Pande Yogantara S
Fakultas Hukum Universitas Udayana

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Pertanggungjawaban Dokter Terhadap Penyediaan Data Informasi Pribadi Pasien Covid-19 Dalam Hubungan Terapeutik Ni Komang Ayu Sasmita; Pande Yogantara S
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 7 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KW.2021.v10.i07.p08

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami bentuk perlindungan hukum bagi pasien positif Covid-19 terhadap ketersediaan data pribadi pasien; menganalisis pertanggungjawaban seorang dokter akibat ketersediaan data informasi pasien Covid-19 dalam hubungan terapeutik. Adapun metode penelitian dalam proses perumusan artikel ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, yang konseptual dan analitis. Kesimpulan akhir dari penyusunan artikel ini menunjukkan bahwa data rekam medis pasien positif Covid-19 merupakan hak asasi manusia sebagai hak pribadi yang bersifat rahasia dan terbatas. Produk hukum yang melindungi data rekam medis pasien belum optimal dilihat dari tersebarnya data pribadi pasien positif Covid-19 yang dapat diakses oleh khalayak umum tanpa izin sepengetahuan pasien yang telah dinilai mencederai hak asasi pribadi pasien. Pertanggungjawaban oleh Dokter selaku pemberi jasa layanan kesehatan mengenai kebocoran informasi atas ketersediaan data pribadi pasien positif Covid-19 dapat dilakukan sesuai dengan hubungan terapeutik yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana maupun perdata. Kata Kunci: Pertanggungjawaban dokter, Data Medis, Covid-19 ABSTRACT The purpose of writing this article is to understand the form of legal protection for Covid-19 positive patients against the availability of patient personal data; analyzing a doctor's accountability due to the availability of Covid-19 patient information data in therapeutic relationships. The research method in the process of preparing this article is a method of normative legal research with a statutory approach, which is conceptual and analytical. The final conclusion of the preparation of this article shows that the medical record data of Covid-19 positive patients is a human right as a confidential and limited personal right. Legal regulations that protect patient medical record data have not been optimally seen from the dissemination of Covid-19 positive patient personal data that can be accessed by the general public without the knowledge of patients who have been judged to be harming the patient's personal rights. Accountability by the Doctor as a health care provider regarding the leakage of information on the availability of personal data of Covid-19 positive patients can be done in accordance with therapeutic relationships that can be held criminal and civil liability Key Words: Accountability, Medical Record, Covid-19
Eksploitasi Waktu Kerja Bagi Pekerja Pada Industri Fast Fashion Dalam Perspektif Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Ida Ayu Wistari Narayani; Pande Yogantara S
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 4 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KW.2021.v10.i04.p07

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan tentang eksploitasi terhadap waktu kerja para pekerja serta untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum akan para pekerja mengalami eksploitasi waktu kerja pada industri Fast Fashion. Artikel ini merupakan jenis penelitian hukum normatif dengan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Hasil studi menunjukkan bahwa undang-undang ketenagakerjaan maupun Undang-Undang Cipta Kerja tidak secara khusus mengatur mengenai eksploitasi terhadap pekerja. Namun dalam pasal 77 Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur mengenai Waktu Kerja Pekerja dan Pasal 81 angka 22 ayat (2) Undang-Undang Cipta Kerja mengatur upah kerja lembur yang dimana pasal-pasal tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk peraturan eksploitasi terhadap pekerja. Mengenai bentuk perlindungan hukum terhadap pekerja dengan adanya eksploitasi tersebut diatur dalam pasal 81 angka 65 ayat (1) dan pasal 81 angka 66 ayat (1) UU Cipta Kerja. Bentuk perlindungan yang diberikan yakni sanksi pidana kurungan dan sanksi pidana denda. Serta bentuk perlindungan lainnya melalui pengawasan ketenagakerjaan sesuai Peraturan Presiden No. 21 Tahun 2010 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan seperti melalui Pengawasan; bimbingan; serta pendidikan dan pelatihan dalam rangka pembinaan hubungan industrial antara pengusaha dan pekerja agar terciptanya hubungan harmonis tanpa adanya perbuatan eksploitasi. Kata Kunci : Eksploitasi, Fast Fashion, Tenaga Kerja ABSTRACT This article aims to know regulations regarding exploitation by labor in Indonesia as well as to see and study forms of legal protection for labor who experience exploitation in the Fast Fashion industry. This article is a exemplar normative legal research with the approach used is the statute and a conceptual approach. The results of writing this study show that labor law also omnibus law do not specifically regulate the exploitaton of workes. However, in article 77 of the Labour Law regulates working hours and article 81 point 22 paragraph (2) of the Omnibus Law regulates overtime pay, which these articles could be said to be form worker exploitation regulations. Regarding the form of legal protection for workers with exploitation regulated in article 81point 65 paragraph (1) and article 81 point 66 paragraph (1) of the Omnibus Law with the form of protection provided in the form of imprisonment dan fines. Other forms of protection through labor inspection appropriate with Presidential Regulation about Labor Inspection such as through Supervision; guidance; as well as education and training in the framework of fostering industrial realtions between employers and workers to create hamonious realations without exploitation. Keywords : Exploitation, Fast Fashion, Labor
Perkawinan Beda Agama Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan I Gusti Ayu Pradnyahari Oka Sunu; Pande Yogantara S
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 10 No 6 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KW.2021.v10.i06.p01

Abstract

Tujuan dari penulisan artikel ini ialah untuk mengulas dan menguraikan pandangan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan serta beberapa perspektif dari pandangan agama mengenai perkawinan beda agama serta akibat hukum perkawinan beda agama terhadap keabsahan perkawinan dan terhadap keturunannya. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini ialah penelitian hukum normative yaitu penelitian hukum kepustakaan yang beranjak dari adanya norma yang kabur dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan/statute approach dan pendekatan konseptual/conceptual approach serta analisis data bersifat kualitatif dengan teknik analisis data yang dilakukan dengan cara mengklasifikasikan data menurut jenis dan disusun secara sistematis. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidaklah terdapat instrument hukum yang mengatur secara tegas berkaitan dengan perkawinan beda agama. Hal ini berdampak pada keabsahan perkawinan yang dapat batal demi hukum serta berdampak pula pada kewarisan keturunannya dikemudian hari. Kata kunci: Indonesia, Perkawinan, Agama, Hukum. ABSTRACT The aim of writing this article is to review and describe the views of Law Number 1 of 1974 concerning Marriage as well as several perspectives from religious views regarding interfaith marriage and the legal consequences of interfaith marriage on the validity of marriage and on offspring. The research method used in this paper is normative legal research, namely literature law research which departs from the existence of vague norms using a statutory approach and a conceptual approach and qualitative data analysis with data analysis techniques carried out by means of classify data according to type and arranged systematically. The results of this study indicate that there is no legal instrument that explicitly regulates interfaith marriage. This has an impact on the validity of the marriage which can be null and void and also affects the inheritance of the offspring in the future. Keywords: Indonesia, Marriage, Religion, Law.
Ganti Rugi Terhadap Kerusakan Pakaian Akibat Dari Kelalaian Pelaku Usaha Jasa Laundry di Kabupaten Gianyar Komang Desy Medyanti Puspaningrum; Pande Yogantara S
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol 9 No 6 (2021)
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan dan pelaksanaan ganti rugi atas kerusakan pakaian yang dialami konsumen akibat dari kelalaian yang dilakukan pelaku usaja jasa laundry. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris yaitu penelitian yang mengkaji ketentuan hukum yang berlaku dikaitkan dengan peristiwa hukum dalam kenyataan di masyarakat. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa ganti rugi terhadap kerusakan pakaian akibat dari kelalaian pelaku jasa laundry di atur dalam ketentuan Pasal 19 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen. Pelaksanaan ganti rugi yang dilakukan oleh pelaku usaha jasa laundry di Kabupaten Gianyar terhadap kerusakan pakaian yang dialami konsumen adalah berdasarkan pada perjanjian ganti rugi antara pelaku usaha dan konsumen, dimana dalam perjanjian ganti rugi tersebut pelaku usaha mencantumkan klausula baku yang bertentangan dengan Pasal 19 ayat (2) UU Perlindungan Konsumen. Kata Kunci: Ganti Rugi, Perlindungan Konsumen, Jasa Laundry. ABSTRACT The purpose of writing this article is to determine the arrangement and implementation of compensation for damage to clothing experienced by consumers as a result of negligence committed by laundry service entrepreneurs. This study uses an empirical juridical research method, namely research that examines the applicable legal provisions associated with legal events in reality in society. The results of this study indicate that compensation for damage to clothing due to negligence of laundry service actors is regulated in the provisions of Article 19 Consumer Protection Act. The implementation of compensation made by laundry service business actors in Gianyar Regency for damage to clothing experienced by consumers is based on a compensation agreement between the business actor and the consumer, where in the compensation agreement the business actor includes standard clauses that are contrary to Article 19 paragraph (2) Consumer Protection Act. Keywords: Compensation, Consumer Protection, Laundry Service.
Kedudukan Hukum Influencer Dalam Iklan Produk Kosmetika Menyesatkan Rizki Amaliasari; Pande Yogantara S
Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum Vol 9 No 10 (2021)
Publisher : Kertha Negara : Journal Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan influencer dalam mengiklankan produk kosmetika yang menyesatkan.Kedudukan Influencer belum diatur oleh Hukum Indonesia . Keadaan ini mempengaruhi akibat hukum yang timbul apabila influencer mengiklankan produk kosmetika yang menyesatkan. Penelitian ini dilakukan dengan metode penulisan hukum normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undang dan konseptual. Bahan hukum yang digunakan sebagai sumber diantaranya bahan hukum primer seperti Peraturan Perundang-undangan serta bahan hukum sekunder seperti buku dan karya ilmiah lain. Teknik pengumpulan bahan hukum ini menggunakan studi kepustakaan dengan teknik analisis secara deskripstif, argumentatif dan sistematis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedudukan influencer dalam iklan produk kosmetika adalah sebagai pengiklan. Influencer juga dapat bertanggungjawab atas pemberian informasi yang menyesatkan tanpa diketahui pihak pengiklan. Kata Kunci : Influencer, Kosmetika, Iklan Menyesatkan, Perlindungan Konsumen ABSTRACT This article aims to determine the legal standing of the influencers in advertise misleading products cosmetic.The legal status of the Influencers have not been regulated by Indonesia’s Law. This situation affects the legal consequences that arise when the influencers advertise mislending products cosmetics. This research was conducted by using a normative legal writing method that using a statutory approach and conceptual approach. Legal materials used as source of such primary legal material such as regulations,secondary legal meterials such as books and other scientific literature. The technique of collecting legal materials is to use literature study that use descriptive,argumentative, and systematic analysys techniques. The results of this study show that the position of influencers in the advertisements of cosmetic products are advertisers. Influencers can also be responsible for the provision of misleading information unbeknown by advertisers. Keywords: Influencers, Cosmetics, Misleading Advertising, Consumer Protection
Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terdaftar Akibat Tindakan Trademarks Squatting di Indonesia Tania Novelin; Pande Yogantara S
Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) Vol 11 No 1 (2022)
Publisher : University of Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/JMHU.2022.v11.i01.p12

Abstract

The purpose of this paper is the purpose of this paper is to examine, analyze and elaborate the concept of trademarks squatting and legal protection of registered trademarks due to trademarks squatting in Indonesia. This paper is a paper using a normative research method using a statutory approach, a conceptual approach and an analytical approach. The results show that the concept of the Trademarks Squatting Act is not regulated in the provisions of the Trademarks and Geographical Indications Act, but in international settings, WIPO explains that trademark squatting is the act of registering or using a mark which is generally a well-known foreign mark, where the mark has not been registered in a country or the mark has been registered but has never been used by the owner of the mark concerned. As well as legal protection for registered marks as a result of trademark squatting in Indonesia, namely being able to file a lawsuit against other parties who unlawfully use a Mark that has similarities in principle or in its entirety for similar goods and/or services in the form of a claim for compensation; and/or Termination of all actions related to the use of the Mark in accordance with the provisions of Article 83 paragraph 1 of the Law on Marks and Geographical Indications. Tujuan penulisan ini adalah tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji, menganalisa dan mengelaborasi konsep tindakan trademarks squatting serta perlindungan hukum terhadap merek terdaftar akibat tindakan trademarks squatting di Indonesia. Tulisan ini merupakan tulisan dengan menggunakan metode peneltiian normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual approach) dan pendekatan analisis (analytical approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Konsep Tindakan Trademarks Squatting tidak diatur dalam ketentuan Undang-Undang Merek dan Indikasi Geografis, namun dalam pengaturan internasional, WIPO menjelaskan bahwa trademark squatting adalah tindakan mendaftarkan atau menggunakan merek yang umumnya merupakan merek asing terkenal, di mana merek tersebut belum terdaftar di suatu negara atau merek tersebut sudah terdaftar namun tidak pernah digunakan oleh pemilik merek yang bersangkutan. Serta perlindungan hukum terhadap merek terdaftar akibat tindakan trademarks squatting di Indonesia yaitu dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang dan/atau jasa yang sejenis berupa Gugatan ganti rugi; dan/atau Penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 83 ayat 1 UU Merek dan Indikasi Geografis.
Mediasi Penal Dalam Ius Constitutum dan Ius Contituendum di Indonesia Diah Ratna Sari Hariyanto; Pande Yogantara S
KERTHA WICAKSANA Vol. 13 No. 1 (2019)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Warmadewa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/kw.13.1.2019.26-37

Abstract

Belum ada undang-undang yang mengatur mengenai mediasi penal di Indonesia, sehingga hal ini menarik untuk diteliti karena mediasi penal memiliki banyak manfaat untuk dapat diterapkan di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dasar hukum mediasi penal dalam konteks hukum yang berlaku (ius constitutum), kedudukan ketentuan hukum yang berlaku (ius constitutum) yang mengatur mengenai mediasi penal di Indonesia, dan perkembangan pengaturan mediasi penal dalam konteks hukum pada masa yang akan datang (ius constituendum) di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif, dengan pendekatan kasus, pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual, pendekatan sejarah, dan pendekatan perbandingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dasar hukum yang digunakan dalam praktek mediasi penal di Indonesia adalah kewenangan diskresi kepolisian yang diatur dalam UU RI No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian RI dan KUHAP, selain itu juga digunakan Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI No. 3 Tahun 2015 Tentang Pemolisian Masyarakat dan Surat Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol: B/3022/XXI/2009/SDEOPS, tanggal 14 Desember 2009, Perihal Penanganan Kasus Melalui Alternative Dispute Resolution. Dasar hukum ini bersifat eksplisit dan tidak mengatur secara tegas mengenai mediasi penal. Tidak ada dasar hukum yang kuat yang mengatur mengenai mediasi penal. Pembaharuan hukum pidana secara implisit telah mengarahkan penggunaan mediasi penal dalam hukum pidana di masa yang akan datang. Kata Kunci: Constituendum; Ius Constitutum; Mediasi Penal There is no law that regulates penal mediation in Indonesia, so it’s interesting to investigate because penal mediation has many advantege to be applied in Indonesia. The purpose of this study is to analyze legal basis of penal mediation in the context of the ius constitutum, the position of the ius constitutum penal mediation in Indonesia, and the development of penal mediation arrangements in the criminal law of the ius constituendum in Indonesia. This research’s is a normative legal research, with the case approach, the statute approach, the conceptual approach, the historical approach and the comparative approach. The result shows that the legal basis used in the practice of penal mediation in Indonesia is the discretion power of the police authority regulated in Act No. 2 of 2002 on the Police of the Republic of Indonesia and Criminal Procedure Code, but also used the Regulation of the Chief of Police of the Republic of Indonesia No. 3 of 2015 on Community Policing and the Police Letter no. Pol: B/3022/XXI/2009/SDEOPS, December 14, 2009, About Case Handling Through Alternative Dispute Resolution. The legal basis about penal mediation is explicit and does not forceful. There is no forceful legal basis regulate of penal mediation. Criminal law reform has implicitly directed the use of penal mediation in future criminal law. Keywords: Ius constituendum; Ius constitutum; Penal mediation
PERTANGGUNG JAWABAN PELAKU USAHA YANG MELAKUKAN MONOPOLI PENGUASAAN ATAS PRODUKSI BARANG FASHION Ni Kadek Pande Monica Canisca Dewi; Pande Yogantara S
Kertha Wicara : Journal Ilmu Hukum Vol 11 No 5 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24843/KW.2022.v11.i05.p03

Abstract

Studi yang dilakukan ini memiliki tujuan yaitu mengkaji mengenai pertanggungjawaban pelaku usaha monopoli penguasaan atas produksi barang fashion dan juga mengkaji tentang pengawasan mengenai praktek monopoli dan persaingan tiak sehat yang terjadi di indonesia. Metode yang dipergunakan dalam studi ini menggunakan metode penelitian yuridis normative dengan melakukan pendekatan perundang – undangan serta pendekatan konsep dengan mengkaji pada sumber hukum menggunakan bahan hukum sekunder seperti, buku, jurnal, dan peraturan perundang – undangan. Hasil studi ini menunjukkan bahwa persaingan usaha diawasi oleh KPPU yang berwenang mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat sesuai dengan peraturan Undang – undang No 5 Tahun 1999. Bagi pelaku usaha yang melakukan monopoli penguasaan atas produksi barang fashion dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya dengan cara berupa sanksi yaitu berdasarkan ketentuan pada pasal 1239 KUHP dimana berkewajiban mengganti biaya, rugi, bunga serta dapat dikenakan sanksi administrativ sesuai dengan ketentuan Pasal 47 UU No. 5 Tahun 1999. Kata Kunci : Pertangung jawaban, Pelaku Usaha, Monopoli ABSTRACT The purpose of this study is to examine the responsibility of monopoly business actors to control the production of fashion goods and also to examine the supervision of monopolistic practices and unfair competition that occurs in Indonesia. The method used in this study uses a normative juridical research method by taking a statutory approach and a conceptual approach by examining legal sources using secondary legal materials such as books, journals, and statutory regulations. The results of this study indicate that business competition is supervised by the KPPU which is authorized to supervise business actors in carrying out their business activities so as not to carry out monopolistic practices and/or unfair business competition in accordance with the regulations of Law No. 5 of 1999. For business actors who exercise monopoly control over the production of fashion goods can be held accountable for their actions in the form of sanctions, namely based on the provisions in Article 1239 of the Criminal Code which is obliged to replace costs, losses, interest and may be subject to administrative sanctions in accordance with the provisions of Article 47 of Law no. 5 of 1999. Keywords: Accountability, Business Actor, Monopoly