI: 10.22146/agritech.16657

Abstract

Carbon sources in the form of sugar to be converted into bioethanol are rapidly developed, they are so called as the first generation, the second generation, and the third generation. The petiole of banana is the second generation of lignocellulose which is a waste and potential in Indonesia to be used as the raw material of bioethanol production. This study aimed to determine the effect of the microwave to the content of petiole`s flour of “gepok” varieties and to know the effect of pretreatment time as well as the ratio of petiole mass to the resulted flour with the solvent of NaOH for bioethanol production. The 20 g of petiole with the size of 60 mesh was dissolved into NaOH 0.5 M with the variation of solvent volume 150 mL, 200 mL and 250 mL then was pretreated with microwave as long as 20, 30, and 40 minutes. Annova resulted that time variable affected the cellulose content however the volume didn`t. Cellulose is a compound which is going to be converted into glucose. Hence, in this study, the lowest decrease of cellulose 350,20 mg/g was chosen from the microwave pretreatment with a yield of 93,10% at 20 g: 250 mL for 30 minutes.  ABSTRAKSumber karbon dalam gula untuk dikonversi menjadi bioetanol banyak mengalami perkembangan, mulai dari sumber bioetanol generasi satu, generasi dua dan generasi tiga. Gedebog pisang merupakan salah satu limbah berlignoselulosa generasi dua yang potensial di Indonesia dan memiliki kandungan selulosa tinggi yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produksi bioetanol. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gelombang microwave terhadap kandungan selulosa tepung (gedebog) pisang kepok dan mengetahui pengaruh lama pretreatment serta perbandingan massa bahan dengan volume pelarut NaOH terhadap kandungan selulosa tepung (gedebog) pisang kepok pada proses pretreatment yang dimanfaatkan untuk produksi bioetanol. Gedebog pisang ukuran 60 mesh sebanyak 20 g dilarutkan pada larutan NaOH 0,5 M dengan variasi volume pelarut 150 mL, 200 mL, dan 250 mL, selanjutnya diberi perlakuan (pretreatment) gelombang microwave dengan variasi waktu 20, 30 dan 40 menit. Pada hasil uji lanjut Annova menyatakan bahwa variabel waktu memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan selulosa sedangkan interaksi antara variabel dan volume tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kandungan selulosa. Selulosa merupakan senyawa yang akan dikonversi lebih lanjut menjadi glukosa. Sehingga pada penelitian ini memilih penurunan selulosa terendah yaitu menjadi 350,20 mg/g akibat pretreatment microwave-NaOH dengan rendemen 93,10% pada perlakuan massa bahan dengan volume pelarut 20 g:250 mL dengan waktu 30 menit.
Pengaruh Pretreatment Secara Alkalisasi-Resistive Heating terhadap Kandungan Lignoselulosa Jerami Padi Dewi Maya Maharani; Lisa Normalasari; Dianita Kumalasari; Chandra Ardin Hersandi Prakoso; Mutiara Kusumaningtyas; Mochamad Taufik Ramadhan
agriTECH Vol 37, No 2 (2017)
Publisher : Faculty of Agricultural Technology, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (29.363 KB) | DOI: 10.22146/agritech.25326

Abstract

Cellulose is a potential biomass that is used for bioethanol production and commonly present in agricultural residues like rice straw. Cellulose is an important material to produce glucose and bioethanol, but it is covered by lignin and hemicellulose bonds to form a lignocellulose.  Bioethanol production using basic material containing cellulose requires special attention in the process of pretreatment for lignin degradation process and increase the accessible surface and decrystallize cellulose. The aim of this research was to apply alkalization and resistive heating combine method for rice straw pretreatment process before further being converted into bioethanol and to determine the effects of heating temperature and NaOH concentration on the content of  lignin, cellulose, and hemicellulose. The reactor had been designed for resistive heating process. Rice straw that was resized into 100 mesh has dissolved with 0.03 M, 0.05 M, and 0.07 M NaOH and heated with resistive heating temperature of 75 oC, 85 oC, and 99 oC. Cellulose is a raw material that will be further converted into glucose. So that, the selected optimum conditions of this study were  pretreatment with the highest increase of cellulose content level until 8.88% and resulted decreasing levels of lignin (1.39%) and hemicellulose (4.33%) by temperature  75 oC and 0.07 M NaOH concentration. Resistive heating that combine with alkalization can be used for rice straw pretreatment process that reduce lignin and hemicellulose content as well as increasing cellulose content. ABSTRAKSelulosa merupakan biomassa yang potensial digunakan untuk produksi bioetanol dan banyak ditemukan di residu pertanian seperti jerami padi. Selulosa merupakan material penting yang dapat dikonversi menjadi glukosa kemudian dikonversi menjadi bioetanol, namun selulosa pada alam dilapisi oleh ikatan lignin dan hemiselulosa menjadi lignoselulosa. Pembuatan bioetanol berbasis selulosa membutuhkan proses pretreatment yang berfungsi untuk mendegradasi ikatan lignin, meningkatkan luas permukaan biomassa dan dekristalisasi selulosa. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh alkalisasi resistive heating pada proses pretreatment jerami padi sebelum dikonversi lebih lanjut menjadi bioetanol dan mengetahui pengaruh suhu pemanasan serta konsentrasi NaOH selama pretreatment terhadap perubahan kandungan lignin, selulosa dan hemiselulosa. Sebelum dilakukan penelitian dilakukan perancangan reaktor resistive heating. Jerami padi ukuran 100 mesh dilarutkan pada larutan NaOH dengan variasi konsentrasi 0,03 M, 0,05 M, dan 0,07 M, selanjutnya dipanaskan pada reaktor resistive heating dengan variasi suhu pemanasan 75 oC, 85 oC, dan 99 oC. Selulosa merupakan senyawa yang akan dikonversi lebih lanjut menjadi glukosa. Sehingga pada penelitian ini dipilih kondisi optimum berdasarkan peningkatan selulosa tertinggi hingga 8,88% serta penurunan lignin dan hemiselulosa sebesar 1,39% dan 4,33% pada perlakuan suhu pemanasan 75 oC dan konsentrasi NaOH 0,07 M. Alkalisasi resistive heating dapat diterapkan pada pretreatment jerami padi karena dapat mengurangi kandungan lignin dan hemiselulosa serta meningkatkan kandungan selulosa.
Rancang Bangun Hypobaric storage Sebagai Alat Penyimpanan Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Dewi Maya Maharani; Anang Lastriyanto; Vibi Rafianto; Sonia Verent Yudi Santo Putri; Kharimatul Khasanah
agriTECH Vol 39, No 2 (2019)
Publisher : Faculty of Agricultural Technology, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1296.583 KB) | DOI: 10.22146/agritech.37230

Abstract

Chili is a superior commodity that is much needed by Indonesian people. This commodity is susceptible to damages such as weight loss, decreased vitamin C content, color fades, and decay, which causes reduced shelf life. An improper storage process accounts for about 30% damage to chili. The objective of the research was designing a chili storage tool based on the hypobaric system which can decrease the respiration rate and ethylene gas, thus expending the shelf life. This tool consisted of several components, namely storage room, reservoir tank, vacuum pump, control panel, and a table. The research method included design and instrument, also pepper quality testing. Hypobaric storage used a pressure of -60 (-55) kPa, and a temperature of 22.9 °C. The results showed that the hypobaric storage design, instrument automation ran well, and the chili with hypobaric storage had minimal weight loss, water content, and vitamin C degradation, at 3.28%, 1.05%, and 12.91%. Parameters alteration based on entitlement with refrigerator were 6.66%, 6.8%, and 48.61%, whereas with room temperature the results were 9.7%, 15.98%, and 52.17%. Hypobaric storage for Chili was able to keep the chili quality better than room temperature and refrigerator. 
Model Laju Pertumbuhan Perkecambahan Tanaman Jagung (Zea Mays L.) pada Variasi Kedalaman Tanam Risdi Hamida Fathurohim; Dewi Maya Maharani; Ari Mustofa Ahmad
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (381.181 KB)

Abstract

Jagung sebagai tanaman serealia yang dapat tumbuh hampir diseluruh dunia dan merupakan sumber bahan pangan penting setelah beras. Besarnya minat masyarakat terhadap kebutuhan jagung maka dilakukan suatu upaya untuk meningkatkan produksi jagung dengan cara pemilihan varietas yang unggul. Benih yang berukuran besar memiliki nilai pertumbuhan yang lebih tinggi dan lebih cepat. Pertumbuhan tersebut dapat diprediksi dengan suatu model pertumbuhan yaitu model Logistik, model General Logistic, dan model Gompertz. Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh kedalaman terhadap laju pertumbuhan perkecambahan jagung dan untuk mendapatkan persamaan model matematis pertumbuhan perkecambahan tanaman jagung.Penelitian ini dilaksanakan di desa Corah, Kelurahan Rejomulyo, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun dan di Laboratorium Daya dan Mesin Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. Dalam penelitian ini digunakan perlakuan kedalaman tanam yaitu 3 cm, 5 cm, dan 7 cm dimana setiap perlakuan terdiri dari 10 sampel dan dilakukan tiga kali pengulangan. Data diolah dengan Ms.Excel menggunakan fitur add-in-solver dan digunakan fungsi minimal absolut erorr dengan metode iterasi newton.Dari hasil penelitian, kedalaman tanam 5 cm merupakan kedalaman yang optimum dalam penanaman tanaman jagung. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya pengaruh yang signifikan terhadap jumlah benih yang berkecambah, daya berkecambah, tinggi, diameter, dan massa tanaman. Dari tiga model tersebut, model Gompertz merupakan model yang sesuai dengan data pengamatan aktual. Model Gompertz memiliki nilai EF sebesar 1.00, nilai RMSE sebesar 0.062, dan nilai CRM sebesar -0.001. Nilai konstanta empiris yaitu nilai K sebesar 100.2076, nilai b sebesar 1.1036, dan nilai m sebesar 3.3207 sehingga didapatkan persamaan Gompertz Y = 100.2076 exp(exp( -1.1036 (X-3.3207))).
Pengaruh Suhu dan Ketebalan Irisan Bakso Udang Terhadap Sifat Kimia Keripik Bakso Udang Menggunakan Mesin Vacuum Frying Anang Lastriyanto; Dewi Maya Maharani; Yusuf Hendrawan; Rochima Nisaa’IL-Firdaus
Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol 7, No 1 (2019)
Publisher : Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (277.512 KB) | DOI: 10.21776/ub.jkptb.2019.007.01.8

Abstract

Udang merupakan salah satu komoditas utama dalam industri perikanan budidaya karena memiliki nilai ekonomis tinggi (high economic value) serta permintaan pasar tinggi (high demand product). Tahun 2013, capaian produksi udang nasional diproyeksikan sebesar 608.000 ton. Untuk menangani produksi udang nasional sebesar itu, perlu dilakukan pengolahan hasil perikanan, salah satunya pengolahan udang menjadi bakso udang. Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan ketebalan irisan bakso udang serta perlakuan yang optimal terhadap mutu keripik bakso udang dengan menggunakan mesin Vacuum Frying. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah dengan rancangan acak kelompok yang disusun secara faktorial. Faktor pertama yaitu suhu penggorengan, dengan menggunakan suhu 70, 80, dan 90. Faktor yang kedua yaitu ketebalan irisan bakso udang yang terdiri dari 3 level, yaitu dengan menggunakan ketebalan irisan 4, 5, dan 6 mm. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode ANOVA. Berdasarkan hasil penelitian, analisis menggunakan metode Multiple Attribute, perlakuan terbaik keripik bakso udang secara keseluruhan yaitu dengan suhu 80 ketebalan irisan 5 mm dengan hasil kadar air 2.37%, kadar protein 7.60%, kadar lemak 32.33%, serta kadar karbohidrat 53.10%. Sedangkan berdasarkan hasil uji organoleptik perlakuan optimal yang terbaik adalah suhu 90 ketebalan irisan 5 mm dengan hasil uji organoleptik sebesar 5.71, kadar air 1.96%, kadar protein 8.17%, kadar lemak 33.7%, kadar karbohidrat 52.9%.